L U K A || CHAPTER 27

8.5K 1K 124
                                    

27. Raka Kembali

"I'm comeback."

~ Raka

__________________________

Raka menatap langit-langit kamar. Sudah sepuluh bulan lamanya ia menjalani pengobatan. Sebenarnya sejak dua minggu yang lalu dokter menyatakan jika dirinya sudah sembuh, namun ia menyuruh dokter itu agar tutup mulut.

Ia senang Mira memperlakukannya dengan sangat baik dan tulus tanpa mengingat kesalahannya dulu.

Ia masih belum siap untuk menjadi Raka yang sebenarnya. Ia merasa sangat tidak pantas untuk mendapatkan kembali cinta Mira.

Pria itu melirik jam dinding. 01.23.
Ia menoleh ke samping, memastikan Mira masih tidur, lalu bangkit dan masuk ke kamar mandi.

Setelah mengambil wudhu, ia mulai melaksanakan shalat tahajud. Mengingat seberapa banyak dosanya di masa lalu membuatnya menangis.

Betapa bodohnya dia, melakukan hal yang dilaknat Allah.

Betapa bodohnya dia, menyia-nyiakan orang tulus demi pengkhianat.

Mira terbangun mendengar suara tangis seseorang. Gadis itu membelalak saat tahu siapa yang menangis. Raka, pria itu menangis. Bukan itu yang membuatnya terkejut. Tapi, Raka shalat?

Apakah pria itu sudah sembuh? Kan syarat sholat itu berakal.

"Raka..."

Mira membawa Raka ke dalam pelukannya. Pria itu menangis sejadi-jadinya dan terus bergumam kata maaf.

"Maaf, Mira. Maaf..."

"Syut...udah. Jangan nangis lagi."

Raka menggenggam tangan Mira. "Kali ini, kita perbaiki semuanya dari awal."

°°°

Suasana di ruang tamu mension Raka terasa sangat mencekam. Dua pria dewasa dan satu bocah laki-laki saling melempar tatapan tajam.

Mereka adalah Raka, Fatih dan Iyan.

Setelah mendengar Raka sembuh, keluarga kecil itu langsung berangkat ke Jakarta. Namun saat sampai, mereka bertiga saling melempar tatapan tajam.

Itu berawal dari Mira yang menempeleng kepala Zi. Iyan yang tak terima ingin marah, namun Fatih menahannya. Lagipula kedua perempuan itu memang suka bercanda, walaupun berlebihan.

Iyan yang tak bisa marah melampiaskannya dengan menatap tajam Raka. Kata Fatih, Raka adalah suami tantenya, Mira. Itu berarti Raka adalah omnya. Tapi selama ini ia tidak pernah bertemu dengan Raka.

Dan alasan Fatih menatap Raka tajam, karena dia tidak jujur kepadanya jika sudah sembuh.

Tapi untuk Raka? Dia hanya mengikuti apa yang dilakukan ayah dan anak itu.

"Diem diem bae, cak."

Atensi ketiganya beralih menatap dua perempuan yang baru duduk.

"Asik amat ngobrolnya. Ngobrolin apa?"

Raka mendengus malas. Ternyata Zi tidak berubah. Masih suka membuat orang beristighfar dan darah tinggi.

Apa wanita itu tidak lihat jika sedari tadi mereka bertiga tidak berbicara apa-apa? Lagipula ia tidak bisa berbasa-basi kepada orang, sekalipun kepada orangtuanya.

"Kita gak ngobrol apapun, Umma. Daritadi kakek itu diem, yaudah kita juga ikutan diem. Iya 'kan, Buya?"

Fatih menganggukkan kepalanya, menyetujui ucapan sang putra, walaupun bukan itu kebenarannya.

Raka melotot tak terima dengan panggilan Iyan kepadanya. Enak saja dipanggil Kakek, apakah wajahnya terlihat tua?

"Kakek siapa, Iyan?" tanya Mira pura-pura tak tahu.

"Itu lho, orang yang duduk di samping aunty."

Mira tersenyum maklum. Selama ini memang Iyan tidak pernah bertemu dengan Raka. Dulu pernah Zi dan Fatih ingin memperkenalkan Iyan kepada Raka, namun ia mencegahnya.

Ia hanya takut jika Raka berbuat macam-macam kepada Iyan. Karena yang ia tahu Raka akan mengamuk jika bertemu dengan seseorang yang asing baginya.

"Orang yang kamu panggil kakek itu suami aunty, yang berarti uncle kamu."

Iyan hanya mengangguk mengerti, walaupun di dalam hati ia menolak dengan apa yang Mira ucapkan. Baginya Raka tetap seperti kakek-kakek.

"Iyan, kenalan sama om kamu."

"Gak mau," tolak Iyan.

"Lho, kenapa?"

"Muka kakeknya serem."

Raka menatap Iyan datar. Iyan ini sifatnya seperti gabungan antara Fatih dan Zi. Bocah itu berbicara dengan nada dan wajah datar, namun kata yang diucapkan sama seperti ibunya.

Haruskah ia melenyapkan spesies seperti Iyan? Agar dunia terhindar dari bibit-bibit orang sinting seperti itu.

°°°

"Gak mau!"

"Ayo dong. Masa kalah sama Iyan."

Raka menatap Mira sinis. "Yaudah, sama Iyan aja sana."

Mira menggaruk kepalanya yang terasa tak gatal. "Padahal ini cuma minum obat doang, lho."

"Kamu bilang cuma 'kan? Berarti itu gak penting."

"Raka!"

Napas Mira memburu. Apakah sesusah itu untuk minum obat yang bahkan sangat kecil? Ia lelah setelah seharian penuh tidak beristirahat sama sekali karena Raka yang terus merengek tidak jelas.

"Kenapa? Kamu mau marah sama saya?"

"Gue capek..."

Belum sempat Mira menyelesaikan ucapannya, Raka langsung mendekapnya. Ia trauma dengan kalimat gue capek...
Kalimat itu mengingatkannya kepada empat tahun lalu.

Mengingatnya kebodohannya dulu.

"Maaf. Raka cuma mau diperhatiin sama Mira. Raka gak mau ditinggal lagi sama Mira. Cukup empat tahun itu saja..."

To be continued...

______________________

Mau double up?

100 vote + 100 komen

L U K A || Mira&RakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang