"Sejauh apapun langkahmu pergi, yang menjadi takdirmu akan tetap menemukan jalan pulang menujumu. Sedekat apapun kamu datang, yang bukan takdirmu takkan pernah bisa tinggal dan bertahan."
🍂🍂🍂🍂
Kairo, dua tahun lalu..
Seorang pria berkemeja putih berdiri di tepi jalan, ia baru saja turun dari taksinya. Suasana di sekitar cukup ramai dan berhasil membuatnya bingung karena ini adalah kali pertama ia menginjakkan kaki di tempat itu. Terik matahari sangat menyengat membuatnya berkali-kali mengusap peluh yang menetes di pelipisnya.
Berbekal alamat di kertas yang ia pegang , ia harus menemukan seseorang yang dia cari.
Langkahnya mendekati seorang lelaki berjenggot tebal yang sedang duduk di halte bus.
"Permisi. Bolehkah saya menanyakan sesuatu, Tuan?"
"Ya, silakan."
"Apakah Anda mengetahui alamat ini?"
"Ya. Ini adalah penginapan di dekat universitas Al Azhar. Anda lurus saja dari sini nanti ketemu InsyaAllah."
"Baik, terimakasih banyak."
Ia membawa langkahnya lagi, menemui masa depan seseorang yang sangat dia cintai.
°°°°
Zayan masih betah duduk di masjid seorang diri, padahal kajian sudah usai satu jam yang lalu. Ia terus berzikir untuk menenangkan hatinya. Hari ini adalah hari pernikahan Ainayya, bahkan mungkin saat ini gadis itu sudah resmi menjadi milik pria lain.
Ia ingin ikhlas, tapi hatinya tak bisa berbohong. Satu tetes air matanya jatuh, membasahi Al-Qur'an yang berada dalam pangkuannya. Dengan cepat ia mengucap istighfar dan menyeka air matanya. Bagaimana ia bisa selemah ini hanya karena makhluk.
Latif menghampirinya dan duduk di sampingnya. Ia tepuk pundak sahabatnya satu kali.
"Zayan pulanglah, kau harus istirahat. Akhir-akhir ini kau terlalu bekerja keras," ucapnya.
Pria yang terluka itu tersenyum, menunjukkan ekspresi yang berlawanan dari perasaanya.
"Latif, tolong berikan aku nasihat."
"Nasihat apa?"
"Apa saja."
Latif membenarkan posisi duduknya. Hembusan napasnya terdengar berat.
"Kau ingat nasihat Imam Syafi'i? 'Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya sebuah pengharapan, supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia. Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya.'"
"Tidak ada yang salah dengan perasaan. Yang menjadikannya bernilai salah atau benar adalah bagaimana cara kita mengambil sikap atas perasaan itu. Aku percaya kau sungguh serius dengan cintamu. Tapi Zayan, segala yang ada di dunia ini adalah titipan. Kau dititipi perasaan itu, kau menjaganya dengan baik. Dan sekarang saat Allah ingin mengambil titipan itu mengapa kau tidak rela?" Jeda tiga detik, "Karena kau sudah merasa memiliki bukan lagi dititipi."
"Kembalilah kepada Allah sebelum kamu kembali kepada Allah. Tiada cinta yang hakiki selain kecintaan pada Allah dan Rasul-Nya. Percayalah, sesuatu hal yang memang ditakdirkan untukmu lalu diambil darimu akan tetap kembali padamu, entah dalam versi yang lebih baik atau mewujud menjadi hal yang lain," pungkas Latif.
Zayan bergetar di tempatnya. Bola matanya memerah hebat, ia sangat tertampar dengan nasihat Latif. Bagaimana mungkin ia merasa memiliki apa yang sebenarnya hanya titipan untuknya. Bukankah sejatinya manusia memang tak memiliki apa-apa. Bahkan tubuhnya sendiri juga bukan miliknya tetapi titipan dari penciptanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Terakhir Bersamamu (Complete)
SpiritualNaya, gadis tujuh belas tahun itu mengalami goncangan batin yang cukup hebat saat orang yang dicintainya meninggalkanya secara sepihak. Harinya selalu dipenuhi dengan bayang masa lalu. Meski sekuat tenaga ia berlari menjauh kenangan itu seolah mengi...