18 | Kado dari Tuhan

121 21 15
                                    

Ia memandangi handphone barunya yang didapat beberapa detik yang lalu. Handphone dulunya rusak dan hilang ketika kecelakaan itu terjadi. Kini Ia hanya menyimpan kontak sang pemberi handphone, Dr. Dirga. Sejujurnya bukan Ia tidak mau menyimpan kontak orang-orang yang dekat dengannya, hanya saja Ia tidak begitu pandai mengingat nomor telepon, bahkan nomornya sendiri.

Suasana nampak ramai oleh lalu lalang orang yang berpergian dengan barang bawaannya. Suara informasi mengenai pemberangkatan terdengar dimana mana. Alya merasa lega dirinya akan pulang ke Indonesia, walaupun harus ikut dengan seseorang yang mengaku mengenal Ayahnya.

Mau tidak mau Ia juga telah menyusun rencana untuk kabur, jika nanti telah tiba di bandara Soekarno-Hatta. Itulah satu-satunya jalan keluar untuk pulang ke panti. Meskipun mungkin sangat beresiko, Ia tidak ingin terus terjebak dalam teka-teki kehidupan.

Alya mencoba beranjak dari duduknya ketika Dirga datang, walaupun keseimbangan tubuh belum tercapai.

"Kamu ga papa Alya?"

Alya menggelengkan kepala, pertanda Ia baik baik saja.

"Mungkin kesannya ini terlalu mendadak, tapi lambat laun Saya akan menceritakan semuanya padamu"

"Baik Ka,"

"Ayo kita berangkat, sebentar lagi pesawat take off" ajaknya

Hidup Alya kini bagaikan misteri, terombang ambing di lautan menunggu akan sebuah pelabuhan. Entah apa yang akan Ia hadapi. Apakah deru ombak ataukah lautan yang tenang?

...

Beberapa jam telah berlalu, Akhirnya mereka mendarat di Bandara Soekarno-Hatta. Alya mencoba untuk tidak terlihat gugup untuk melancarkan aksinya, Ia mengedarkan pandangan mencari toilet sebagai alasan.

"Kita kayanya transit dulu di Jakarta" sahut Dirga membuat Alya sedikit terperanjat.

"Eh iya Ka, hmm Aku mau ke toilet dulu"

Tanpa keraguan Dirga mengizinkannya pergi, namun kerumunan orang-orang membuat Alya kesulitan untuk berjalan dengan cepat, hingga seseorang tak sengaja membuatnya terjatuh. Cukup tajam pendengaran Dirga menangkap rintih suara Alya dari kejauhan, dengan perasaan khawatir Ia pun mengikutinya.

Alya membuka ponsel lalu mencari lokasi tempat tinggalnya di google maps, Ia memperhatikan rute yang harus ditempuhnya dengan jarak cukup jauh. Setelah penuh akan pertimbangan, Ia bergegas keluar dari toilet. Baru saja beberapa langkah pergelangannya dicekal oleh Dirga.

"Mau kemana?"

Rencana yang telah dibuat sedemikian rupa gagal seketika. Alya panik berusaha melepaskan diri dan tetap berkeinginan untuk kabur.

"Lepasin! Lepasin Ka! Aku mau pulang!" pintanya.

"Kamu kenapa? Aku ga bakal macem-macem ko" heran Dirga namun tidak melepaskan genggamannya.

"Lepasin atau Aku teriak" mengancam.

Dirga berusaha sabar lalu melepaskan genggamannya, akan tetapi Ia tidak memberi jalan untuk Alya melarikan diri.

"Setidaknya percayalah pada Ayahmu, dia sedang menunggumu sekarang"

Alya rapuh, saat ini takdir telah menyudutkannya. Ia hanya bisa menangis karena tindakan bodohnya yang gegabah. Laki-laki dihadapannya itu benar-benar murni tidak memiliki niat jahat apapun. Ia terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa dia adalah penipu.

Dirga mengerti Alya berusaha melindungi dirinya sendiri dengan ide kaburnya itu, Ia juga paham di usia remaja emosi tidak dapat terkontrol dengan baik. Dengan besar hati Ia menemaninya sampai tangisan berhenti.

***
Mereka telah tiba di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin, Aceh. Nampak seorang laki laki paruh baya  berbaring  lemah tak berdaya.

"Ayaa.."

Deg.

Nama panggilan itu, hanya dia dan masa lalunya yang tau.

"Maafkan Ayah ya nak" ucapnya parau.

Terlihat pria itu tersenyum dengan mata yang berkaca kaca, Ia tak kuasa menahan tangis bahagia.

"Alya itu Ayahmu, tes DNA kalian cocok" sahut Dirga.

"Kemarilah nak," tangannya merengkuh.

Langkahnya gemetar, Ia benar-benar takmembalas pelukan pria tersebut.

"Ayah..." lirihnya.

Sudah tak kuasa Alya menahan tangisnya, hingga pecahlah semua duka yang terpendam selama ini. Di saat yang terpuruk Alloh menjawab semua doa doa yang  Ia lantunkan di sepertiga malam-Nya.

"Terima kasih ya Alloh" syukurnya membelai hijab Alya.

Dirga meneteskan air matanya, terharu juga bahagia melihat Pak An'am bisa tersenyum walaupun sakit yang ia derita.
Adzan Maghrib-pun berkumandang,

"Aya, ayo nak kita sholat, Ayah tidak mau pertemuan ini membuat kita lalai melaksanakan ibadah-Nya" melonggarkan pelukan.

Pak An'am dengan seulas senyum memanggil Dirga lalu menangkupkan tangannya diatas tangan Alya.

"Mulai sekarang jaga dia baik baik."

"Maksud Ayah?" entah kenapa Alya merasa ganjil, sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan.

"Baik Pak" tegas Dirga.

Dirga memulai takbir pertamanya, sedangkan Alya menjadi makmum beserta Ayahnya yang berbaring diatas ranjang. Tiba-tiba elektrokardiogram berbunyi menunjukkan jantung Pak An'am melemah. Dokter beserta para suster lainnya berdatangan mengecek kondisinya.

Alya tak khusu', Ia ingin segera menyelesaikan sholatnya. Setelah lontaran kalimat keluar dari mulut seorang suster "Innalilahi wainnailaihi roji'un". Isak tangis tercurah didalam sholatnya.

Apakah sebuah hadiah terindah dari Tuhan berakhir seperti ini ?. Batinnya.

Sholat berjamaah berakhir, Alya langsung berhambur memeluk tubuh Ayahnya.

"AYAH!" teriaknya membahana.

Dirga beranjak "Ini sudah takdir tuhan, kamu harus ikhlas" ucapnya menenangkan.

"Ngg..ngga! AYAH!!" elaknya.


🌷🌸🌷


Jadilah readers yang baik, dengan selalu meninggalkan jejak. Okey!

Something to be a Special ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang