7 | Ayah

45 7 10
                                    

"Selamat datang tuan," sambut Bi Inah.

Seorang pria paruh baya dengan setelan jas yang rapi memasuki rumah tersebut. Setelah beberapa kali pintu bel berbunyi.

Sepertinya sosok ini sudah tidak asing bagi Bi Inah.

"Dimana Atha?" suaranya terdengar berat.

"Dia sedang diatas tuan, biar Saya panggilkan"

Bi Inah bergegas menaiki tangga menuju ke kamarnya Atha. Sedangkan Alya, yang baru saja dari dapur berpapasan dengan pria tua itu.

Alya tersenyum ramah, tidak mengenal siapa yang sedang duduk di ruang tamu beserta dua orang bodyguardnya.

Pria tersebut memincingkan mata, memperhatikan gadis muda yang mematung didepannya.

"Ayah," panggil Atha.

Ia sedikit panik, karena Ayah dan Alya saling bertemu.

"Kau masih tidak berubah ya?"

Atha menjeda pembicaraan dan melihat Alya yang ternyata mengerti dan pergi meninggalkan anak dan ayah itu.

Atha duduk berhadapan dengan ayahnya, suasana terasa cukup tegang.

"Siapa gadis muda itu?"

"Tidak ada hubungannya dengan sesuatu yang akan Ayah bicarakan. Jadi, maksud kedatangan Ayah apa?" berusaha menghindari pertanyaan tersebut.

"Baiklah, tapi kemarin katanya kau berkelahi dengan anak komplek"

Kaget. Itu yang dirasakan Atha.

Si cowok arang --Johan-- kayanya perlu dikasih ultimatum. Batinnya penuh kesal.

"Jangan terlalu banyak wara wiri di sosial media, yang Ayah inginkan kau berbisnis dengan benar"

"Belakangan ini, Ayah dengar keuangan di perusahaanmu itu kurang stabil. Jangan membeli sesuatu yang tidak ada gunanya seperti botol itu."

Damn it. Teriaknya didalam hati.

Atha ceroboh sekali hingga Ia lupa menyimpan botol yang bertuliskan Jeroboam of Chateau Mouton-Rotshchild hasil liburannya dari luar negeri dengan harga yang begitu fantastis.

"Ayah sangat kecewa" kalimat akhir yang begitu mengiris hati Atha.

"Maaf Ayah, Aku akan berusaha lebih baik lagi" jawaban yang berhasil terlontar dari mulut Atha.

Pria paruh baya itu beranjak dari duduknya, hendak pergi namun terhenti.

"Gadis muda yang bersamamu sepertinya dia orang baik, jangan melakukan sesuatu yang buruk" nasihatnya.

"Pasti,"

Atha mengantar Ayahnya keluar.

***

Badannya berpeluh keringat, bekas luka masih terlihat jelas di wajahnya.

Berkali-kali Ia mencoba untuk menggerakkan mulutnya kekiri dan kekanan walaupun masih terasa kaku.

Kali ini, Ia harus melakukan permainan basket sendirian di rumah, tidak lagi bersama teman-temannya di lapangan.

Refleks Ia memalingkan wajah ketika menemukan bayangan tubuh tegap seorang laki-laki tergambar di halamannya.

"Heh! Cowok arang" spontan Atha berucap.

Johan memperlihatkan mata yang menyala.

"Gue ga takut sama tatapan lo, gue kesini cuman mau ngasih peringatan, lo jangan cari simpati di dunia maya dengan nunjukin luka luka yang ga seberapa." seraya berjalan mendekati Johan.

"Kalo lo berbuat sesuatu lagi yang bikin gue viral, bisa bisa nama lo hilang dari komplek, lo paham kan maksud gue?" dengan tatapan yang tajam.

Lidah Johan kelu, Ia merasakan hawa menakutkan menyelimuti sosok yang berada didepannya.

"Gu..gue paham," sedikit terbata.

"Good boy" menepuk pundak Johan.

Sebelum Atha benar-benar keluar dari pagar rumah Johan, Ia berbalik badan.

"Satu lagi, jangan coba coba deketin Alya. Kalau engga, gue jual terpisah potongan badan lo"

Johan bergidik ngeri, kali ini status preman yang melekat pada dirinya seakan-akan rontok. Ia tidak ingin lagi berurusan dengan keluarga konglomerat.

Atha manapaki jalan menuju rumahnya, apapun yang Ia katakan pada Johan sebenarnya hanya bualan semata untuk mengancamnya.

Namun bisa saja menjadi kenyataan, jika Ia menginginkannya

Pikiran pun melayang.

Lagi lagi Atha teringat akan kalimat yang Ayahnya lontarkan, Ia harus benar-benar membenahi diri dan memperbaiki semua yang telah Ia lakukan.

Tapi kali ini Ia bingung, harus memulainya darimana. Sikapnya memang telah berubah sejak SMA. Ia sudah jauh dari kata religi.

Sahabatnya Hasta justru berbeda agama dengannya, sehingga Ia merasa tidak memiliki teman satu frekuensi mengenai iman.

Tak berselang lama, Ia telah sampai dirumahnya. Ia mendapati sosok gadis ramping tengah bermain dengan seekor kucing.

Kini sebuah senyuman terukir diwajahnya.

Memang bener ya kata ibu-ibu komplek, kalo liat Alya jadi adem. Batinnya.

Alya menoleh lalu melambaikan tangan pada Atha yang berdiri di pintu gerbang.

"Ada yang udah ga sedih lagi nih" goda Atha.

"Kan ga baik sedih lama-lama, lagian peristiwa yang lalu biarlah berlalu" sahut Alya.

Atha setuju dengan pendapatnya, Ia pun duduk bersebelahan dengan Alya.

"Nona, suka kucing?"

Alya mengangguk pasti.

"Ga takut apa dicakar?"

"Ngga, katanya kucing kalo lagi main ga bakal nyakar beneran"

"Bohongan gitu?" Celetuk Atha yang membuat Alya tertawa.

Atha senang bisa melihat semuanya baik baik saja, Ia merasa lega melihat Alya tersenyum. Ingin rasanya setiap hari membuatnya bahagia.

🌷🌸🌷


Stay healthy everyone,
Author.

Something to be a Special ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang