Sebuah Ilusi

258 27 6
                                    

Aku tersenyum haru memandangi potret-potret kebahagiaan yang dikirimkan oleh Naifa. Sahabatku, sudah resmi menjadi seorang istri. MasyaAllah... aku benar-benar tidak menyangka skenario Allah akan berjalan seperti ini.

Gadis itu terlihat lebih kalem dalam balutan gaun pengantin syar'i berwarna merah muda. Suami Naifa juga tampan, tak kalah tampannya dari aktor-aktor yang kerap berseliweran di layar kaca. Aku yakin sahabatku akan bahagia.

"Nay, sudah siap?"

Aku mendongak seraya mengulas senyum tipis. Kuanggukan kepala dan menghampirinya. Hari ini aku akan terjun langsung menjadi relawan untuk membersihkan salah satu Masjid besar yang terkena banjir. Akhirnya Mas Abyan mengizinkanku mengikuti komunitas relawan yang pernah Terang tawarkan. Bukan karena hatinya sudah luluh, tapi karena ternyata kakak iparku yang cantik adalah salah satu pengurusnya.

Allah memang tak pernah salah memilihkan takdir. Ketika kita angkat tangan dari terlalu mengejar dunia maka Allah sendiri yang akan mendatangkan dunia pada genggaman kita. Ketika kita ingin berubah menjadi lebih baik, Allah juga yang akan memilihkan orang-orang baik untuk mendampingi kita berproses.

Menelusuri jalanan yang berlumpur membuatku dan Kak Haura sedikit kewalahan. Sudah berkali-kali aku terjebak di kubangan lumpur yang cukup dalam. Membuat motor yang kami tumpangi berdiam di tempat.

"Subhanallah, Nay. Turunlah, biar aku yang mengurus ini," aku menoleh setelah mendapati sebuah motor berhenti di sampingku.

Pria dengan koko berwarna abu-abu itu melepas helm seraya berbicara menyuruhku berhenti berusaha mengeluarkan motor yang terjebak ini.

Aku menurut saja dan berjalan ke samping Kak Haura.

"Kenal dengan Terang, Dik?" tanyanya.

Aku mengangguk. "Teman sekolah, Kak."

Kak Haura membeo. Setelah Terang berhasil mengeluarkan motor Kak Haura. Kami memutuskan untuk berjalan kaki saja ke masjid yang jaraknya sudah tidak terlalu jauh. Karena jalanan di depan sana juga tidak kalah tragisnya jika kita nekat untuk tetap menaiki motor.

Sepanjang perjalanan aku hanya menyimak saja obrolan Kak Haura dengan Terang. Lagi pula aku tidak paham apa yang mereka bicarakan. Baru setelah Terang menanyakan kebetulan seperti apa yang membuatku dan Kak Haura bisa bersama aku ikut andil dalam perbincangan.

"MasyaAllah, jadi Kak Haura sekarang istrinya Mas Abyan? kagetnya tak percaya. Kentara sekali bahwa Terang terkejut.

"Qadarullah, Te," ucap Kak Haura. Aku tidak tahu apakah Kak Haura bahagia menikah dengan Mas Abyan. Karena bagaimanapun pernikahan mereka tidak pernah direncanakan oleh keduanya. Meskipun sudah pasti telah terancang dengan sempurna dalam rencana Allah.

"Kalian sama-sama beruntung. Salih dan salihah. Semoga kelak buah cinta kalian menghasilkan para generasi pecinta Al-Qur'an yang memgambil estafet dakwah kalian ya kak," ucap Terang.

Kak Haura mengamini do'a Terang lirih. Meski kutangkap rona menyedihkan dari wajahnya.

Sesampai di masjid sudah banyak sekali pemuda-pemudi yang berkumpul. Setelah diberi arahan oleh ketua komunitas kami bekerja sama membersihkan masjid, dan sekitarnya.

Rasanya sangat menyenangkan. Tak hentinya aku memanjatkan pujian untuk Allah telah mempertemukanku dengan orang-orang ini. Yang mewakafkan dirinya di jalan kebaikan, menjadi bagian kecil di bumi untuk program besar langit.

Semua orang di sini ramah dan loyal. Tidak membeda-bedakan jabatan, tahta dan hal yang bersifat duniawi lainnya. Tak ada istilah senior dan junior, kita semua adalah sahabat dalam wadah bernapaskan Islam.

Senja Terakhir Bersamamu (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang