Senyum dan Tatap

484 43 9
                                    

Suasana koridor cukup ramai dengan murid-murid yang berdiskusi satu sama lain. Mereka lebih memilih merelakan jam makannya terlewat demi mengejar materi yang belum sempat mereka pelajari semalam. Istilah SKS atau sistem kebut semalam memang tak baik dijadikan pilihan untuk belajar. Karena nyatanya kita sendiri yang akan kerepotan dan merasa bingung harus memulai dari mana.

Bukannya banyak ilmu yang bisa diserap malah membuat otak menjadi panik dan lelah. Hingga dampak buruknya memori terganggu dan sulit menerima rangsangan informasi dari luar.

Belajar efektif itu ibarat orang yang makan. Sesuap demi sesuap, kita nikmati hingga kenyang dan membuat badan segar. Sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit juga.

Aku dan Naifa sama-sama tenggelam dalam bacaan masing-masing tanpa mempedulikan kebisingan yang terjadi seperti pasar di sekitar. Satu bungkus keripik tergeletak di tengah-tengah kami. Kami termasuk tipe manusia yang menjunjung tinggi keyakinan bahwa perut kenyang lebih memudahkan otak menyerap informasi dari pada perut yang kelaparan.

Dapat teori dari mana? Tentu saja dari kami sendiri hehe

Kalau dua hal bisa dikerjakan sekaligus tanpa menganggu konsentarsi mengapa harus memilih salah satu? Jadilah kami terapkan belajar sambil makan cemilan.

Tiba-tiba saja seorang makhluk duduk di tengah-tengah antara aku dan Naifa dan tanpa ragu ikut berkontribusi memakan keripik kami. Manusia yang sudah seminggu ini terlihat menjaga jarak dari kami.

Aku dan Naifa terkejut sejenak untuk kemudian saling lirik dengan canggung. Detik selanjutnya kami menatap pria itu dengan pandangan heran.

"Kenapa lo pada?" katanya seraya memandang kami bergantian."Iya tahu gue masih ganteng," lanjutnya percaya diri.

Aku mendapati Naifa tersenyum tipis, tapi dia menyembunyikannya dengan menundukan wajah.

"Kamu kemana aja?" tanyaku berusaha bersikap biasa saja.

Biasanya jika ada ujian atau ulangan harian. Pria itu tak pernah lepas belajar dengan kami meskipun berbeda ruang ujiannya. Memang siswa kelas kami dipisah menjadi dua regu yang berbeda ruangan dan akan dicampur dengan kelas lain yang berbeda jurusan. Tindakan untuk mencegah terjadinya kegiatan budaya percontekan.

Aku dan Naifa berada di ruangan yang sama. Zayan terpisah di ruang sebelah.

Dia benar-benar tidak tahu malu. Menyantap keripik kami dengan rakusnya hingga tandas. Setelahnya ia mengambil tupper ware milik Naifa dan menguk airnya hingga setengah botol. Naifa pun tak protes seperti biasannya. Dia terlalu kentara gugupnya sekarang.

"Kenapa? Kangen?"

Aku mendengus kesal. Aku kira dia menghilang satu minggu sedang taubat nasuha dan menyingkirkan sikap-sikap menyebalkannya. Masih sama saja ternyata!

"Bokap gue pulang. Lumayan seminggu di rumah jadi gue selalu berangkat jam mepet-mepet masuk." Cerita Zayan.

Belum sempat aku menimpali dia sudah berbicara lagi." Lo dapet salam dari bokap," katanya.

"Wa'alaihissalam warahmatullah." Jawabku.

Jika kemarin Mas Abyan tidak membagi ilmunya padaku. Aku pasti akan menjawab wa'alaikumussalam. Karena begitulah yang kutahu karena sering mendengar orang lain menjawab demikian atau menyampaikan salam balik.

Dari 'Aisyah radhiyallahu'anha bahwa Nabi Muhammad shalallahu'alaihi wa sallam pernah berkata kepadanya: "Wahai Aisyah, ini Jibril menyampaikan salam(melaluiku) untukmu."

Maka Aku ('Aisyah) katakan:
"Wa'alaihis Salam wa Rahmatullah. Nabi shalallahu'alaihi wa sallam melihat apa yang tidak saya lihat."

Lagi-lagi aku sungguh bersyukur ditakdirkan sebagai adiknya Mas Abyan. Sekarang Mas Abyan akan selalu mengirim catatannya saat dia kajian padaku. Enak sekali dia bisa dekat dengan taman-taman surga di sana. Menuntut ilmu secara langsung bersama ustad-ustad yang hanya bisa aku lihat dari youtube. Setelah lulus aku bertekad untuk kuliah di kampusnya Mas Abyan. Mencari lingkungan yang akan mendorongku terus mendekat kepada Allah.

Senja Terakhir Bersamamu (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang