Bagian 17-Mimpi Buruk

785 96 1
                                    


"Tidak ada yang pernah salah dengan rindu, karena rindu adalah salah satu perasaan yang paling indah yang dapat kita rasakan. Selama seseorang masih menjadi milikmu, rindu akan terus menjadi alat yang mengikat dan memperkuat ikatan cinta."



Reina berbaring di kasurnya sambil menatap langit-langit kamar. Pikirannya kembali di bawa kepada sosok pencipta hal yang paling menyebalkan dalam hidupnya akhir-akhir ini. Siapa lagi kalau bukan Devan? Cowok most wanted SMA Galaksi. Sikapnya yang kasar dan angkuh membuat Reina benar-benar membenci sosok itu.

"Devan itu kenapa nyebelin banget si? Serius orang kayak dia punya masalah?"

Bosan, Reina memilih menyalakan handphone, membuka aplikasi instagram miliknya dan memposting gambar yang baru saja ia ambil sore tadi di tempat tokoh buku. Dengan caption,

'Suka baca buku, tapi gak bisa baca pikiran. Iya, aku lagi gak bisa baca pikiran dia. Dia aneh, dan... entahlah. Akhir-akhir ini jadi kepikiran dia terus.'

Dia mematikan handphone setelah memposting gambar, namun urung saat satu buah notifikasi masuk di beranda instagramnya. Reina mendelik melihat Devan berkomentar di kolom postingannya. Komentar yang tentunya mengundang para warganet Instagram untuk ikut berkomentar.

@DevanoAlbaran Pantes gak bisa tidur, ada yang mikirin gue terus ternyata.

Reina refleks terpekik dan segera membekap mulutnya kuat-kuat. Gadis itu menepuk jidat sambil terus merutuki dirinya yang bodoh karena telah menulis caption seperti itu di laman postingannya.

Reina langsung mematikan handphone dan menyembunyikan wajahnya didalam batal. Rasa malu, kesal, semuanya bercampur aduk menjadi satu.

Semoga aja kehidupan lo besok damai, Rei... Reina terus merapalkan doa itu dari dalam hati. Tak lama, dia kembali menatap langit-langit putih bersih kamarnya. Mendadak Reina teringat dengan kejadian yang menimpanya di sekolah. Waktu Clarissa, Sandra, dan Cika menyeretnya ke halaman belakang kelas dan seorang cewek pemberani seangkatannya yang datang untuk membantu.

"Oh iya, ngomong-ngomong soal Aina, gue kayak pernah ngeliat dia ya. Tapi dimana?" Reina mencoba mengingat-ingat tentang sosok wanita bernama Aina itu. Namun nihil, ia tidak mengingat apapun tentang gadis itu. Ya sudahlah, toh sekarang mereka sudah berteman kan? Jarang sekali ada gadis seperti Aina yang rela membantunya dari senior jahat seperti Clarissa dan juga teman-temannya.



***


"DEVAN AWAS!"

"AKH!"

Tubuh Devan membeku di tempat saat melihat cairan merah kental itu berceceran di jalan. Sorot matanya terkunci pada sosok laki-laki yang sudah tergeletak tak berdaya dengan darah yang melumuri tubuhnya.

"Enggak!"

"Gak mungkin!" Devan menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menarik rambut frustasi. "Ini semua gak mungkin!"

"GAK MUNGKIN!"

Seketika, mata Devan terbuka. Dengan napas memburuh dan keringat yang membanjiri wajah, Devan memperhatikan ke sekelilingnya, dan barulah ia sadar bahwa ia tengah bermimpi. Mimpi buruk yang mampu membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Lantas, Devan mengusap wajahnya gusar, berusaha menormalkan deru napasnya yang tidak beraturan. Pria itu melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 01.35 malam.

DEVANO (Selesai)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang