Bagian 14- Vagos Berulah

772 100 0
                                    

"Tidak setiap orang baik yang kamu kenal akan selamanya baik. Ada saat dimana ia lelah, dan memilih berubah."



Dengan penuh kerinduan, Intan bergegas memeluk Fero yang baru saja di bebaskan dari sel tahanan dengan sangat erat. Sementara Fero balas memeluk Intan dan mencium wanita itu berkali-kali.

Intan meneteskan air mata. Bukan, ini bukan air mata kesedihan, melainkan air mata kebahagiaan karena melihat putra keduanya sudah bebas dari penjara yang selama ini memisahkan mereka selama bertahun-tahun.

Intan melepaskan pelukannya dan mengusap jejak air mata yang masih tersisa dengan punggung tangan. "Mama kangen banget sama, Fero. Akhirnya kamu bebas, nak."

"Iya, m, Fero juga kangen banget sama mama." Fero tersenyum bahagia.

"Selamat ya, bu. Akhirnya Fero sudah bisa bebas dari penjara." Polisi itu berpaling menatap Fero, wajahnya terlihat serius. "Dan untuk kamu Fero, saya harap, kamu tidak akan pernah mengulangi perbuatan kamu lagi. Tolong, jangan kecewakan lagi orang-orang di sekeliling kamu."

"Baik, pak. Saya janji hal ini gak akan terulang lagi."

"Terimakasih ya, pak?" Intan tersenyum. "Saya juga berjanji akan memastikan Fero untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi. Dan saya percaya, Fero akan menepati janji itu."

***

"Akhirnya ya, sayang? Kita bisa kumpul-kumpul lagi kaya dulu." Intan tersenyum haru sambil menatap putranya. Rasanya, ia masih belum menyangka bahwa anak itu kembali berkumpul bersama.

Fero menoleh dan menatap Intan dengan wajah sedih. Perasaan bersalah memenuhi hatinya. "Maafin Fero ya, ma? Fero memang anak yang mengecewakan. Fero gak pantas jadi anak mama. Fero selalu buat mama susah, Fero selalu buat mama sedih, Fero gagal jadi anak mama."

Intan menggeleng cepat dan menggenggam tangan putranya dengan erat. "Kamu gak boleh ngomong seperti itu. Apapun yang terjadi, kamu tetap putranya mama. Putra kebanggaan mama. Gak akan ada yang bisa merubah itu."

Fero merasa dadanya sesak. Ruang oksigen disekitarnya seperti menipis. "Tapi, ma, Fero udah buat kacau semuanya. Fero orang yang jahat, ma. Fero pembun—"

Belum selesai dengan kalimat itu, Intan lebih dulu memotong. "Mama tahu kamu, Fero. Stop menyalahkan diri kamu sendiri. Mama yang telah melahirkan kamu dan mama yang lebih dulu tahu soal kamu."

Meski perih, Fero berusaha untuk tersenyum. "Makasih banyak ya, ma? Makasih mama udah selalu support Fero dan selalu ada buat Fero."

"Iya sayang," balas Intan dengan senyum lebar. Namun kehangatan itu tak berlangsung lama, saat suasana disekitar mereka berubah tegang sebab Fero menaikkan laju mobilnya dengan kecepatan tinggi.

"Sayang, kenapa?" Suara Intan terdengar panik. Sedangkan Fero malah mempercepat laju mobilnya saat pandangannya menangkap tiga laki-laki pengendara motor yang sejak tadi mengikuti mereka.

"Ma, ada yang ikutin kita."

Intan menoleh ke belakang, dan benar, ada yang mengikuti mereka. "Siapa mereka?"

Fero menggeleng. Tapi melihat dari jaket dan warna motornya yang sama persis, sudah pasti mereka anggota geng motor.

"Fero juga gak tahu siapa mereka," jawabnya. Kemudian, pria itu menekan rem secara mendadak saat pengendara motor yang sedari tadi mengikuti melaju lebih cepat dan berhenti tepat di depan mobil.

Dengan napas memburu, Fero putuskan untuk keluar menghampiri para anak-anak geng motor itu. Ia tidak mempunyai pilihan lain selain mengahadapi mereka. Fero tidak mau Intan celaka. Cukup nyawanya saja yang menjadi taruhan. Ia tidak ingin malaikat tanpa sayap di sampingnya itu kembali tersakiti akibat perbuatan bodohnya.

DEVANO (Selesai)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang