Mex menatap tajam orang itu dari atas ke bawah. Emosinya memuncak.
SERANGGG!
Mex menyalakan motor dan memutarnya. Mengeluarkan asap tebal yang membuat mata mereka perih.
SHOOT!
Mex memberi perintah melalui headset kepada anak buahnya yang bersembunyi di balik pepohonan besar. Mereka menembak tepat sasaran. Menjatuhkan hampir 10 orang dengan darah berceceran di tanah.
Namun, Mex tidak melihat orang yang memakai bandana putih. Kemana dia pergi?
"Skay, lihat!" Gwen menunjuk seorang pria pincang karena tembakan.
"Fuck!" Mex marah melihat pria itu berhasil kabur, berlari tidak stabil dan terjatuh beberapa kali.
Mex menghampiri pria itu, memukul wajahnya dan menariknya berdiri. Ia terus menghajar tanpa memberi kesempatan lawan untuk melawan.
"Skay udah!" ucap Gwen disamping motor.
Mex seakan tuli. Terus memukul dan menendang lawan di depannya. "Siapa lo?" tanyanya dengan marah.
Orang itu hanya diam meskipun kesakitan. "Hajar gue sampai mati!" jawabnya dengan senyum sinis.
Mex tiba-tiba mengeluarkan pistol dan menodongkan ke kening pria itu. "Dalam hitungan ketiga lo mati!"
"1," Mex menarik pelatuk dari pintol itu.
"2," Mex sudah siap untuk menembak.
"3."
DOORRR
Tembakan itu melesat ke arah lain. Karena Gwen berlari dan langsung menendang pistol yang berada di tangan Mex.
"Lo gila, dia bisa mati!" teriak Gwen di depan wajah Mex.
Mex sangat marah. Lalu menodongkan pistol ke samping kepala Gwen. "Jangan ikut campur!" serunya dengan mata merah.
Gwen mematung, tidak percaya. Mex menodongkan pistol tepat di samping kepalanya.
"ZIO!" teriak seseorang di belakang Mex.
"Gibran?" gumam Gwen.
"Gak sekarang. Lo harus inget jangan gegabah," bisik Gibran tepat ditelinga Mex.
Mex menyesal telah tersulut emosi. Masalahnya jika penembak itu salah sasaran dia akan mengenai Gwen yang berada didekatnya saat dirooftop tadi. Itu alasan menggapa dia begitu marah.
Gibran dan yang lainnya naik mobil, berencana pulang. Tinggal Gwen dan Mex di tempat itu.
"Gwen," panggil Mex, mendekati Gwen.
Gwen mundur, menghindar. "Jangan deketin gue! Ingat ucapan lo di rooftop!"
"Oh iyaa, lo terpaksa kan nganterin gue? sekarang lo boleh pergi dan tinggalin gue disini. Mulai saat ini kita kembali jadi orang asing karena emang dari awal gue bukan siapa-siapa bagi lo dan kita gapernah lebih dari apapun," ucap Gwen.
"Okey," jawab Mex tanpa membantah.
Dalam hati, Mex merasa sakit. Namun, lebih sakit jika dia terus mempertahankannya.
Mex tersenyum manis. "Pulang bareng gue."
"Ngg.." Gwen mencoba menolak, tapi Mex menutup mulutnya.
"Terakhir kalinya."
+++++
"Siapa ini?" tanya Gwen, menunjukkan bingkai foto kepada Zero.
"Sejak kapan lo punya teman?" Gwen menggodanya.
"Mereka sahabat gue dulu," jawab Zero dengan nada datar.
"Serius? Gue nggak pernah liat lo bawa mereka ke sini."
Zero menatap Gwen, bingung apakah Gwen benar-benar tidak mengenal mereka. Dia terdiam sejenak.
"Lo lupa? Wajar, lo masih kecil waktu itu."
"Lo lihat dia?" Zero menunjuk anak pria paling bontot di foto. "Dulu lo segede ini."
Gwen mengangguk.
"Bawa mereka ke sini dong," pinta Gwen antusias.
"Nama dia siapa? Cakep hahaha," Gwen menunjuk salah satu anak di bingkai tersebut.
"Kepo lo!"
"Yaudah, nggak mau tau juga gue," Gwen berucap sambil menuju pintu kamar.
"Dia suka sama lo!" teriak Zero saat Gwen sudah menutup pintu kamarnya.
Segitu dulu bagian chapter ini ya guys!
See you di bab selanjutnya🥰
Jangan lupa follow!
@Vuurschedel_ofc
@skay_mza
@gwen16c
@gibransmithh
@z.liandri
@angkasaper_
@aksall.m
@kalviroall_
@stefi.ibinaaa
@0k_kristal
@celineziba8_its
@adrina_aureliaFollow juga tiktok!
@keyzee. Banyak konten disana👍🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
MEXSKAY (END)
Teen FictionMexskay Zio Alzafran Cullen adalah seorang pria yang dinilai dingin dan tidak punya hati. Ia kembali ke Indonesia dengan misi untuk membunuh seorang wanita cantik bernama Gwen Alice Charlie. Misi ini telah menghancurkan keluarganya dan dunianya, nam...