Chapter 21 | Perawat

2.4K 165 6
                                    


"Mbak, Ayah sama Bunda nggak masuk ya" Ucap Bunda dari dalam mobil.

"nggak apa apa Bunda. Yaudah Ayah sama Bunda hati hati dijalan ya" Ucap Nina sambil menyalami kedua orang tua nya yang berada didalam mobil.

"Mas, Bunda nitip adek mu yah" Pesan Bunda pada Rama.

Rama tersenyum mendengarnya "Iya Bunda, santai kok" jawab Rama.

Ayah Nina tidak mau ketinggalan. "Dia udah nggak sabar tuh buat mainin sama kamu" ujar Ayah semangat.

Rama tertawa menatap Ryan yang sudah berdiri disampingnya. "beneran dek ?" tanya Rama pada Ryan yang dibalas anggukan semangat bocah itu.

"yaudah yah, ayah jalan dulu. Kalau adekmu bandel marahin aja" canda Ayah lalu menaikkan kaca mobilnya.

"Kamu kenapa nggak mau ikut ?" Tanya Nina saat mereka memasuki rumah.

"Males ah, dek yan mau lanjutin anime yang kemarin" Ryan kemudian meletakkan tasnya diatas karpet.

"boleh pinjam laptop nggak mas ?" lanjut Ryan, meminjam laptop Rama.

"buat apa ?" Tanya Rama.

"Buat nonton anime, Mas Ram pasti suka juga deh." Ryan antusias.

Rama masuk kekamarnya, tak lama keluar dengan laptop miliknya. Hobi mereka menonton Anime sama. Biasanya rekomendasi Anime yang ditonton oleh Ryan bagus bagus.

Rama menghempaskan tubuhnya diatas sofa, dan duduk disamping Ryan. Menghidupkan laptopnya dan memberikannya pada Ryan.

"Emang anime apaan ? " Tanya Rama seraya memandangi Ryan yang jari jarinya menari diatas laptop milik Rama.

"Dr.Stone" Jawabnya singkat yang masih fokus dengan laptop ditangannya.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas siang, Nina yang sibuk menyiapkan bahan makanan untuk makan siang mereka bertiga menatap senang pada Rama dan Ryan.

Meskipun perbedaan usia mereka jauh, tapi Rama tidak pernah mengacuhkan anak anak yang mengajaknya bermain.

Seperti saat ini, kalau Ryan mengajak Rama main PS, maka Rama akan akan bermain PS. Kalau Ryan mengajak Rama nonton anime, maka Rama akan dengan senang hati nonton dengan Ryan. Salah satu hal yang disukai Nina dari dulu.

"Dek, kamu mau makan apa ?" Tanya Nina dari dapur.

Ryan yang sedang fokus nonton malas memikirkannya. "Terserah mbak ajalah. Nggak ada yang enak juga masakannya" jawabnya cuek.

Rama menoyor kepala Ryan, tapi bibirnya ikut tertawa mendengar jawaban Ryan.

Rama menoyor kepala Ryan, tapi bibirnya ikut tertawa mendengar jawaban Ryan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"yaudah, nggak usah makan sekalian!" ucap Nina kesal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"yaudah, nggak usah makan sekalian!" ucap Nina kesal. Dasar jahat, padahal kan sekarang rasa masakan Nina sudah ada kemajuan. Rama aja nggak pernah protest uh.

Apa jangan jangan selama ini Rama nggak tega bilang ke Nina ya ?

**

Selesai memasak makan malam mereka, Nina berjalan kearah ruang TV. Berniat membangunkan Ryan yang ketiduran di sofa. Sementara Rama sedang mandi.

"Loh, kamu demam dek ?" tanya Nina khawatir saat memegang tubuh Ryan. Badannya panas.

Ryan hanya mengangguk lemah. Nina langsung mencari obat di persediaan obat mereka. Tak lama muncul Rama dari kamar yang tampak segar karena baru saja mandi.

Melihat Nina membongkar tempat obat, Rama pun penasaran.

"Kamu nyari obat apa ?" Tanya Rama sambil berjalan ke meja makan.

"Mas Rama makan dulu aja, Dek Yan demam. Badannya panas banget" Jawab Nina, matanya tak terlepas dari obat obat yang ada ditangannya.

Membaca satu persatu obat yang mereka punya. Mencari obat yang aman untuk anak kecil, dan yang dapat menurukan demam.

Rama menghentikan langkahnya lalu berbalik menuju tempat Ryan tidur.

"Ada nggak obatnya ? kalo nggak aku cari di alfa deh" Tangan kanan Rama memeriksa suhu tubuh Ryan. Kemudian mengecek demam Ryan menggunakan thermometer.

38,9 derajat. Terlalu tinggi.

Nina kemudian memasukkan kembali obat yang tidak diperlukan ditangannya kedalam kotak obat.

"Ada nih, biasanya Bunda kasih ini juga sih kalo aku sakit".

Dengan gerakan cekatan, Nina membangunkan Ryan.

"Dek, kamu makan dulu. Mau makan apa ?" ucap Nina pelan sambil mengelus rambut adiknya.

Ryan menggeleng lemah. "Nggak selera" ucapnya pelan.

Tak tinggal diam, Nina membujuk Ryan lagi agar dia mau makan sesuap nasi atau apalah.

"Nggak bisa, kamu mesti minum obat. Bubur mau ya ? dikiiit aja. Yah" bujuk Nina lagi.

Ryan masih menggeleng.

Nina juga tidak mau kalah.

"eeehh, nggak boleh gitu. Kamu harus makan dulu dikit, kalo nggak makan kan nggak bisa minum obat. Ntar kamu nggak sembuh sembuh. Mbak buatin bubur ya" Bujuk Nina.

Ryan mengangguk lemah.

Nina bangkit kemudian menatap Rama. "Udah nggak apa apa, Ryan biar Nina yang urusin. Mas Rama makan aja dulu"

Belum sempat Rama menjawab, Nina sudah melesat menuju dapur. Mengambil panci kecil, memasukkan nasi dan air kedalam panci. Lalu meletakkannya dan menghidupkan kompor.

Setelah itu Nina berkutat pada kotak obat lagi, mengambil kompres bye bye fever yang pernah mereka beli buat jaga-jaga dulu.

Berjalan lagi mendekati Ryan, Nina menempelkan bye bye fever pada keningnya.

Kemudian balik lagi kedapur, memeriksa bubur yang hendak dibuatnya dipanci. Mengaduk ngaduk, memasukkan garam, mencicipi, lalu meletakkan sendok kayu panjang disamping panci.

Mengambil mangkok, meletakkan bubur yang sudah jadi. Mengambil segelas air putih, lalu membawanya ke Ryan.

Membangunkan Ryan, lalu memeluk adiknya. Tidak lupa Nina mengusap ngusap punggung Ryan yang nemplok dipelukan Nina.

Kemudian menyuapi adiknya itu dengan telaten. Setelah selesai, Nina memberikan obat syrup itu pada Ryan. Mengajaknya pindah kekamar, lalu menemani adiknya sampai tertidur.

Semua aktivitas Nina itu tidak ada satupun yang luput dari pandangan Rama. Nina tidak terlihat bingung, tetap tenang. Dan tau apa yang harus dilakukannya.

Meskipun Nina anak yang manja, melihat langsung Nina merawat Ryan membuat Rama berpikir.

Kalau mereka punya anak nanti, Rama yakin Nina bisa merawat mereka saat anaknya sakit.

Rama jadi tersedak ludahnya sendiri. Punya anak gimana, buat aja belum. Rama jadi malu sendiri...

Sambil menyantap makan malamnya, Rama tersadar lagi. Masakan Nina sekarang sudah banyak kemajuan. Mungkin karena Nina sering masak, jadi kemampuannya meningkat.

Melihat Nina merawat Ryan tadi, membuat Rama teringat Maminya. Dulu waktu kecil, saat Rama sakit, maminya dengan sabar merawat nya. Sama seperti Nina tadi.

Satu garis senyuman pun terbit diwajah Rama.

.....................................................................................................................................

Halo, 

part yang ini mungkin membosankan. Tapi ini dibutuhkan untuk menyambungkan ke part yang selanjutnya. Oke.

Selamat membaca ya semua ^^

RamaNina (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang