Perpisahan Tanpa Dendam

650 41 4
                                    

"Dua prajurit yang tak terkalahkan adalah hati yang ikhlas dan doa yang tulus."
 (Ibnu Taimiyah)

🍂🍂🍂🍂

"Meninggalkan bukan hanya langkah kaki yang pergi, Naya. Kadang ada beberapa hal yang harus segera diakhiri agar tak terlalu menyakiti di kemudian hari."

Gemuruh dadaku semakin menjadi. Aku paham apa yang diucapkan Terang. Dia memilih meninggalkanku lebih awal dari pada saat aku sudah jatuh terlalu dalam. Tapi nyatanya aku memang sudah jatuh hingga dasar.

Persepsi orang tentang jika perempuan jatuh cinta maka semakin hari akan semakin bertambah. Tetapi pada fase di mana pria yang jatuh cinta adalah hal yang sebaliknya. Kini pendapat itu terasa benar-benar realita.

Aku menghela napas untuk kesekian kalinya. Terlebih aku merasa lebih berantakan dari pada hari di saat aku menyakiti perasaan Keira. Gadis itu mengorbankan sesuatu yang berharga untukku. Sungguh, aku merasa menjadi orang yang paling menyakiti sekarang.

Terang bercerita dua hari setelah perpisahan SMP Keira menemuinya. Keira meminta Terang untuk menjagaku dan tak pernah melukaiku. Keira meminta Terang untuk selalu membahagiakanku.

Tak cukup dengan itu. Kemarin pun dia kembali menemui Terang di saat tahu aku terluka. Dia menagih semua perkataan Terang yang pernah dijanjikan kepadanya untuk membahagiakanku.

Aku tak bisa membayangkan bagaimana ada manusia seperti itu di dunia. Mengorbankan cintanya untuk orang yang menghianatinya. Kupikir Keira sangat membenciku waktu itu. Dia memutus semua kontak dan menghilang dariku.

Tapi sekarang aku sadar. Setiap orang punya cara sendiri untuk sembuh dan melanjutkan hidup. Untuk menyelamatkan kewarasannya. Termasuk menjauh dari orang-orang yang berpengaruh buruk terhadap perasaannya. Entah itu untuk sementara atau pun selamanya.

Aku menenggelamkan wajah di kedua telapak tangan, kembali menangisi kebodohanku. Pria di sampingku sudah berhenti menangis, namun aku juga mengerti dia baru saja tertampar oleh hidup. Semoga masalah ini adalah masalah yang membuat kita mendewasa.

"Aku tahu aku yang paling bersalah di sini Naya. Seharusnya aku tidak pergi begitu saja. Setidaknya aku tidak harus meninggalkan pertanyaan besar di hatimu dan kamu bisa melanjutkan hidup dengan baik," ujar Terang.

Aku sudah tidak peduli apapun pengakuan dari Terang. Lukaku sudah tidak penting lagi. Sekarang aku hanya ingin menemui Keira dan minta maaf sebanyak-banyaknya kepadanya.

"Maafkan aku Naya," kata Terang untuk yang kesekian kali. "Silakan, kamu berhak untuk marah dan meluapkan semuanya padaku," lanjutnya pasrah.

Tidak berguna lagi semua itu. Amarah tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Aku sudah pernah. Aku pernah menimbun marah yang lambat laun membeku menjadi benci dan dendam. Tapi efeknya, hatiku tidak pernah merasa tenang. Nyatanya dua tahun hidupku sia-sia meratapi nasib, menyalahkan takdir, dan berusaha terlihat benci.

Benar apa yang dikatakan orang. Semua perempuan pandai berpura-pura dan bersikap yang berlawanan dengan perasaan. Aku seolah membenci Terang. Tapi nyatanya tidak ada benci yang bisa melawan cinta. Aku tetap bodoh mencintainya meski selalu juga kuusahakan berlari. Marahnya perempuan selalu sementara. Tapi sakit hatinya bisa permanen.

"Melepas bukan pertanda tak tersisa rasa yang membekas, Terang. Sesuatu yang telah diingat oleh hati memang sulit dilupakan oleh otak. Tapi terkadang ada beberapa hal yang memang harus diikhlaskan sekarang demi kebaikan masa depan yang akan datang," ucapku.

Terang menoleh dengan sorot pandangan yang tak dapat kumengerti maknanya.

"Terimakasih untuk semuanya," pungkasku yang hanya dibalas oleh kebungkaman Terang. Aku tak tahu dan sama sekali tidak mau tahu apa yang sedang dia pikirkan.

Hari ini aku memutuskan untuk berdamai. Aku katakan pada Terang aku memaafkannya meski jujur saja aku belum bisa melupakannya.

Karena merelakan tak selalu harus benar-benar melupakan, tapi keberanian untuk memulai menghadapinya.

Dalam hati aku mematri janji mulai hari ini aku akan benar-benar menata hidupku lagi. Tak lupa aku juga menyampaikan permohonan maaf dengan tulus pada Terang. Akan ku simpan kisah ini dalam ruang kenangan. Masa lalu dan semua rasa sakitnya biarlah jadi pengingat agar kita tak melakukan kesalahan yang sama lagi di langkah selanjutnya.

Tepat di bangku Taman Baiturrahman perpisahan terjadi. Tanpa dendam, tanpa kebencian. Aku dan Terang saling melempar senyum dan melambaikan tangan sebelum akhirnya kami sama-sama memalingkan pandangan dan fokus ke depan. Menuju pulang masing-masing.

***

"Ikhlas, Nay. Ini semua udah skenario dari Allah. Ini pelajaran berharga buat kamu biar ke depannya kamu ngga salah jalan lagi." Aku mengangguk mendengar suara Mas Abyan di telepon. Meskipun sang pemilik suara tak melihat reaksiku.

"Iya, Mas." jawabku.

"Dua prajurit yang tak terkalahkan adalah hati yang ikhlas dan doa yang tulus. Kamu harus ikhlas menerima semua ini dan jangan menyikapinya seperti dunia akan runtuh. Jadikan ini kesempatan untuk kamu berbenah. Pelan-pelan aja, Mas tahu ini nggak mudah buat seumuran kamu. Dan jangan lupa berdo'alah dengan tulus buat mereka yang terlibat. Semoga kalian bisa menemukan masa depan terbaik kalian masing-masing." Jelas Mas Abyan.

"Iya, Mas. Terimakasih udah mau dengerin Naya curhat."

"Iya sama-sama. Jangan sungkan untuk berbagi apapun. Mas akan selalu berusaha ada buat kamu."

Aku tersenyum bahagia. Merasa bersukur mempunyai Kakak seperti Mas Abyan. Dulu aku sangat ingin mempunyai kakak perempuan. Karena menurutku memiliki saudara yang sesama jenis bisa lebih akrab untuk bertukar pikiran dan berbagi apa saja tanpa sungkan. Tapi sekarang jika waktu bisa diulang dan aku diberi pilihan ingin kakak seperti apa. Aku ingin memiliki banyak kakak yang seperti Mas Abyan. Atau satu saja sudah cukup asalkan itu Mas Abyan. Aku tidak ingin kakak yang lain sekalipun itu perempuan.

"Kamu sudah salat Isya?" tanya Mas Abyan karena aku sudah terdiam cukup lama.

"Lagi halangan. Mas lagi di mana? Nay ngga ganggu kan?"

Aku mendengar suara banyak orang yang tertawa di telepon. Aku takut Mas Abyan sedang sibuk dan aku malah menganggunya untuk curhat.

"Lagi di ruang sekretariat. Tadi baru rapat LDK tapi udah selesai kok ba'da maghrib tadi."

Oh iya, Mas Abyan-ku ini juga merupakan ketua organisasi Lembaga Dakwah Kampus di kampus tersayangnya. Aku bangga sekali padanya. Teringat bagaimana dulu Mas Abyan sangat terpuruk di awal hijrahnya. Sampai sekarang aku tidak tahu apa alasan spesifik Mas Abyan menempuh jalan hijrah. Saat aku bertanya apa motivasinya, Mas Abyan selalu bilang dia ingin dekat dengan Allah, dia sudah terlalu menyia-nyiakan masa mudanya untuk hal-hal yang kurang berguna. Padahal kelak akan ada pertanyaan di hari perhitungan untuk apa saja masa muda digunakan.

Melihat Mas Abyan seharusnya aku bisa mencontohnya. Bahwa tiada yang tidak mungkin bagi Allah. Masa lalu memang tak bisa diubah. Tapi masa depan masih bisa diperbaiki dan dipersiapkan lebih baik.

Setelah mengakhiri pembicaraan dengan Mas Abyan. Aku melangkah menuju meja belajar. Ku siapkan buku catatan kosong yang baru aku beli siang tadi di koperasi sekolah. Ini awalku. Kucatat semua target-target yang ingin kucapai ke depannya. Kujabarkan keinginan-keinginan yang ingin aku wujudkan di masa depan dengan penuh harapan dan keyakinan.

Ya Allah, hambamu yang fakir kembali....
Mohon kasih dan rahmatmu untuk selalu membersamai langkah-langkahku.
Jangan lagi kau palingkan aku pada dunia yang penuh tipu daya.
Aku tahu Kau selalu menetapkan takdir yang terbaik..




Asalamu'alaikum teman-teman.
Ainayya balik lagi nih.
Alhamdulillah udah dapet hidayah, semoga ngga tergoda lagi sama tipu daya manusia dan hatinya yang berbolak-balik Aamiin 😁💕

Jangan lupa baca Al-Qur'an hari ini 😊

❤Senja Terakhir Bersamamu❤

_Kebumen, 19 Juni 2020_

Senja Terakhir Bersamamu (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang