"Reforfer nyerang gue."
Mendengar penuturan Mex, seseorang tersenyum smirk.
"ANJING! KENAPA LO GABILANG DARI TADI SAMA GUE?" tanya Angkasa emosi.
"Terus kalo dia bilang mau apa? Mau nyerang balik lagi kayak waktu lo nyerang Edward, hah?" balas Aksal.
"Tapi kan dia nusuk Gibran, gak salah dong gue!"
"Salah! Mereka pasti dendam. Musuh kita banyak, mereka bisa nyerang keluarga atau orang yang kita cintai. Lo harus mikir jauh," kali ini Zidan yang angkat bicara.
Mex dan yang lain terdiam. Kata-kata Zidan benar. Mex baru saja mengalaminya.
"Lo cinta sama Gwen, dan lo harus akui itu," lanjut Zidan.
"Gue tau."
"SKAY! BERANI BANGET KAMU MANJAT PAGAR BELAKANG! KELUAR, DAN DIEM DI BAWAH TIANG BENDERA!"
"Buset, Bu. Masih pagi, jangan marah-marah, nanti cepet tua."
"DIEM KAMU, KALVIRO!"
"DIEM KAMU!" Kalviro membalas.
"Berani lawan saya?" Bu Teti melotot.
"Eh, engga maksud saya, silakan lanjut marahnya."
"Lo sih, Bang. Kalo manjat ajak gue biar sukses ngibulin guru."
"CEPET SKAY!"
"Hm."
"KENAPA SUKA CARI MASALAH? UDAH TELAT, MASIH AJA NYELONONG MASUK!"
Lapangan besar, rumput yang hijau segar memberi koneksi semangat kepada siswa siswi yang menyukai pelajaran olahraga.
"Mana kedua teman kamu?" tanya Pak Agus.
Adrina gugup. "Emm, an-anu, Pak..."
"Tuh mereka, Pak," sahut Kristal.
"Siapa yang suruh kamu duduk, Gwen?"
"Mereka juga duduk pak, ya saya cuman ngikut aja," jawab polos Gwen.
"Kamu bukan anak kelas 10 yang harus saya tegur soal tata tertib sekolah ini. Berdiri dibawah tiang bendera!"
"WHATT? Liat ini panas banget, Pak. Masa saya harus berjemur?"
"Sutt, terima aja lo gak akan nyesel. Noh liat," bisik Celine.
Gwen tersenyum melihat pria yang dihukum di bawah tiang bendera. Pasti dia yang manjat pagar.
"Kamu berani membantah?"
"Enggak, Pak! Saya siap berdiri di bawah bendera dengan senang hati."
Berbeda dari orang-orang yang sedang menikmati istrihat. Kedua pasangan ini menikmati istirahat dengan hukuman di bawah terik matahari. Mex melindungi Gwen dengan mengangkat tangan di atas kepala Gwen.
"Nanti ketahuan guru, hukuman lo tambah lama."
"Gapapa, salah mereka kenapa ngehukum lo."
Gwen sudah kehabisan akal untuk membujuk pria keras kepala ini. "Lo tuh keras kepala. Gue gak mau lo jadi tontonan cewek-cewek."
Mex menghilang sejenak, lalu kembali. "Gue disini."
"Ihh nyebelin. Tadi kemana? gue lagi ngomong malah ilang."
"Kak, ini roti machanya," kata seorang gadis, memberikan roti pada Mex dengan tatapan genit.
Gwen yang melihat itu tidak terima. "Jadi nyamuk nih gue," sindirnya.
Mex segera menyuruh gadis itu pergi. "Pergi! Ngerti bahasa manusia, kan?" Gwen menatap sinis.
"Santai dong ngga usah ngegas," balas Gisel tidak kalah sinis.
Jika dibiarkan akan terjadi keributan antara wanita ini. Mex menatap Gisel dingin. Melihat tatapan tajam itu Gisel sedikit bergidik ngeri.
"Kenapa harus nyuruh dia?"
Mex tidak menjawab, melainkan menyuruh Gwen untuk memakan roti itu.
"Gak mau! Gue nggak mau makan roti dari tangan orang yang gue benci."
"Lo belum makan."
"Terus apa masalahnya kalo gue belum makan?"
"Keluar darah dari hidung lo," Gwen mengernyitkan alisnya menatap Mex. "Kenapa lo bisa tahu?"
"Karena gue pacar lo."
+++++
Gwen menyadari Pak Agus memegang tangannya. "Loh, Pak Agus?"
"Kenapa kamu tidak mengangkat telepon dan pesan yang saya kirimkan?"
Gwen bingung. "Kenapa bapak punya nomor saya?"
"Saya punya semua no siswa. Jawab pertanyaan saya Gwen!"
Gwen membawa seragam putih abu dari loker lalu dia ingin memasuki ruang ganti. Namun, dengan tidak sopannya pak Agus mencekal kembali pergelanan tangan Gwen.
"Saya sudah menunggu kamu untuk berlatih renang sebelum perlombaan dimulai. Sabtu sore saya menelepon bahkan saya mengirim beberapa pesan namun tidak ada balasan sama sekali. Apa pantas seorang siswi membuat guru menunggu?"
"Jika bapak merasa menyesal menunggu saya. Lupakan pembicaraan ini dan anggap saya tidak pernah menyutujuinya."
Pak Agus menuduh lagi tunduhan seperti saat itu, tapi Mex datang dan memukulnya.
"Gagalin rencana lo dan jauhi cewe gue!" ancaman itu dapat membuat Pak Agus pergi.
"Lo tau kan pak Agus telepon?"
"Sengaja gak diangkat."
"Terus kenapa lo angkat telepon dari abang, eh maksud gue Zero. Kenapa lo angkat telepon dari dia?"
"Kasih info."
"Jangan marah sama Zero jangan pernah berantem sama dia."
"Iya, udah sana ganti baju."
"Janji dulu?" Gwen menjulurkan jari kelingkingnya.
Mex mengaitkan kelingkingnya tanpa ragu.
Mex definisi pacar posesif ternyata guyss
See you di chapter selanjutnya🥰
Jangan lupa follow!
@Vuurschedel_ofc
@mex_skay
@gibransmithh
@z.liandri
@angkasaper_
@aksall.m
@kalviroall_
@gwen16c
@stefi.ibinaaa
@0k_kristal
@celineziba8_its
@adrina_aureliaFollow juga tiktok!
@keyzee. Banyak konten disana👍🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
MEXSKAY (END)
Teen FictionMexskay Zio Alzafran Cullen adalah seorang pria yang dinilai dingin dan tidak punya hati. Ia kembali ke Indonesia dengan misi untuk membunuh seorang wanita cantik bernama Gwen Alice Charlie. Misi ini telah menghancurkan keluarganya dan dunianya, nam...