"Karena mendekati di saat belum siap menghalalkan adalah kejahatan. Karena memberi harap sebelum tahu arah melangkah adalah penyiksaan."
🍁🍁🍁🍁🍁
"Lo ngga tahu?" tanya Naifa dengan alis bertaut.
Aku menggeleng perlahan, namun tak bisa menyembunyikan kenyataan bahwa aku terkejut mendengar cerita ini.
"Masih anget-angetnya sih. Katanya kemarin juga hampir berantem di parkiran. Lagian cewenya pengin banget gue jitak. Udah punya cowo juga!" Kata Naifa mulai emosi.
Alasan Terang berantem kemarin terjawab sudah. Terang dikabarkan menyukai Syifa yang ternyata sudah punya pacar. Kupikir melihat Syifa sebegitu perhatiannya pada Terang di UKS dulu, juga melihat mereka berdua bernyanyi bersama di ruang Osis waktu lalu menjadi hal yang tidak mengejutkan lagi untuk menyebut mereka dekat.
Siapa sangka Syifa sudah punya pacar. Tapi apa peduliku dengan semua itu.
"Kena karma juga tuh si Gelap! Nyakitin lo sih!" Maki Naifa.
"Hushh, udah Fa. Bukan urusan kita juga." Aku mencoba mencegah Naifa untuk bicara lebih banyak lagi. Dia pun menghembuskan napas kasar seraya duduk untuk minum.
Tidak penting sekali membahas itu, padahal ada ujian nasional di depan mata yang menanti untuk di pikirkan.
Beberapa menit kemudian orang yang baru saja kita bicarakan muncul dengan tiba-tiba di hadapan kami. Aku dan Naifa memang sedang duduk santai sembari belajar di teras musala. Dia berdiri di ambang batas suci tanpa berniat untuk menghampiri lebih dekat.
"Nay, kamu ngga papa?" tanya Terang.
Lebam-lebam di wajahnya masih kentara terlihat walau tidak lebih parah dari hari kemarin. Kenapa kamu bisa sampai terlibat hal semacam itu Terang. Melihatnya seperti ini membuatku merasa kasihan. Mungkin pria di depanku ini sedang patah hati sekarang.
"Aku ngga papa," jawabku.
Naifa dengan wajah super juteknya pura-pura sibuk dengan bukunya. Tak mau menoleh dan terlihat tak tertarik sama sekali.
"Alhamdulillah," ucapnya lirih. "Zayan gimana?"
"Ngga usah sok perhatian deh!" Sang empunya nama menjawab sendiri pertanyaan Terang dengan ketus. Entah datang dari mana datangnya makhluk satu itu. Ia melepas sepatu secepat kilat kemudian duduk membersamai kami di teras.
Mendapat jawaban seperti itu tak serta merta membuat Terang bersikap sama. Justru ia malah tersenyum dan kembali mengucap hamdalah setelah melihat Zayan. Ada apa dengan pria itu.
"Gue lega kalian baik-baik aja. Maafin gue ya kalo gue ikut andil dalam kejadian kemarin dan ngebuat kalian celaka," ucap Terang terdengar tulus.
Padahal kalo dipikir-pikir itu semua adalah salahku. Aku yang tak melihat-lihat saat ingin menyeberang jalan. Kenapa jadi Terang yang minta maaf.
"Bukan salah kamu ko," jawabku akhirnya karena Zayan hanya diam saja. Setelahnya Terang berlalu dari hadapan kami saat Fauzi memanggilnya dari pintu musala laki-laki. Mereka terlihat semakin akrab saja.
"Luka lu udah mendingan?" tanya Naifa pada Zayan. Dia memang sudah mendengar cerita lengkapnya dariku.
"Luka gini doang ngga ada apa-apanya buat gue," jawab Zayan sombong.
Naifa berdecak sinis. Gadis itu sudah bisa kembali bersikap normal di hadapan Zayan sekarang. Sebaliknya, aku yang tidak bisa bersikap normal. Mendikte kejadian demi kejadian bersama Zayan membuat perasaan dan pikiranku tidak beres. Entah perasaan macam apa ini. Aku akan terus menyangkalnya jika ini adalah cinta. Sungguh, aku tidak mau jatuh cinta pada Zayan. Aku tidak mau melukai Naifa. Aku tidak ingin mengulangi jejak-jejak masa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Terakhir Bersamamu (Complete)
SpiritualeNaya, gadis tujuh belas tahun itu mengalami goncangan batin yang cukup hebat saat orang yang dicintainya meninggalkanya secara sepihak. Harinya selalu dipenuhi dengan bayang masa lalu. Meski sekuat tenaga ia berlari menjauh kenangan itu seolah mengi...