"Terkadang, kita tidak pernah tahu, kapan saatnya berhenti tuk mencintai."•
••
Reina melangkah semakin dekat ke pagar pembatas rooftop. Menatap langit biru yang membentang dari atas sana sambil berteriak kencang, menumpahkan segala kekesalan yang tidak dapat ia bendung lagi."GUE BENCI SAMA LO DEVAN!"
"LO JAHAT!"
"LO TU IBLIS YANG GAK BERHATI TAHU GAK!"
"Sejak kapan iblis punya hati?"
Suara dingin itu membuat Reina berbalik. Dirinya sedikit terkejut saat mendapati Rian tengah bersandar di dinding pembatas rooftop.
"Kak Rian?"
Rian menghela napas kasar. Seperti biasa, wajahnya dingin seperti es batu. "Gara-gara lo teriak, gue jadi gak fokus baca buku."
Reina menunduk kaku sambil memainkan jari tangannya sendiri. "Ma-maaf kak."
"Gak perlu." Kemudian, Rian mengerutkan keningnya. "Kenapa lo bisa kayak gini? Karena Devan?"
"Siapa lagi kalau bukan dia? Jahat banget ya tuh orang? Tega banget dia lakuin ini sama gue. Gue sumpahin tuh anak kena karma!" umpatnya, merutuki perbuatan jahat Devan. Tak lama, Reina refleks mengatupkan mulut nya setelah menyadari sesuatu. "Ups! Maaf, kak."
Ya ampun, ia bahkan lupa kalau Rian adalah sahabatnya Devan.
"Santai aja. Gue ngerti kenapa lo ngomong gitu. Gue juga pasti kesel banget kalau di posisi lo," kata Rian, sedikit prihatin. Lalu, ia mengeluarkan sapu tangan dari saku celana dan memberikannya pada Reina. "Ambil."
"Hah?"
"Ambil cepet. Bersihin tu rambut lo."
Alih-alih menerima, Reina malah menolaknya. "Gak usah, kak. Yang kemarin aja belum di balikin."
"Ambil aja." Rian memberikan kembali sapu tangan itu pada Reina. "Gue punya banyak." Setelahnya, ia melangkah pergi meninggalkan Reina tanpa berpamitan lagi.
***
Devan berjalan memasuki kamar dan langsung melempar asal tas miliknya ke sembarang arah. Menghempaskan tubuhnya ke atas kasur king size miliknya. Memegang dadanya sembari memejam sebentar untuk meredam rasa sakit dan pening yang menyerang kepalanya. Beberapa menit berbaring, Devan mengubah posisinya menjadi duduk. Mengambil alih gitarnya dengan jari-jemari yang mulai bersiap memetik senar.Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu dari luar. Sudah di pastikan, itu pasti Bi Anggis-asisten rumah tangga di rumahnya yang datang untuk menyuruhnya makan.
"Den Devan, makan den!" Karena tidak mendapat balasan, Bi Anggis kembali bersuara. "Nyonya suruh den Devan turun kebawah!"
Devan memutar bola mata malas. Melempar asal gitarnya ke atas kasur, bangkit dan berjalan keluar kamar.
"Ada mama?"
Bi Anggis mengangguk. "Iya, den. Ada nyonya Intan."
![](https://img.wattpad.com/cover/271818696-288-k404298.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVANO (Selesai)✓
Fiksi RemajaSemenjak kematian Eren, semua berubah 180 derajat. Devan, ketua geng Black Tiger yang terkenal akan kekuasaannya merajai jalan, telah berubah menjadi sosok yang kasar dan ditakuti oleh semua orang. Ya, semua itu karena Devan merasa hidupnya sudah ha...