Pagi ini, Zero termenung di depan jendela putih. Sinar matahari menyorot wajahnya yang penuh memar. Kekhawatiran tentang Gwen, adiknya. Membuatnya tidak bersemangat. Belum ada kabar tentang keberadaannya.
Ketukan pintu membuyarkan lamunannya.
"Masuk, nggak dikunci!" teriak Zero.
Seorang pelayan masuk. "Permisi, Aden. Saya diperintahkan untuk menyuruh Aden segera ke bawah menemui Tuan dan Nyonya."
"Bilang aja gue lagi tidur," jawab Zero acuh.
"Ta-tapi..."
"Tutup pintu. Gue mau istirahat!" tegas Zero, meski sebenarnya dia hanya malas turun. Pikirannya terusik sejak semalam oleh suara di telepon Gwen yang terdengar familiar. Tapi dia tak bisa mengingat siapa pemilik suara itu.
Kemarin, setelah kabar Gwen menghilang. Zero jadi sasaran kemarahan Hadma. Tanpa diberi kesempatan menjelaskan. Ayahnya menghajar Zero habis-habisan, menyalahkannya karena tidak bisa menjaga Gwen. Deteksi ponsel dan motor Gwen gagal, membuat Hadma panik.
"Abang! Abang!" teriakan Melati, sang ibu. Membuat Zero kembali terganggu.
Melati sangat mirip dengan adik perempuan Zero yang sudah tiada. Tatapan Melati selalu membuatnya merasa bersalah.
"Ngapain ke sini, Mom? Aku mau istirahat," ucap Zero mencoba mengalihkan perhatian.
"Emang kalau ke kamar anak sendiri harus ada alasan?"
Zero menghela napas. Sifat Melati ini persis Gwen, selalu berhasil membuatnya pasrah. Beda dengan adik pertamanya yang pemalu dan penurut.
"Mom..."
Melati menatap Zero. "Kenapa, sayang?"
Zero ragu untuk bertanya soal ini pada ibunya. "Nggak jadi, Mom. Cepetan keluar, aku mau tidur ngantuk," ucap Zero.
"Yakin mau tidur? Yaudah kalau nggak mau tahu kabar adik kamu."
Mendengar itu mata Zero langsung berbinar. "Mau, Mom! Cepetan kasih tahu aku. Dari semalam aku nggak bisa tidur, mikirin dia."
Melati tersenyum. "Makanya nurut! Kalau disuruh ke bawah ya ke bawah, jangan alasan tidur."
"Yaudah, di mana Gwen?"
"Tanya sendiri sama Daddy," jawab Melati sambil tersenyum.
Zero berlari turun meninggalkan Melati.
"Dasar anak remaja," gumam Melati melihat Zero yang terburu-buru.
"Dad! Di mana Gwen?" teriak Zero begitu tiba di bawah.
"Ikut Daddy!" perintah Hadma.
Zero mengikuti Hadma ke ruang khusus yang penuh dengan komputer dan alat komunikasi. Suasana di ruangan itu gelap. Zero duduk di kursi di depan Hadma, terpisah oleh sebuah meja.
Hadma membawa sebuah laptop didalam lemari yang hanya dapat dibuka oleh dirinya saja.
"Liat foto ini!" Hadma menunjukan sesuatu.
"Ini rumah Gwen, terus kenapa?" Zero masih bingung.
"Lihat keenam motor di belakang taksi hitam itu," ucap Hadma.
Zero memperbesar gambar, tapi masih belum paham.
"Salah satu dari mereka pakai plat nomor palsu. Apa dia orang yang sama yang pernah kamu bicarakan?"
"Om Heri sudah melacak identitas mereka, kecuali yang ini," Hadma menunjuk motor di posisi paling depan. "Identitasnya nggak bisa dilacak. Setiap kali mencoba, koneksi dan jaringan tiba-tiba mati."
Zero mengernyit, mengenali motor itu. "Ini motor orang yang pernah menabrak Gwen," pikirnya.
"Kamu tahu sesuatu?" tanya Hadma, mengejutkan Zero.
"Nggak!" bohong Zero. "Dad, kita bahas ini nanti. Gwen lebih penting. Di mana dia?"
"Dia sudah kembali ke rumahnya..." belum sempat Hadma melanjutkan. Zero sudah keluar dari ruangan, berlari menuju rumah Gwen.
Yuhuuu up lagi nih gue.
chapter ini gaada Gwen dan Skay, sabar ya.
See you di chapter selanjutnya🥰
Jangan lupa follow!
@Vuurschedel_ofc
@skay_mza
@gibransmithh
@z.liandri
@angkasaper_
@aksall.m
@kalviroall_
@gwen16c
@stefi.ibinaaa
@0k_kristal
@celineziba8_its
@adrina_aul0_Follow juga tiktok!
@keyzee. Banyak konten disana👍🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
MEXSKAY (END)
Teen FictionMexskay Zio Alzafran Cullen adalah seorang pria yang dinilai dingin dan tidak punya hati. Ia kembali ke Indonesia dengan misi untuk membunuh seorang wanita cantik bernama Gwen Alice Charlie. Misi ini telah menghancurkan keluarganya dan dunianya, nam...