27 | Slice of truth

12 1 0
                                    

Di sebuah kamar yang begitu besar dengan dominan khas berwarna abu abu, seorang laki laki tengah berbaring dengan posisi yang tak teratur. Terkadang terlentang maupun tengkurap.

Memang, matanya sedang terpejam. Namun, pikirannya tidak. Sepertinya Ia sedang gusar memikirkan sesuatu.

"Argh!!! bisa bisa gue gila nih". batinnya.

Cklekk

Pintu kamarnya terbuka.

"Nanti aja Bi, Aku lagi gak mau makan" ujar Atha seraya merapatkan matanya.

"Gue gak ngajak lo makan, Tha."

Suara bass Hasta terdengar begitu jelas. Seketika matanya terbuka, Ia kira yang masuk ke kamarnya adalah Bi Inah.

"Ngapain Lo kesini ? Gue ga nerima tamu tengah malam kaya gini"

Hasta melipat lengan didepan dada "Liat kondisi lo Tha, lo udah kaya cacing yang gak bernyawa"

Atha langsung terbangun, dan mengambil posisi sila-nya. Ia menatap tajam ke arah Hasta.

"Kalo lo cuma mau ngeledek gue, Lo mendingan keluar dari rumah gue!" perintah Atha.

"Ini bukan lagi kantor Tha" jawab Hasta enteng.

Atha mengambil guling lalu melemparkannya ke arah Hasta dengan cepat.

Bukk.

Tepat sasaran. Guling tersebut mendarat di wajahnya Hasta,  yang membuat Atha tertawa girang. Hasta menggelengkan kepala dan mengelus dada, melihat sahabatnya yang masih memiliki sifat childish.

"Gak papa Tha, yang penting lo bahagia"

"Lo pasti masih kepikiran soal Alya-kan ?" sambungnya kembali dengan duduk berdampingan.

"As you can see"

Hasta sedikit terdiam, "Lo udah ketemu sama Alya ?"

"Lo sendiri ?"

"Gue belum ketemu, mungkin bukan takdir gue" Hasta memilih untuk berbohong karena kenyataan yang telah Ia terima dari Alya.

Atha mengangkat kedua alisnya, " Gue harap juga gitu"

"Lo udah nyoba ke panti ?"

"Ngga, gue mau coba ke tempat lain" Atha tidak ingin Hasta mengetahui keberadaan Alya di rumah Dirga.

"Gak ada salahnya lo coba ke panti, mungkin dia ada disana"

"Kayanya gak mungkin,"

"It's impossible Tha"

Atha merasa curiga dengan penuturan Hasta, Ia merasa sahabatnya itu sedang mencoba membantunya atau menyesatkannya.

"Gue pilih bendera putih, dan ingin berdamai sama Lo Tha"

"Tumben ??"

"Gue rasa Lo yang lebih cocok buat perjuangin Alya" menepuk pundak Atha.

"Thanks"

Hasta tersenyum. Kini pertemanan mereka mulai membaik.

"Lo sendiri bener mau pindah agama ?" Atha balik bertanya.

"Gue masih mempertimbangkannya Tha, kayanya niatan Gue salah"

"Kemarin niat gue salah, sekarang gue udah ngerti" imbuh Hasta.

"Gue salut sama lo, gue dukung keputusan lo yang terbaik"

Hasta mengangguk lalu beranjak untuk pergi.

"Lo juga jangan putus harapan, tetep berjuang buat Alya" nasihat Hasta.

Atha membentuk jarinya dengan tanda ok. Sebelum didepan pintu, Hasta melihat guling yang tadi tergeletak. Lalu mengembalikannya kepada Atha dengan cara yang sama.

"Gue balikin nih," sahutnya lalu kabur dari kamar tersebut.

Untungnya, Atha mengambil posisi sigap, dengan menangkap guling tersebut.

"Kagak kena Bro!!" teriak Atha seraya tersenyum.

***

Hari ini adalah hari terakhir bagi Alya berada di Panti, setelah menginap beberapa hari. Mulai sekarang, Alya akan selalu berusaha menyempatkan diri untuk mengunjungi panti di sela waktu libur sekolahnya. Ia telah berbicara kepada adik adiknya mengenai keluarganya di Aceh. Mereka sangat bahagia, mendengar Alya masih memiliki sebuah keluarga.

Alya pun mulai meminta Ka Syifa untuk tidak menerima apapun lagi dari Atha, Ia berinisiatif untuk memberikan sebagian uang peninggalan Ayahnya untuk panti. Toh, Ia juga sudah tidak bekerja lagi di rumah Atha. Sedikit demi sedikit, Alya telah melupakan beberapa kenangannya bersama Atha.

Kini, Ia sedang menunggu jemputan dari Dirga. Tak lama kemudian, sebuah mobil hitam menepi, membuat Alya sedikit mengerutkan dahinya. Ia tahu Dirga memiliki beberapa koleksi mobil, tak heran jika Ia mungkin bergonta ganti kendaraan.

Alya menyunggingkan senyuman, untuk menyapa Dirga. Kemudian, seorang laki laki keluar dari mobil tersebut dengan membawa sebuket bunga.

Sontak saja senyuman Alya jatuh, Dia bukan Dirga melainkan Atha. Laki laki itu menghampirinya dan tepat berdiri di hadapannya.

"Maafkan Aku ya Alyaa," ujarnya dengan nada begitu lembut.

Kenapa Aku harus bertemu dengannya ?. batin Alya.

"Nonaa, maafkan Aku yaa," sedikit memelas.

Alya berjalan mundur, mencoba untuk menjauhi Atha. Ia tidak bisa menerima permintaan maaf dari laki-laki tersebut.

"Alya, Aku mohon maaf. Aku akan menjelaskan semuanya"

Alya memejamkan matanya, Ia harus dapat berfikir jernih dan tidak egois. Ia juga perlu mengetahui kebenaran yang selama ini tidak diketahuinya. Walaupun sedari tadi Ja sudah menahan air matanya agar tidak jatuh membasahi.

"Baiklah, jelaskan semuanya Ka Atha"

Atha bernafas lega, akhirnya Alya ingin mendengarkannya.

"Sebelumnya, tolong terima bunga ini Alya" seraya tersenyum.

"Terimakasih" lirihnya.

Pandangan Alya teralihkan pada sosok perempuan yang berlenggang menghampiri mereka.

"Nonaa, Aku benar benar minta maaf waktu itu ada telepon mendadak dari..."

"Gibraaan" panggil Aulia seraya merangkul lengan Atha.

Ia lagi-lagi datang secara tiba-tiba dan memotong pembicaraan. Atha kembali dibuat kesal, melihat tingkah laku wanita tersebut.

"Lo ngapain sih, ngikutin gue!"

"Aku mau ngomong sama dia boleh ?"seraya menunjuk pada Alya.

"Gak!! lo mending pergi dari sini!" usir Atha.

"Bolehkan ?" Aulia tidak mengindahkan perkataan Atha, Ia justru bertanya pada Alya.

"Tentu" balas Alya.

Aulia mencoba mengajak Alya untuk duduk di kursi halaman panti. Namun, Atha mencegahnya.

"Gak! Lo ga boleh ngobrol sama Aya," ujar Atha menarik tangan Aulia.

"Kenapa sih Tha ? Lo kaya yang takut gitu" sindirnya.

"Lo jangan macam-macam ya!"

"Untuk apa disembnyiin lagi sih Ran, lebih baik kita jujur aja sama dia" Aulia memulai percikan api.

Tanpa berpikir panjang Atha menarik keras lengan Aulia untuk menjauhi Alya.

"STOP Ka Atha!!" menghentikan.

"Toh, Aku yang akan bicara sama dia bukan ka Atha, jadi kenapa harus panik ?" timpal Alya.

Atha mematung. Melihat mereka pergi meninggalkan dirinya.

🌷🌸🌷

Something to be a Special ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang