34 | Tindak dan Duka

74 14 2
                                    

Matanya terus tertuju pada berita terkini yang menayangkan tragedi kecelakaan, Ia mengepalkan tangannya saat melihat sosok lainnya yang tidak asing tergambar di layar televisi tersebut. Dengan cepat Ia menelpon seseorang untuk menindaklanjuti kejadian itu. Usai menelpon, Ia pun bergegas keluar mengenakan kardigan panjang hitam miliknya menuju ke sesuatu tempat.

***

Di apartemen miliknya, Aulia terlihat begitu panik, Ia tidak tahu harus berbuat apa atas perbuatan yang Ia lakukan.

Apakah Ia harus sembunyi ?

Kabur dari ibu kota ?

Atau mengakui kesalahan yang Ia perbuat ?

Pilihan ketiga memang berat tapi Ia tidak ingin menjadi penghuni tetap jeruji besi. Kini Ia begitu putus asa dan juga menyesal atas perbuatan yang Ia lakukan. Tidak ada pilihan lain, Ia pun segera mengemasi pakaiannya untuk pergi dari kota.

"Pokoknya gue harus pergi, gue gak mau di penjara" gumamnya.

Ia tahu kariernya tidak bisa ditinggalkan begitu saja, meskipun Ia sempat hampir dikeluarkan dari dunia modelling itu. Namun, kali ini Ia harus membuat suatu alibi agar bisa cuti untuk beberapa hari ataupun minggu. Ketukan pintu terdengar, Aulia menelan salivanya dan sedikit panik. Dengan cepat Ia berpura pura untuk terlihat baik baik saja agar semua orang tidak curiga padanya.

"Iya silahkan masuk" jawabnya menghampiri pintu.

Pintu terbuka menampakkan dua orang laki laki mengenakan pakaian casual. Tanpa basa basi, mereka masuk dan bertanya.

"Apa benar ini kediaman saudari Aulia ?" tanya salah seorang laki laki.

Urat tubuhnya menegang, ketika sebuah pertanyaan seperti introgasi melayang padanya.

"I..iya..sa..saya Aulia" jawabnya terbata bata.

"Baiklah kalo begitu ikutlah dengan kami ke kantor polisi"

"Ngga..ngga..saya ngga ingin ke kantor polisi, saya gak salah apa apa"

Aulia berjalan mundur menjauhi mereka, tapi kedua intel itu dengan sigap menangkap kedua lengan Aulia.

"Anda harus ikut dengan kami karena anda telah melakukan percobaan pembunuhan"

"Ngga!! saya gak bersalah! lepasin! lepasin Saya!!" teriaknya

Ia meronta ronta meminta di lepaskan, terus saja Ia melakukan perlawanan terhadap kedua intel tersebut. Namun sayang mereka cukup kuat untuk menahan amukan Aulia.

"Tolong lepasin saya, saya gak bersalah...saya gak sengaja mendorongnya..saya gak ingin di penjara" ucap Aulia dengan isak tangis.

"Anda bisa menjelaskannya di kantor polisi"

Mau tidak mau akhirnya Aulia ikut pergi bersama kedua intel tersebut.

***

Tiba di kantor, Ia tercengang melihat seorang pria yang tengah duduk serta berbincang dengan salah seorang polisi.

"Gibran.." sahut Aulia senang seraya menghampiri dan merengek meminta bantuan.

"Ran, tolongin aku.., aku gak salah, semua yang aku lakuin itu pure gak sengaja" pintanya dengan bersimpuh memegangi lutut Atha.

Atha tersenyum, Ia seperti memberikan seonggok harapan.

"Ga salah ? justru cctv di jalanan itu yang jadi bukti kuat atas kejahatanmu Aulia"

Deg.

Hantaman yang begitu keras bagi Aulia ketika mendapat jawaban seperti itu dari Atha.

"Mungkin Tuhan telah berkehendak atas perbuatanmu sekarang"

"Ngga Ran, Aku butuh bantuan kamu" seraya menangis.

Atha beranjak seraya membenarkan kardigannya, lalu bersalaman dengan polisi dan pergi meninggalkan Aulia tanpa mengindahkan permintaannya.

"Gibraaan!! jangan tinggalin Akuu!! Kumohon jangan pergi!!" teriak Aulia yang kemudian di cekal oleh polisi.

Kini Ia hanya bisa menangis meratapi semua akibat yang telah Ia perbuat selama ini. Orang yang Ia sayangi, justru menjerumuskannya kedalam penjara. Impian, karier dan masa depannya harus tenggelam atas tindak kejahatannya sendiri.

"Jangan tinggalin Aku Gibran.." lirihnya.

***

Atha telah sampai di rumah sakit tempat Alya dirawat. Ia bertanya pada receptionis dimana keberadaan Alya sekarang. Dadanya menggebu-gebu tidak sabar melihat kondisi nona kecilnya itu. Setelah mendapatkan info, Ia pun segera menaiki lift menuju ke lantai dua. Langkahnya terhenti setelah berada di ambang pintu, Ia melihat Dirga sedang berada di samping Alya seraya melantunkan ayat suci Al - Quran.

Niatnya terpendam, ternyata bukan dia orang pertama yang ada disamping Alya melainkan Dirga. Ia memutar balik badannya lalu berjalan pergi, sebelum beberapa pukulan mendarat pada dinding.

Apa mereka memang tidak di takdirkan untuk bersama ?

Atha terduduk di kursi panjang dekat kamar tersebut seraya menangis, Ia melepas kaca matanya, dadanya begitu sesak harus melihat Alya terkulai lemas tak berdaya. Ditambah lagi Ia sekarang tidak bisa berada di samping Alya walaupun hanya sekedar untuk melihatnya saja. Ini memang duka, duka yang begitu mendalam bagi Atha. Ia hanya bisa melihatnya dari kejauhan dan berdoa semoga Alya bisa segera sembuh.

🌷🌸🌷


Terus jadikan STBAS menjadi bacaan di perpustakaan kalian, dan jangan lupa vomentnya ✨

see youu 💙

Something to be a Special ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang