Fragmen Luka

965 50 0
                                    

"Kata mereka, hidup ini harus seperti membaca buku. Kita tak akan bisa lanjut ke bab berikutnya jika terus terpaku di bab sebelumnya."

(Garis Waktu)

🍁🍁🍁🍁

Hari perpisahan SMP ...

"Nay, aku tahu kamu sahabatku. Tapi, aku tak bisa menahan ini. Aku mempunyai rasa yang lebih untukmu. Maukah kamu memulai dari awal lagi dengan menjadi pacarku?"

Tertegun, aku mematung dibuatnya. Kalimat itu terlontar dari bibir seseorang yang kucintai sejak lama. Rasanya aku seperti bermimpi.

"A ... Aku ...."

"Naya," panggilan seseorang menghentikan bicaraku. Dengan cepat aku menoleh ke sumber suara.

Gadis manis itu menenteng kertas hasil ujian nasionalnya. Ia mendapat rangking 4 pararel tahun ini. Keira, sahabatku yang cerdas itu berlari kecil ke arahku.

"Dicariin ternyata di si-," ucapanya terhenti saat ia menyadari aku sedang bersama Terang, wajahnya mendadak merona.

"Ada apa, Kei?" tanyaku.

"Emm. Itu, kita mau foto bareng. Kamunya ngga ada," ucapnya pelan.

"Yaudah ayo." aku beranjak dari dudukku.

"Bentar, Nay." Keira menahan tanganku, ia menatap Terang, tersenyum manis padanya."Terang, aku boleh minta foto bareng nggak?" tanya Keira.

Terang melirikku, aku hanya melemparinya tatapan datar.

"Boleh," kata Terang.

Keira langsung tersenyum lebar, ia memposisikan dirinya berdiri tepat di samping Terang.

"Nay, fotoin," pintanya.

"Hah? Oh, iya." Aku segera mengeluarkan ponsel dari saku seragamku. Bersiap memotret mereka.

Pemandangan di depanku membuatku tersadar, tak sepantasnya aku merasa seperti ini. Keira sahabatku mencintai Terang begitu dalam, mungkin melebihi rasaku padanya. Mereka terlihat sangat serasi dengan tinggi yang hampir sama. Keira yang tersenyum lebar dan Terang yang tersenyum tipis tapi sama sekali tak mengurangi kadar pesonanya.

Ucapan Terang tadi harusnya tak kupikirkan, aku harusnya lebih tau antara cinta dan persahabatan pilihan bijak mana yang harus lebih diutamakan, tentu saja harusnya persahabatan.

Setelah itu aku dan Keira berjalan meninggalkan Terang, aku sempat menoleh sekali ke belakang. Terang berdiri di sana dengan tatapan yang sulit aku mengerti.

"Ya ampun Nay. Aku abis foto bareng Terang deg-degan banget aku. Coba liat hasilnya," Keira mengambil ponselku tanpa permisi.

"Ck, biasa aja kali, Bu." Cibirku

Keira hanya nyengir dan tetap fokus melihat foto-foto yang tadi kuambil.

"Aku ke toilet dulu, Kei." Aku berjalan menuju toilet siswi paling ujung. Aku ingin menangis.

Sesampai di toilet aku menyadar ke dinding, tangisku luruh seketika. Hampir 3 tahun aku menahan ini, dan hari ini tepat di depan mataku Terang menyatakan perasaanya. Apa yang harus kulakukan?

Ada rasa bahagia tentu saja, apa yang lebih menyenangkan bagi jiwa yang mencinta selain rasa cintanya berbalas?

Namun rasa sakit mendominasi setiap inchi hatiku. Keira, sahabatku juga mencintainya, mencintai dia yang kucintai. Allah aku harus bagaimana?

Aku membasuh wajah dengan air, mencoba menetralisasi mata sembabku.

Saat aku kembali ke tempat Keira, aku melihatnya fokus memperhatikan ponselku seperti tadi. Tapi ada yang salah dengan air mukanya. Jika tadi ia berbinar senang, kini ia seperti menahan tangis. Ada apa?

Senja Terakhir Bersamamu (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang