29. Qué le pasa a Ansel?2

941 55 1
                                    


Jangan lupa vote dan komen
Follow juga

Kalau ada typo. Komen okee.

'Qué le pasa a Ansel?2=Ada apa dengan Ansel?'

***

"Gue tunggu di mobil," kata Afga. "Awas kalau macem-macem kaya tadi."

Ansel mengangguk seraya terkekeh, ancaman Afga membuat hatinya menghangat, ia tahu Afga se-khawatir itu bahkan sepengetahuan dirinya Afga sering kali bolak-balik memastikan dirinya baik-baik saja jika malam hari. Ansel mendongkak menatap langit biru ia menghembuskan nafasnya dengan kasar seraya menoleh ke bawah tepat di pusara makam seseorang yang berarti di hidupnya.

Ansel mengigit bibir bawahnya tangisan yang keluar. Ia berjongkok mengusap batu nisan itu membersihkan debu menggunakan tangannya. "Aku gatau harus mulai dari mana. Semuanya terasa berantakan."

Jovan Purnama
Bin
Rian Purnama

Nama itu tertera jelas di batu nisan yang sedang Ansel usap. "Hidup aku berantakan pa..."

MATI SAJA AYOK!

Ansel menggeleng dengan rasa takut suara itu kembali muncul terlebih ia berada di tempat pemakaman umum.

Ansel mengatur nafasnya yang tak beraturan setelahnya ia celingak-celinguk menatap sekitarnya hingga kepalanya menoleh ke arah belakang tepat dimana Afga berdiri tak jauh darinya.

Ansel tersenyum tipis menggeleng kepalanya tadi bilang Afga menunggu di mobil tapi kenapa Afga malah berdiri tak jauh dari dirinya.

"Dasar setan," umpat cowok itu kesal.

Ansel memfokuskan kembali ke arah batu nisan itu. Ia tak tahu harus berbicara mulai dari mana, rasanya hampa jiwanya terasa kosong bahkan untuk melangkah maju saja ia tak bisa kini hidupnya terasa monoton kala papanya meninggalkannya untuk selama-lamanya.

"M-maaf baru bisa kesini untuk kesekian lamanya," lirihnya, cowok itu terkekeh sinis meratapi nasib hidupnya. "Apa aku bisa menjalani hidupku seperti apa yang papa minta? Apa aku kuat jalani hari-hariku yang kelam ini? Kenapa papa dan kakek pergi lebih dulu?"

Ansel menghela nafasnya perlahan. "Pagi tadi aku lost control mereka ngusai tubuhku sampai badanku rasanya sakit semua, aku gatau apa yang mereka lakukan. Saat aku sadar ada Afga yang nangis di ujung kasurku. Dia nanya aku baik-baik aja apa nggak, tadinya aku mau jujur bahwa aku ga baik-baik saja tetapi aku liat dari pancaran bola matanya dia terlihat begitu khawatir dan akhirnya aku terpaksa berbohong. Maaf."

"Aku belum bisa ngontrol tubuhku sendiri seperti ucapan papa dan kakek. Mereka semua terlalu kuat dan banyak, aku gatau harus ngelawannya gimana terlebih aku habis mimpi buruk dan tubuhku sangat lemah. A-aku capek pah, b-boleh aku nyerah?" Lirihnya kedua matanya kini sudah memerah menahan air yang siap meluncur.

Ansel mengedipkan matanya dan tepat dimana air mata itu mengalir dengan deras. Ia memejamkan matanya menikmati angin yang menerpa wajahnya. Jika bunuh diri di halalkan sudah dari dulu ia melakukannya terlalu merepotkan orang lain itu yang Ansel tak suka dari dirinya sendiri terlebih ia selalu merepotkan keluarga Alderald dan para sahabatnya .

Ansel membuka matanya menyeka air matanya, matanya menatap makam di depannya. "Aku pulang dulu, lain kali aku kesini lagi, Assalamualaikum."

Ansel berdiri lalu membalikan badannya setelah itu ia melangkah pergi menuju Afga. Sesampainya di depan Afga ia tersenyum lebar. "Ayok ke mama."

ALDERALD (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang