Aku mematut diri di depan cermin. Gamis berwarna dusty purple dengan jilbab yang serasi menjadi warna andalanku hari ini. Hari yang bersejarah untuk Sarah.
Aku menggamit tas selempang dan bergegas memakai flat shoes dengan cepat saat mendengar bunyi klakson mobil di depan indekos. Teman-temanku pasti sudah datang. Aku memang janjian dengan beberapa teman LDK untuk berangkat kondangan ke nikahan Sarah bersama."MasyaAllah, tuan putri. Awas jangan sampai ketuker nanti sama pengantinnya," celetuk Dea.
Aku hanya memberikan senyuman lebar dan segera masuk mobil. Baru duduk sebentar aku merasa ada yang tertinggal.
"Eh, kado aku ketinggalan," kataku setelah melihat bingkisan teman-temanku dalam pangkuan masing-masing.
"Untung kita belum jalan, Nay. Ya udah ambil dulu gih," kata Fatir, sang pemilik mobil.
"Aduh maaf ya, kelupaan. Aku ambil dulu sebentar."
Aku berlari kecil melesat ke dalam kamar. Saat melirik ke meja belajar aku melihat undangan pernikahanku. Segera saja aku mengambilnya dan memasukkanya ke dalam tas. Sekalian aku ingin memberikan bagian Terang, pria itu pasti datang mengingat calon suami Sarah adalah dosen muda di kampusnya yang sudah akrab dengan Terang. Siapa tahu dia ingin langsung memberikan ke teman-temannya hari ini. Mengingat waktunya sudah semakin dekat.
Setengah jam perjalanan kami sampai di lokasi. Hal pertama yang kulihat setelah turun dari mobil adalah Terang yang juga baru sampai. Aku melirik sekilas ke arahnya sambil tersenyum. Saat matanya juga menangkap keberadaanku Terang membalas senyumanku. Tapi, aku melihat sesuatu yang janggal, ada yang berbeda dari caranya memandangku. Ada apa dengannya?
Aku langsung diseret oleh teman-temanku ke dalam sebelum aku sempat menyapa Terang. Saat mengantri di buku tamu aku sempatkan untuk mengirim chat di grup bahwa aku ingin bertemu Terang nanti saat selesai acara Sarah untuk memberikan undangan. Setelahnya aku kembali memasukkan handphone ke tas tanpa menunggu balasannya.
Bagian tamu untuk laki-laki dan perempuan dipisah. Sarah duduk di bangku pelaminan selayak ratu. Aku berhambur memeluknya sembari mengucapkan do'a untuknya.
"Barrakallahu laka wa baarroka 'alayka, wa jama'a bainakuma fikhoirin."
"MasyaAllah, makasih Sayang," timpalnya heboh.
"Udah jadi istri pak dosen nih," godaku.
Sarah terkekeh dan mencubit lenganku gemas.
"Alhamdulillah, tinggal giliran kamu nih. Mana undangannya?" todong Sarah.
"Awas ya kalo kamu ngga datang ke Kebumen," ancamku.
"InsyaAllah datang dong. Sekalian bulan madu." Sarah mengedipkan sebelah matanya. "Aku mau menjelajah pantai-pantai cantik di Kebumen."
"Aku tunggu pokoknya!"
Setelahnya kami semua foto bersama dan menikmati hidangan yang diberikan. Konsep pernikahan Sarah sungguh sangat memperhatikan syari'at. Bahkan prasmanan yang sekarang lebih umum tidak menggunakan kursi pun hal itu tak berlaku di pernikahan Sarah. Beratus kursi berjejer rapi untuk bisa membuat semua tamu makan sambil duduk.
Setelah satu jam lebih kami pamit untuk pulang. Aku tak lagi ikut bersama teman-temanku. Aku mengecek grup persiapan nikah yang ternyata sudah ada balasan dari Terang. Pria itu memintaku menunggu di depan Masjid yang tak jauh dari lokasi walimah Sarah. Hanya tinggal jalan kaki saja. Sekalian juga aku salat duhur di sana.
Saat sedang melipat mukena selepas salat mataku melirik ke arah bayi mungil yang berada satu saf di depanku. Perempuan berwajah teduh yang sepertinya memang Ibunya membelai lembut pipi bayi yang kutebak baru berusia 4 bulan. Ditatapnya lembut bayi itu sembari tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Terakhir Bersamamu (Complete)
SpiritueelNaya, gadis tujuh belas tahun itu mengalami goncangan batin yang cukup hebat saat orang yang dicintainya meninggalkanya secara sepihak. Harinya selalu dipenuhi dengan bayang masa lalu. Meski sekuat tenaga ia berlari menjauh kenangan itu seolah mengi...