Dering telepon khusus ruang markas berbunyi. Membuat semua anggota, pengawal, dan penjaga panik. Telepon itu menandakan adanya bahaya.
Zidan di ujung telepon hanya berkata. "Gwen hilang kabar," yang langsung membuat Mex menarik Angkasa keluar.
"Serius, cowok dingin juga bisa panik?" kata Angkasa sambil melirik Mex melalui kaca spion.
Angkasa mengendarai motor dengan kecepatan tinggi meski berisiko.
"Mex, itu dia!" Angkasa menunjuk kepada seseorang yang sedang duduk didalam kafe.
Mex langsung menendang meja kaca yang berada didepan Tom.
"Dimana Gwen?"
"Dia pulang duluan," jawab Tom terkejut.
Mex meninju muka Tom. "Lo orang pertama yang gue cari kalau terjadi sesuatu sama dia!"
"Mex tunggu!" teriak Angkasa, karena Mex langsung pergi tanpa mengucapkan satu katapun.
Angkasa dan Mex sudah beberapa kali mengelilingi jalanan yang mungkin dilewati oleh Gwen. Namun nihil tidak ada sedikitpun jejak yang dapat Mex temukan.
"Stop!"
"Hah,stop?" bingung Angkasa.
Angkasa memberhentikan motor. Terkejut berada di luar makam. "Ngapain kesini?" tanya Angkasa takut.
"Diem!" bentak Mex pelan, menunjuk Gwen yang duduk lemas di depan makam.
Gwen berbicara pada makam. "Kak, maafin gue dan abang. Gue kangen semuanya. Gue janji akan nemuin pelaku yang buat lo pergi."
Gwen tertawa hambar. "Gue udah kaya orang gila ya kak ngomong sama tanah. Tapi, gue yakin lo denger cerita gue kok. Lo senyum ya disana? gue tahu," Gwen buru-buru mengusap air matanya sebelum benar-benar jatuh.
Gwen berjalan menuju motor. Buram, dia merasakan matanya buram. Pusing, Gwen merasakan pusing dikepalanya.
"Eh, dia kenapa Mex?" kata Angkasa yang bersembunyi di balik pohon besar.
Mex terus memandang Gwen dari jarak jauh. Mex khawatir melihat keadaan dan penampilan Gwen.
"Gwen, hidung lo..." kata Mex terkejut.
"Oh, cuma darah," jawab Gwen sambil meraba hidungnya, mencoba tenang.
Pandangannya mulai kabur. Gwen tidak bisa lagi menahan tubuhya. Tubuhnya jatuh tepat dipangkuan Mex.
"Dia kenapa Mex?" tanya Angkasa.
"Telepon taksi! Cepet. Sa."
Angkasa panik melihat wajah Mex yang tidak biasanya cemas.
"Oke, bentar," jawab Angkasa sambil memanggil taksi.
Di dalam taksi, Mex menidurkan Gwen di pangkuannya dan mengelus kepala Gwen dengan lembut. "Bawa motor Gwen ke penthouse gue!" instruksi Mex pada supir taksi.
"Pacarnya tuan?" tanya supir.
"Hm!" jawab Mex.
+++++
Mex meletakkan Gwen di kasurnya dan memandangnya. "Kenapa lo harus seceroboh ini?" pikir Mex. Ia memutuskan untuk ke dapur membuat makanan untuk Gwen.
Namun, suara teriakan dari dalam kamar mengejutkan Mex. "LO JAHAT, LO JAHAT!" teriak Gwen dalam keadaan terjaga, seolah dalam mimpi buruk. Jari Mex terluka saat memotong daging karena terkejut.
Mex mengabaikan luka di tangannya dan kembali ke kamar. "Hey, are you ok?" tanyanya sambil menepuk pundak Gwen.
Gwen terbangun dengan napas cepat dan mata terbuka lebar. "GAK! LO JAHAT, LO JAHAT." teriaknya, lalu meraih lengan Mex.
"Jangan pergi, gue takut," kata Gwen dengan tatapan sendu. Mex duduk di sampingnya dan berusaha menenangkannya.
"Siapa yang lo takuti?" tanya Mex lembut.
Gwen terisak. "Dia jahat, dia pembunuh," tubuh Gwen bergetar mengingat trauma masa lalu.
"Hey, stop!" Mex menarik tangan Gwen dan membantunya berhenti memukul kepalanya. "Udah, jangan lakuin itu."
"Kenapa harus kakak gue?" tanya Gwen sambil menangis.
Mex memeluk Gwen. "Suttt, jangan nangis. Ada gue di sini. Jangan takut."
Gwen menatap Mex, melihat mata yang mengingatkannya pada pria yang dulu mencoba merebut hatinya. Mex merasa panik dan mengalihkan pandangannya. Berusaha agar Gwen tidak mengenalinya.
Gwen menyadari darah di jari telunjuk Mex. "Jari lo berdarah," katanya.
Mex berusaha menyembunyikan tangannya. "Gapapa."
"Sini, gue liat," Gwen menarik tangan Mex dan mengelap lukanya dengan lembut. "Luka kecil bisa infeksi nanti."
"Kenapa bisa gini?" tanya Gwen.
"Gapapa."
"Bisa nggak lo bilang yang lain?" Gwen memaksa.
"I love you."
"Gue serius, Skay."
"Gue juga."
Detak jantung Gwen semakin cepat. Mex tersenyum melihat wajah Gwen yang merona.
"Sini!" katanya sambil menyuruh Gwen mendekat.
"Gak, lo ngeselin."
"Ini perintah!"
"Gak!"
Gwen tidak mau menurut. Tapi saat Mex berusaha bangkit, Gwen menarik bajunya. "Kenapa?" tanya Mex.
"Apa?!" jawab Gwen dengan wajah nyolot.
"Gue mau pergi."
"Yaudah, tinggal pergi!"
Gwen yang menyuruh Mex pergi malah menarik bajunya. "Bilang aja kalo takut," kata Mex, lalu menggendong Gwen dan membawanya ke sofa.
"Dih, siapa yang takut?"
"Yaudah gue balikin lagi ke kasur."
"Ihh jangan!"
aku akan ngebuat kalian senyaman mungkin bacanya👍🏻😍
See you di chapter selanjutnya🥰
Jangan lupa follow!
@Vuurschedel_ofc
@skay_mza
@gibransmithh
@z.liandri
@angkasaper_
@aksall.m
@kalviroall_
@gwen16c
@stefi.ibinaaa
@0k_kristal
@celineziba8_its
@adrina_aul0_Follow juga tiktok!
@keyzee. Banyak konten disana👍🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
MEXSKAY (END)
Teen FictionMexskay Zio Alzafran Cullen adalah seorang pria yang dinilai dingin dan tidak punya hati. Ia kembali ke Indonesia dengan misi untuk membunuh seorang wanita cantik bernama Gwen Alice Charlie. Misi ini telah menghancurkan keluarganya dan dunianya, nam...