Alya tergesa-gesa memasukkan perlengkapan alat tulis kedalam ransel lalu menggendongnya. Sesekali Ia tersenyum untuk pertama kalinya akan merasakan suasana sekolah yang sangat didambakan. Pantulan cermin menggambarkan seragam putih abu-abu telah melekat ditubuhnya. Matapun tak lepas dari pandangan jendela yang memperlihatkan Dirga tengah menunggu di halaman untuk pergi bersama.
Dengan sedikit berlarian, Ia mengambil roti dan sebotol susu diatas meja. Sepertinya sarapan akan dihabiskan didalam mobil, karena waktu tidak cukup. Didepan Dirga memperhatikan jam tangannya yang menunjukkan pukul 07.00, masih ada beberapa menit sebelum sekolah dimulai.
"Ayo Ka berangkat" sahutnya ketika sampai berdiri disamping Dirga.
"Udah, ga ada yang ketinggalan?"
"Insyaallah ga ada"
Dirga membukakan pintu mobil untuk Alya, karena tangan gadis itu penuh dengan makanan. Rasanya seperti memiliki seorang adek, Ia akan selalu ada untuk membantunya. Mobilpun melaju mengantarkan mereka ke tempat tujuan.
"Ka Dirga nanti ga kesiangan nganterin Aku dulu ke sekolah?" sambil menyantap sarapan.
"Ngga, soalnya jam kerja pukul 8"
"Oh.. kalo gitu kapan-kapan Aku naik angkot aja ya Ka"
"Ga perlu, ngapain naik angkot? emang udah tau jalanan Jakarta"
"Kan ada google maps hehe"
"Tetep aja, gimana kalo ada yang culik atau begal" merasa bertanggung jawab.
"Aku-kan bukan anak kecil lagi" mengelak.
"Iyaa, tapi sebagai Abang yang baik, sudah seharusnya Aku yang antar-jemput"
Alya menoleh, baru kali ini merasakan sosok seorang Kakak didalam hidupnya. Walaupun tidak ada ikatan darah yang terjalin di antara mereka.
"Tapi kalo nanti udah punya temen, boleh naik angkot asalkan izin dulu" sambung Dirga.
"Iya siap Ka"
Seketika keheningan terjadi, Dirga melihat gadis SMA itu tengah sibuk menghabiskan sarapannya. Terbesit rasa penasaran mengenai masa lalu Alya yang belum Ia ketahui.
"Ay, waktu itu kenapa kamu ada diluar negeri?"
Ia menelan salivanya, apa ini waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya kepada Dirga. Ia merasa belum siap jika harus membahas laki-laki yang meninggalkannya itu. Tapi bagaimanapun juga Dokter Dirga telah menjadi seseorang yang Ia anggap seperti keluarganya, mau tidak mau Ia harus jujur.
"Ngg.. itu karena pekerjaan Ka" lirihnya.
"Kerja apa?" mengintrogasi.
"Asisten pribadi"
Dirga langsung menginjak rem, yang otomatis membuat mereka sedikit terpental kedepan. Alya merasa ketakutan hingga nafasnya tidak beraturan.
"Maksud kamu apa Ay ? kamu jangan bercanda, mana ada asisten seumuran kamu!" emosinya tak terkendali.
Alya hanya terdiam, merasa enggan untuk menjawab karena Dirga terlihat begitu marah.
"Jawab Aya?! ceritain semuanya, asisten pribadi maksudnya gimana?!" khawatirnya takut Alya melakukan hal-hal diluar batas. Ia tidak ingin mendengar bahwa gadis yang disampingnya pernah mengalami perbudakan oleh seseorang.
Alya mulai membuka suara, Ia menceritakan akar mula pertemuannya dengan Atha sampai kesepakatan pekerjaan yang terjadi diantara mereka demi panti. Walaupun kalimatnya sedikit tersendat-sendat, Ia berusaha untuk menyelesaikan kisahnya itu.
Dirga menghembuskan nafas panjang, merasa takdir terlalu lama untuk mempertemukannya dengan Alya. Sehingga kejadian yang malang harus menimpa gadis remaja itu. Ia sangat menyesal, bagaimana jika Pak An'am masih hidup ? mungkin saja beliau akan sangat sedih mendengar kisah masa lalu anaknya.
"Maaf ya Al, maafkan Aku" jawab Dirga.
"Ga perlu minta maaf Ka, ini udah jalan takdirnya Alya"
Dirga merasa salut, Alya bisa sekuat ini "Mulai detik ini, Aku janji kamu ga akan ngalamin hal-hal itu lagi. Dan satu lagi, pria yang bernama Atha sebisa mungkin harus kamu jauhi"
Alya merasa lega dan bersyukur bertemu dengan pria seperti Dirga. Ternyata ucapan Ayahnya itu benar "Iya Ka, Aku juga ga mau ketemu dia lagi" sudah cukup hatinya merasa kecewa oleh Atha.
Sekarang kehidupannya merasa lebih baik, meskipun Ia menjadi anak yatim-piatu yang sesungguhnya tetapi Dirga membuatnya merasakan kembali arti dari keluarga.
***
Dirga telah tiba di ruang kerja setelah melewati macetnya ibu kota. Ia mulai bersiap untuk menangani pasien yang telah menunggu di kamar periksanya. Kalender kecil di meja menjadi sorotan, hari weekend di bulan ini memang tidak banyak. Tapi setidaknya Ia menemukan hari yang cocok untuk mengantar Alya berkunjung ke panti bertemu saudaranya.
Lagi-lagi perkataan Jawi menumpuk di kepalanya, apa iya menjadi seorang Abang saja tidak cukup untuk menjaga Alya? setelah cerita yang Ia dengar sepertinya hal itu mungkin saja dilakukan olehnya.
"Ini bukan waktu yang tepat" gumamnya.
Seketika, tendangan keras dari pintu terdengar. Seorang laki-laki telah berdiri dengan mata yang menyala. Dirga mengernyitkan alisnya, merasa tidak nyaman mendapat perhatian seperti itu.
"Lo yang namanya Dirga?!" teriak Atha dari sebrang.
"Iya Saya sendiri"
"To the point, dimana Alya ?" maju berhadapan.
Dirga terdiam, apa pria ini yang bernama Atha ? benaknya berbicara.
"Gue nanya sama lo, DIMANA ALYA?!!" nadanya meninggi.
"Anda siapanya Alya ?"
"Cih, ga usah banyak bacot"
"Kalo begitu, Saya ga akan kasih tau" timpalnya masih tenang.
"Ck, Gue Atha pacarnya Alya. Lo mau apa?!"
Refleks Dirga mengepalkan tangan, begitu lancangnya pria itu menyebut status hubungannya dengan Alya. Ini tidak bisa dibiarkan, sampai kapanpun Ia tidak akan memberitahu dimana gadis itu berada.
"Maaf silahkan Anda keluar dari ruangan saya, jangan membuat keributan di sini, karena ini rumah sakit. Saya pikir anda tahu etika dalam berperilaku atau mungkin saya akan panggil satpam" menunjukkan pintu keluar.
Atha sempat saja melayangkan pukulan tepat kedepan Dirga, namun hal itu terjadi. Ia terlalu brutal jika terus membuat masalah didepan orang banyak, bisa-bisa Ia akan terkena hukuman yang lebih berat oleh Ayahnya.
"See u soon!" Atha menatap tajam.
🌷🌸🌷
KAMU SEDANG MEMBACA
Something to be a Special ✅
EspiritualRank 🎖️ #1 in Alhambra 13 Agustus 2021 #3 in Alhambra 15 Desember 2019 #3 in Muslim 20 Agustus 2021 #4 in Easy 16 September 2019 #6 in Special 13 Agustus 2021 Tidak sama. Hal yang sejak kecil selalu dirasakan oleh perempuan bernama Alya, karena dir...