Aku mematut diri di depan cermin, membenahi jilbab yang biasanya kuselempangkan ke pundak kini kumemakai khimar yang tergerai panjang hingga menjulur menutupi dada.
Keyakinanku menguat untuk berhijrah setelah semalam Mas Abyan menunjukkan padaku catatan-catatannya saat ia mengikuti kajian. Mas Abyan juga menceritakan padaku kisah-kisah wanita mulia pada zaman Nabi.
Ada rasa takut dalam hati, banyak kata yang berlarian dipikiranku. Bagaimana pendapat teman-temanku nanti? Kata Mas Abyan aku juga harus mulai menjaga sikapku. Jangan ketawa ngakak, belajar pakai rok kalau kemana-mana, jaga pandangan, kurangi interaksi berlebihan dengan lawan jenis.
Ah, kenapa rasanya berat sekali. Aku tipe orang yang suka tertawa lepas apalagi kalo di kelas yang isinya bocah-bocah lawak semua. Untuk masalah rok, okelah tak masalah aku nyaman pakai rok meski jujur lebih mudah pakai celana.
Jaga pandangan ya, apa artinya aku tak boleh menatap Terang lagi? Meski dari jauh? Aku segera menoyor kepalaku sendiri. Bodoh, ini langkah awal Naya. Come on ! You can ! Kamu bisa move on!. Ini memang sesuatu yang baru yang akan kulakukan, semoga Allah memudahkan jalanku.
Dan untuk masalah interaksi dengan lawan jenis, ini paling berat buat ku kurangi. Karena bagaimanapun aku dekat dengan teman laki-laki di kelas. Apalagi Zayan, aku tak boleh lagi menjitaknya, bersalaman denganya atau tos persahabatan seperti biasanya. Bagaimana reaksi anak itu nanti? Ah kupikirkan saja nanti, pelan-pelan.
Terbukti, kini dua pasang mata menatapku keheranan, memindai dari atas hingga bawah berungkali dengan pandangan yang membuatku risi. Kemudian, sebuah tangan menempel di keningku, sekarang aku yang menatapnya heran.
"Kamu, baik-baik aja kan, Nay?"
Aku mengangguk."Alhamdulillah."
Sekarang giliran pria yang tingginya bak tiang listrik itu mendekatiku, melipat satu tanganya di depan dada dan satu lagi memegangi dagunya, persis seperti bos yang sedang menilai cara kerja karyawanya.
Aku menimpuknya dengan tisu bekas yang tadi kugunakan untuk mengelap keringat.
"Biasa aja woy terpesonanya, bentar lagi iler netes tuh"Dia bedecih pelan."Lagian lo tumbenan amat pake begituan, abis ceramah dimana, nih, mama dedeh dadakan."
Aku memutar bola mata malas, ini dia nih ujian pertama yang harus kuhadapi. Komentar dari orang-orang, termasuk sahabat sendiri.
"Nay, sumpah deh kamu kenapa sih jadi gini. Emang ngga gerah pake gamis longgar begitu ditambah ni jilbab gede banget lagi." Naifa menyentuh khimar panjangku.
"Aku itu mau berusaha jadi lebih baik lagi, kalian jangan komentarin aku terus dong. Dukung aku, kek," kataku kesal.
"Gimana ngga mau komentar. Kamu berubahnya langsung drastis gini sih."
"Tapi by the way Naya cantikan gitu sih, cocok jadi istri shalihah," timpal Zayan seraya duduk kembali di kursinya.
"Cakeepp." Aku mengacungkan dua jempol ke arahnya.
Naifa hanya mendengus kesal dan kembali duduk, aku mengambil duduk di samping Naifa. Hari ini aku, Zayan, Naifa, dan Atha teman satu kelasku memang sedang berkumpul di kantin sekolah, membahas kerja kelompok kami.
Menjadi murid sekolah tingkat akhir memang begitu menguras waktu, banyak yang perlu di persiapkan. Selain ujian nasional, ada juga ujian praktek, dan serentetan ujian lainya. Belum lagi sekolah kejuruan memang menugaskan untuk membuat proyek akhir di awal semester seperti ini, baik proyek individu maupun kelompok yang bisa menyita waktu sampai berbulan-bulan kalau tidak rajin mengerjakannya. Sebenarnya aku bingung dengan yang satu ini, namanya proyek akhir kok mengerjakanya di awal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Terakhir Bersamamu (Complete)
EspiritualNaya, gadis tujuh belas tahun itu mengalami goncangan batin yang cukup hebat saat orang yang dicintainya meninggalkanya secara sepihak. Harinya selalu dipenuhi dengan bayang masa lalu. Meski sekuat tenaga ia berlari menjauh kenangan itu seolah mengi...