Gadis Tangguh

941 51 1
                                    

"Ujian terberat persahabatan itu saat dua orang sahabat dihadapkan dengan cinta kepada orang yang sama. Dilema antara memilih cinta atau mempertahankan persahabatan. Pilihan bijak mengharuskan mereka untuk sama-sama merelakan cinta yang sama, demi mempertahankan persahabatan. Daripada memilih cinta, tapi kehilangan sahabat, dan sialnya orang yang dia cintai kemudian meninggalkannya."

_tereliyequote_

🍁🍁🍁🍁

Aku menutup wajah dengan kedua telapak tanganku, menangis. Ada kedamaian yang menyelusup, juga sesak yang menjerat. Kemana waktuku kuhabiskan selama ini?

Setiap ada waktu luang di jam istirahat aku gunakan untuk menggali lukaku sendiri dengan membaca novel sedih bahkan melamun. Sangat tak berguna. Padahal di sini,di tempat ini, kedamaian itu ada.

Aku menyeka air mataku kemudian melipat mukena. Lima menit lagi bel masuk. Sayup aku mendengar suara seseorang melantunkan Al-Qur'an dari ruang sebelah dengan lirih, bahkan sangat lirih. Tapi aku masih bisa mendengarnya. Suaranya begitu menenangkan.

Aku melangkah keluar mushola dan duduk untuk memakai sepatuku. Aku menoleh saat mendengar suara pintu terbuka. Fauzi keluar dari sana. Dan di depan mushola hanya ada sepasang sepatu. Itu artinya yang membaca Qur'an tadi adalah Fauzi.

Aku meliriknya dari ekor mataku. Fauzi fokus memasang sepatunya. Selanjutnya ia bangkit hendak melangkah.

"Fauzi, tunggu." Cegahku

Fauzi berhenti, namun tak berbalik. Aku perlu menanyakan apa yang terjadi denganya. Ia bersikap aneh sesaat setelah menolongku tadi.

Aku melangkah mendekat, jarak satu meter di belakangnya aku berhenti.

"Kamu kenapa?"

"Ngga papa."

Konyol. Posisiku denganya pasti seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar. Di mana aku berusaha membujuknya untuk tidak marah lagi.

"Maaf kalo ada kata maupun tindakanku yang menyakiti atau membuatmu tidak nyaman. Aku tidak tahu apa itu, tapi aku minta maaf."

Aku berbalik dan mengambil langkah untuk kembali ke kelas, namun terhenti saat Fauzi mengatakan sesuatu.

"Andai kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi, itu masih lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya". (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 4544, dishahihkan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 226)

Aku memutar tubuh, melihaf Fauzi yang menunduk. Kucari sorot matanya. Apa yang sedang dibicarakanya sebenarnya, kenapa ia malah membacakan hadist.

"Aku takut. Hari ini, untuk pertama kalinya aku menyentuh kulit perempuan yang bukan mahramku. Aku membayangkan kepalaku ditusuk dengan jarum besi. Mungkin menurutmu ini berlebihan. Tapi sungguh,aku benar-benar takut." Akunya.

Aku melongo, masih mencoba mencerna pengakuan Fauzi.

"Maksudmu? Saat kau menolongku tadi?"

Fauzi mengangguk.

Masyaa Allah, sebenarnya aku sedang berhadapan dengan manusia macam apa. Dia terlihat sebegitu terpukul hanya karena 5 detik menyentuh tanganku, itu pun dengan alasan karena dia menolongku.

"Kalau begitu kenapa kamu tadi menolongku?" tanyaku.

Dia hanya diam.

"Aku tahu apa yang kamu maksud Fauzi. Kamu ingin melindungi dirimu dari kemaksiatan, tapi yang kamu lakukan ada alasanya. Kamu menolongku. Apa menolong orang akan mendapat dosa? Aku yakin kamu lebih paham hal seperti ini dari pada aku."

Senja Terakhir Bersamamu (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang