Chapter 20 | Terima Kenyataan

3.5K 173 4
                                    

Malam ini Nina sudah mulai menempati kamar Rama. Seperti saat ini, Nina tertidur pulas dalam pelukan Rama. Ralat, bukannya dalam pelukan Rama. Tapi Nina tidur sambil menyekap Rama!

Rama belum bisa tidur, masih memikirkan perdebatan mereka dua jam yang lalu. Jika dipikir lagi, mereka menikah juga karena Rama sudah memutuskan untuk menikahi Nina, dan keputusan itu dibuat dengan kesadaran penuh.

Rama berdecih mengingat kelicikan Maminya, bagaimana tidak, kalau maminya itu meracuninya pagi, siang,sore, malam.

"Seneng banget deh, kalau Nina jadi mantu mami"

"Nina kurang apa coba ? pinter, lucu, tau menempatkan diri"

"Nina itu pinter deh, umur sembilan belas tahun udah S1"

"Nina hebat banget, bisa ngajarin anak anak. Kalau punya anak pasti bisa ngedidik anaknya dengan bener deh"

"duh, kalau Nina jadi mantunya mami sih seneng banget. Nggak perlu resah asal usul keluarganya"

"Nina setia banget, dari dulu Cuma cintanya sama kamu dek"

"Nina itu bla..bla..bla.."

Ucapan sekilas Maminya itu berasa bagaikan terror untuk Rama. Tapi bisa dibilang, serangan serangan kecil maminya itu ampuh. Karena Rama mau nggak mau juga jadi mempertimbangkan Nina.

Sebenarnya Nina sudah memenuhi syarat untuk menjadi istrinya Rama. Kenal dekat dengan keluarganya, akrab dengan Maminya, papinya, Mbaknya. Pintar, manja yang membuat Rama merasa dibutuhkan. Hanya saja Rama tidak mencintai gadis itu.

Kata orang, Cinta datang karena terbiasa. Ntah lah, Rama juga tidak tau. Usia Rama sudah dua puluh Sembilan tahun saat menikahi Nina, usia yang sudah pantas untuk membangun rumah tangga.

Nina wanita yang pintar dan energik, tapi Nina bukan tipe wanita yang menomor satukan karir daripada keluarga. Hal ini yang semakin memantapkan Rama untuk meminang Nina.

Tapi mungkin memang Rama yang lalai, karena telah menelantarkan perasaan Nina. Tidak seharusnya dia memperlakukan Nina dengan dingin.

Malam ini, dalam hatinya Rama memutuskan untuk menerima semua kenyataan dalam hidupnya. Bahwa pria itu telah memilih Nina sebagai pendampingnya. Rama akan menerima semua perhatian yang Nina berikan padanya, Rama mencoba menerima perasaan Nina.

Yah, itu memang keputusan yang terbaik..

**

Pagi ini Nina terbangun disisi Rama, membuat hatinya senang bukan kepalang. Tadi malam mereka sepakat untuk memberikan pernikahan mereka kesempatan. Nina memandangi wajah suaminya dengan binar bahagia.

Thanks god.

Belum puas menatap wajah tampan suaminya, Nina kaget saat Rama terbangun.

"Pagi hensem..." sapa Nina dengan senyum merekah.

Hal ini menjadi pengalaman baru bagi Rama, yang biasanya dibangunkan oleh ketukan Nina dipintu kamarnya. Atau biasanya dia dibangunkan oleh omelan Maminya selama hampir dua puluh Sembilan tahun.

Rama menarik satu sudut bibirnya malas, "gembira amat pagi-pagi". Ucapnya sambil menguap.

Hari ini hari sabtu, jadi ia memutuskan akan melanjutkan tidurnya lagi. Menarik selimutnya lagi, pria itu menenggelamkan seluruh tubuhnya dalam selimut. AC dan selimut yang lembut memang perpaduan yang tidak bisa ditolak siapapun.

"Mas nggak mau sarapan ?" tanya Nina masih menatap tingkah suaminya.

Rama menurunkan selimutnya lalu menatap Nina dengan mata yang tidak bisa dibukanya.

"Kalau udah siap, baru panggil aku " sambungnya.

"Mau sarapan apa ?"

Rama menggelengkan kepalanya. Terserah Nina saja mau buatin sarapan apa.

"terserah, yang penting kamu nggak bikin ribut waktu masaknya" ujarnya lalu menarik selimutnya lagi.

Nina memukul pelan pantat Rama "Hish, siapa juga yang bikin ribut ?" dumel Nina.

Meski kesal dianggap bikin ribut oleh Rama, Nina masih dengan riang gembira melangkahkan kakinya kedapur untuk membuatkan sarapan.

Menunggu rotinya terpanggang, ponsel Nina berdering. Nama Bunda tertera disana.

"Ya Bunda..."

"Mbak, Ayah sama Bunda hari ini ada keperluan keluar kota sampe besok. Dek Yan enaknya dititipin ke Mami atau dirumah mbak ?"

"Kerumah mbak aja Bunda, nggak enaklah ngerepotin mami. Emang Bunda sama Ayah mau kemana ?"

"Calon Nasabah nya Ayah ngajak ketemuan hari ini, tapi dadakan. Tadinya mau ngajakin dek Yan, tapi dek yan nya nggak mau"

"Ohh, yaudah. Ntar Bunda berangkatnya jam berapa ?"

"Jam Sembilan dari rumah. Ntar Bunda sama Ayah yang nganter kerumah Mbak. Nggak usah dijemput"

"oke Bunda" tut..

Menutup telponnya, Nina segera membangunkan Rama, sesuai permintaan pria itu.

"Mas Ramaaaa... ayo bangun...."

Nina menggoyangkan tubuh Rama, namun tidak ada jawaban dari Rama.Nina tau, pasti Rama sengaja tidak mau menyahut.

"Mas... bangun ihhh" Nina mencoba sekali lagi.

Rama masih juga tidak mau bangun. Ide cermelang pun terlintas dipikiran Nina. Gadis itu segera membuka selimut Rama lalu menciumi leher Rama dengan semangat.

"Ninaaaa, geli ihhhh" Rama berteriak kesal, tangan kanannya mendorong wajah Nina menjauh. Tapi tekad Nina masih lebih kuat.

"Dibangunin pura-pura budek sih. Rasain !!" jawab Nina yang masih berusaha menciumi Rama.

Mau tak mau Rama jadi tidak bisa melanjutkan tidurnya. Rama duduk diatas kasurnya sambil mengusap malas wajahnya.

"Kamu nggak bisa liat orang seneng ya ?!" omel Rama menyentil dahi Nina.

Nina mengusap dahinya yang sakit "kan Mas Rama sendiri tadi yang bilang minta dibangunin kalo sarapannya udah siap" jawab Nina tak terima dikatain Rama tidak bisa melihat orang senang.

"Ck" Rama berdecih. Dengan langkah gontai, Rama bangun dan menuju kamar mandinya. Membasuh wajahnya mungkin bisa menyadarkan Rama dari rasa kantuk.

"oh iya, Mas, Dek Ryan mau dititipin disini. Boleh kan ? besok dijemput lagi" lapor Nina pada Rama yang saat ini sedang menuangkan air putih kedalam gelasnya.

Rama menatap Nina sekilas, lalu kembali focus pada gelas ditangannya. Rambutnya yang berantakan malah semakin membuat hati Nina ngilu ngilu.

"Ya boleh lah. Emang Ayah sama Bunda mau kemana ?"

"Calon nasabah Ayah ngajak ketemuan diluar kota dadakan. Pulangnya besok. Tadi dek Yan diajakin nggak mau" jawab Nina panjang lebar.

Rama tidak menjawab, hanya mengangguk anggukan kepalanya mendengar penjelasan Nina.

Ryan berbeda dengan Nina. Ryan tipe anak yang kalem, nggak pecicilan kayak Nina waktu kecil dulu. Palingan kalau Ryan dateng kesini, Cuma ngajakin main PS, atau nonton anime bareng. Jadi, tidak ada masalah kalau adik iparnya itu menginap dirumahnya.

.....................................................................................................................................Halo, terima kasijh sudah nunggu update saya. Kemarin mau update tapi ketiduran heheww.

Adakah yang nunggu Mas Rama dan Nina ?

RamaNina (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang