Para Hati Yang di Uji

211 29 0
                                    

Gadis itu tersenyum dengan manis. Kemudian mendekat untuk menyapaku. Aku jadi sedikit menyesal pergi ke loker lebih awal. Kenapa tak ada seorang pun selain dia di sini, membuatku bingung saja harus bersikap bagaimana.

"Hai, kamu Naya kan?" tanyanya pertama kali.

Aku mengangguk dan tersenyum kikuk. Mungkin senyumku kali ini terlihat aneh.

"Aku Syifa, dulu kita satu sekolah," ujarnya sembari mengulurkan tangan.

Aku menyambut uluran tangannya seraya menyebutkan nama.

Ya, Syifa. Bagamana aku bisa lupa? Gadis ini yang dulu seringkali bersama Terang, mengkhawatirkan Terang, membuat Terang berkelahi, menggila, dan melupakanku. Bagaimana aku akan lupa?

"Aku baru di sini, admin line 5 produksi. Mohon bantuannya ya," katanya dengan senyum merekah.

Astaghfirullah. Apa maksud semua ini Ya Allah? Aku memang telah sepenuhnya merelakan perasaanku pada Terang, tapi bukan berarti aku masih ingin melibatkan diri pada hal-hal yang berhubungan dengannya. Termasuk perempuan ini. Aku bukan tak ikhlas, hanya saja melihatnya di depanku aku jadi teringat lagi masa laluku.

Atau memang aku saja yang terlalu pengecut. Seolah melarikan diri dan tak mau menghadapi. Tapi sungguh, rasanya semua perempuan manapun akan mengerti. Betapa ini tidak mudah.

Aku tersenyum dan mengangguk untuk meresponya. Kemudian aku mengganti baju dan keluar dari loker untuk menuju toilet. Biar sajalah aku ikuti permainan takdir di bumi ini. Tapi satu hal yang harus kupastikan. Aku takkan lemah seperti dulu. Takkan lagi.

***
Rapat LDK baru saja selesai lima belas menit yang lalu. Mempersiapkan kegiatan donasi untuk Rumah Yatim dan Dhuafa juga korban banjir. Aku masih berada di dalam musala kampus setelah melaksanakan salat maghrib. Dari tempat kerja aku memang langsung datang ke sini. Meskipun lelah dan mengantuk aku tidak mungkin lari dari tanggung jawab bukan?

"Naya," aku mendongak saat mendengar suara itu. Mas Abyan berdiri di depan pintu akhwat sembari membuat gerakan agar aku menghampirinya.

Aku memberi isyarat agar ia menunggu sebentar, aku belum membereskan mukenahku.

"Naya, Kak Abyan itu kakak kamu ya?" tanya Kak Fajria, gadis cantik berkacamata,Kakak tingkat sekaligus temanku di LDK yang super cerdas.

Aku mengangguk seraya tersenyum. Kulihat wajahnya tersipu.

"Anu.. ehmmm," katanya terdengar ragu-ragu.

"Kenapa Kak?"

"Anu... Kak Abyan sudah punya calon belum?" ucapnya lirih, tapi masih bisa kudengar.

Gerakan tanganku yang semula ingin memasukan mukena ke dalam tas mendadak berhenti. Aku menatap wajah Kak Fajria dengan senyuman tipis.

"Kakak, suka Mas Abyan?" tanyaku hati-hati.

Gadis itu mengangguk malu. Aku tidak bisa membayangkan betapa banyak hati perempuan yang akan dipatahkan saat nanti Mas Abyan mengumumkan pernikahannya. Tapi memang sunahnya begitu bukan? Agar tidak ada lagi hati yang berharap diam-diam seperti ini. Lagian tujuanya bukan sengaja ingin mematahkan tapi ada satu hati yang sudah mendapatkan hak untuk sepenuhnya diakui dan dijaga.

Senja Terakhir Bersamamu (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang