Niat Baik dari Masa Lalu

226 30 2
                                    

Beberapa tahun kemudian...

Semester ke-7 kuliah, rasanya aku tidak percaya sudah berjalan sejauh ini. Setelah banyak lika-liku jalan terjal yang kulewati tinggal beberapa waktu lagi aku bisa menyelesaikan pendidikanku.

Allah Maha Baik, penyayang semua hamba-Nya. Selain Allah memudahkan segala urusanku dalam dunia pendidikan, Allah pun memberiku kemudahan dalam dunia pekerjaan. Tahun kedua bekerja aku diangkat sebagai karyawan tetap di perusahaan. Hingga aku tak perlu merepotkan Ayah untuk melanjutkan biaya pendidikan atau berkelana mencari pekerjaan baru.

"Nay jadi bazarnya?" tanya Mas Abyan yang baru saja dari arah dapur.

Aku langsung mengambil alih bayi mungil yang berada dalam gendonganya. Akhirnya setelah saling mengenal kini Mas Abyan dan Kak Haura sudah saling mencintai. Bahkan sudah memberikanku keponakan lucu bernama Hafshah. Aku bersyukur melihat Kakakku satu-satunya bahagia.

"InsyaAllah jadi, Mas. Nanti jam 9."

Hari ini anak-anak LDK memang akan mengadakan bazar di alun-alun kota. Sebagai salah satu cara galang dana untuk membantu pembangunan rumah tahfidz.

Sebenarnya aku sudah tidak terlalu aktif di kegiatan LDK semenjak memasuki semester akhir ini. Tapi saat aku memiliki waktu libur rasanya akan sia-sia jika aku tak menggunakannya untuk mencari bekal pulang ke akhirat nanti.

"Yaudah nanti Mas ikut nyumbang ya, nitip di kamu aja."

Aku tersenyum lebar dan mengangguk.

"Jazakallah, Mas. Semoga rezeki Mas dilipat gandakan sama Allah."

"Aamiin," balasnya sembari mengusap puncak kepala Hafshah.

"Nay, umur kamu berapa sekarang?" tanya Kak Haura yang baru saja dari dapur sembari membawa pisang goreng yang masih mengepul.

"Ehmm.. 21 jalan. Kenapa, Kak?" tanyaku heran.

Aku langsung saja mencomot pisang goreng bikinan kak Haura. Tak bisa menahan aroma harumnya.

"Kalau ada yang mau halalin udah siap belum?" tanyanya menggoda sembari duduk di sebelah Mas Abyan.

Aku menatap keduanya dengan dahi mengernyit. Pertanyaan macam apa ini?

"Udah siap belum?" tanya Mas Abyan ulang saat mendapati aku hanya terdiam.

"Lulus kuliah juga belum," jawabku sekenanya sembari terus menyantap pisang goreng.

"Kan nggak harus lulus kuliah dulu. Mas sama Haura aja dulu nikah pas belum lulus," ujarnya.

Aku menggaruk kepala yang tidak gatal. Pasalnya bahasan perihal perasaan sudah lama sekali tidak terjadi. Semenjak lulus sekolah aku seolah menghindar dari yang namanya cinta-cintaan. Apalagi tentang pernikahan. Aku belum berpikir sampai ke sana. Aku ingin lulus kuliah dengan baik terlebih dahulu. Bantu Ayah kuliahin Faiz setinggi-tingginya. Anak itu punya cita-cita menjadi dokter. Dan aku tahu biaya kuliah kedokteran tidak sedikit.

"Terang mau lamar kamu."

Empat kata dari Mas Abyan berhasil membuatku tersedak pisang goreng yang dengan nikmatnya sedang kumakan. Aku terbatuk hebat sampai membuat Hafshah kaget dan menangis.

Setelah Hafshah berpindah ke tangan Kak Haura. Mas Abyan menepuk pundakku pelan seraya menyodorkan air minum. Langsung saja aku meneguknya sebanyak mungkin.

"Pelan-pelan makannya, Nay."

Setelah batukku mereda aku bisa bernapas lebih teratur. Mendengar perkataan Mas Abyan yang tadi adalah sesuatu yang tak pernah kupikirkan akan terjadi sedikitpun. Bahkan, di hari aku bertekad melupakan Terang aku berpikir akan melupakannya selamanya. Aku bahkan selama ini menyangka bahwa Terang masih memiliki rasa istimewa untuk Syifa. Ya, satu tahun bekerja di perusahaan yang sama membuatnya seringkali bercerita tentang Terang. Dan setahuku mereka masih dekat. Jadi rasanya adalah suatu hal yang sangat aneh jika Terang ingin melamarku. Jangan bercanda. Dia hanya masa lalu!

Senja Terakhir Bersamamu (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang