Chapter 23 | Sendirian

2.4K 151 5
                                    


"Mas Rama hari ini banyak kerjaan nggak ?" Tanya Nina sembari membawa lauk yang sudah selesai dimasaknya ke meja makan.

Rama yang terlihat segar dengan kemeja putih bergaris, semakin memperlihatkan ketampanan nya, menatap Nina yang sibuk membawa lauk keatas meja makan kecil milik mereka.

"Iya, hari ini banyak yang mesti diselesaikan. emang kenapa ?" tanya Rama balik.

Nina kemudian mengambil duduk tepat disisi sebelah kanan Rama. "oh, nggak papa. Tadinya Nina mau minta temenin Mas Rama ke kantornya si pak Fadli itu loh" Ucap Nina polos.

Rama terdiam sejenak, lalu melirik sekilas kearah Nina.

"emang kamu mau ngapain kesana ?" Tanya Rama akhirnya. Niatnya ingin tidak peduli, tapi bibir Rama sungguh tidak bisa diajak bekerja sama.

Nina lalu menoleh kearah Rama yang sedang menyantap makanan dihadapannya. "oh, kan Nina mau kerja sama buat nerbitin buku Nina mas" Jawab Nina santai.

Rama hanya menganggukkan kepalanya.

"Yaudah, kalau gitu nanti Nina sendirian aja kesana. Nggak begitu jauh sih dari sekolah" putus Nina. Tidak masalah jika Rama tidak bisa menemani Nina. Lagian Nina juga bukan anak kecil yang harus selalu ditemani oleh Rama.

Kapan juga Rama menemani Nina ? Tidak pernah !

"hmmm" hanya itu yang keluar dari bibir Rama.

sisa pagi itu hanya dihabiskan dalam keheningan. sejujurnya, jauh dalam hatinya, Nina ingin Rama sedikit merasa cemburu terhadap Nina.

Namun Nina dengan segera menepis keinginannya itu. Nina mengingat kembali pembicaraan mereka terakhir kali. Kalau Nina harus memberikan Rama kesempatan untuk membuka hati dan menerima kehadiran Nina. Selama Nina bersabar, Nina yakin kalau suatu saat Rama akan melihat Nina sebagai seorang wanita.

Nina akan bersabar menunggu saat itu tiba. Matanya lalu tertuju pada cincin yang melingkar dijari Rama. Cincin yang sama dengan milik Nina, namun hati mereka tidak sama.

Tanpa sadar Nina mengenggam tangan Rama yang sedang berada diatas meja makan, sontak membuat Rama kaget akan tingkah Nina.

"Kenapa ?" Tanya Rama heran.

Nina pun sama halnya, wanita muda itu terlalu terbawa suasana dalam pikirannya hingga tidak dapat mengontrol gerak tangannya.

"Ohhh, enggak papa. lagi ngetes aja, kayaknya masih lebih putih Nina dari Mas Rama gituuu. cuma mau membandingkan aja" jawab Nina asal.Ingin rasanya Nina memotong tangannya sendiri.

Rama mengerutkan alisnya, tak percaya dengan perkataan Nina yang selalu penuh dengan muslihat. Tak ingin ambil pusing, Rama hanya diam tak berniat mendebatnya.

Rama kemudian menandaskan air putih digelas miliknya "Aku udah selesai , ayok cepetan" gerutu Rama.

Nina mencebikkan bibirnya kesal, baru juga mulai nelan makanan !

"Iyaaaaaa" jawabnya kesal, "lagian ngapain sih pagi banget udah jalan ! kayak kerja sama orang lain aja" gerutu Nina.

Rama berhenti lalu berbalik menghadap Nina yang sedang bersungut sungut.

"Bukan aku, tapi kamu yang kerja sama orang lain. Nggak malu sama murid ?" sindir Rama lalu berjalan mengambil kunci mobil miliknya.

Pagi ini hujan tidak berhenti, terpaksa mereka harus mengendarai mobil. Untung saja kalau cuaca hujan begini, jalanan tidak begitu ramai.

"Mas Rama nanti pulang jam berapa tapi ?" tanya Nina memecahkan keheningan didalam mobil.

suasana hujan kadang membuat kita terhanyut dalam pikiran masing masing.

Rama yang sedang bertopang dagu di kemudi mobilnya tampak berpikir sejenak " belum tau, paling jam sembilanan kali" jawabnya asal.

Rama benar benar tidak tau dia akan selesai jam berapa, pekerjaan yang harus mereka selesaikan hari ini sangat banyak. Belum lagi mereka harus melakukan maintenance aplikasi mobile milik sebuah perusahaan asuransi swasta.

Nina mengangguk "yaudah, nanti kalau Nina selesai duluan Nina langsung pulang" jawab Nina.

Nina tidak suka pulang sendirian, apalagi dirumah mereka hanya ada Rama dan Nina. Nina akan merasa sangat kesepian menunggu Rama pulang. Tapi Nina tidak berani mengatakannya, karena takut dianggap kekanakan oleh Rama.

Rama hanya menaikkan sebelah alisnya tak peduli.

**

"Ram, yang ini kayanya udah bisa kita finalisasi hari ini deh. Coba kamu lihat di sharing folder" lapor Ridho pada Rama dari balik mejanya.

Dengan cekatan Rama mengarahkan kursornya pada folder yang dimaksud oleh Ridho. Salah satu proyek mereka yang cukup besar, pasalnya proyek ini mereka dapatkan dengan susah payah mengingat pengambil keputusan dari pihak klien adalah tipe orang tua jaman dulu, yang nggak mau dibantah.

Dalam diam, mata Rama bergulir dari atas hingga kebawah. Memastikan tidak ada kesalahan yang terlewatkan "hmm" Rama mengangguk "Mam, coba kamu kontak PIC nya. Minta jadwal meeting finalisasi" lanjutnya lagi, kali ini kepada Imam yang duduk di meja sampingnya.

Meskipun dimasa remajanya Rama adalah anak yang bandel dan terkadang dianggap bodoh oleh teman temannya, entah mengapa memasuki masa dewasa Rama semakin menunjukkan kemampuan yang dimilikinya.

Hal ini mulai dirasakan orang sekelilingnya sejak Rama menginjak bangku akhir SMA, Rama sangat tertarik dengan yang namanya teknologi. Papinya yang tidak mau melewatkan minat yang ditunjukka Rama itu tentu saja mensupportnya habis habisan.

Mulai dari memfasilitasi perangkat komputer hingga kursus. Bahkan ternyata Rama malah sering mendapatkan ilmunya dari belajar sendiri.

Kelebihan Rama dibandingkan dengan teman lainnya adalah dia sangat teliti dan sabar dalam mengerjakan sesuatu. Maka itu banyak teman seangkatannya yang meminta bantuannya, tidak heran sekarang dia bisa menjadi leader bagi teman teman di perusahaan mereka sendiri.

Sambil bertopang dagu, Rama melihat jam yang ada dilaptopnya. "Berarti ini udah kelar ya ?" tanya Rama pada teman temannya.

"yoo" ujar Imam singkat tanpa melihat lagi pada Rama.

Rama mengetuk ngetukkan jarinya diatas meja, tampak sedang berpikir dan memperhitungkan. Disisi lain pikirannya teringat akan informasi yang diberitahukan Nina pagi tadi. Istrinya akan mendatangi kantornya Fadli untuk proyek penerbitan buku katanya.

Setelah bergelut dengan pikirannya sendiri, Rama akhirnya mengangkat bokongnya dari kursi lalu memasukkan laptop dan perlengkapan miliknya kedalam tas.

"Nan, ntar kalo PIC udah ngabarin, kamu langsung siapin meetingnya aja" Titah Rama sambil melenggang dari mejanya.

Ridho melihat kearah Rama, karena lumayan jarang juga Rama seperti terburu buru pulang. "Kamu mau kemana emang ?"

Rama menghendikkan bahunya, "Pulang lah, emang aku nggak punya rumah ?" Jawabnya cuek.

"ohh" sambung Imam kemudian berujar "Kirain mau jemput Istri" lanjutnya.

Rama terdiam sejenak, kemudian menelan ludahnya "yang penting bukan jemput istri orang" cibirnya. Entah kenapa Rama seperti ketauan berbuat buruk, padahal dia tidak punya niat buruk. Hanya ingin memastikan Istrinya tidak ditipu orang, apalagi orang seperti Fadli itu.

.................................................

Haiii, Long time No see...

udah sekita dua bulan nih nggak update, nggak tau masih ada yang baca atau enggak nih. Semoga masih pada inget yahh.

RamaNina (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang