Jangan lupa
Vote
Komen
Dan Follow'Ve y desaparece = Pergi dan menghilang'
***
Kepulan asap bertebaran di mana-mana, bau alkohol itu sedikit menyengat di indera penciuman nya. Di temani angin malam tanpa adanya bulan dan bintang. Alderald meneguk minuman itu sedikit demi sedikit, di tangannya terdapat satu batang rokok yang ia apit.
Rooftop rumah sakit adalah pilihannya saat ini, ia sangat stress perihal masalahnya saat ini. Angin malam yang mulai menusuk ke kulitnya tak membuat Al beranjak dari duduknya padahal waktu sudah menunjukkan pukul tengah malam.
Al menghela nafasnya dengan kasar, ia menghisap rokoknya lalu mengepulkan asapnya ke udara. Cukup mumet dengan apa yang yang terjadi membuat kepalanya sedikit pusing di tambah dengan minuman beralkohol yang membuat kepalanya pening.
Sebenarnya Al tak ingin meminum minuman itu terlebih jika Buna dan Papanya tahu matilah riwayatnya. Tetapi kembali lagi dengan masalahnya yang tak selesai. ia sudah lelah dengan semuanya di tambah dengan Ansel yang masuk rumah sakit.
Selesai pertengkaran dengan Diva di sekolah. Dengan cepat ia menyusul Ansel yang ternyata sudah ada Afga di sana entah siapa yang memberitahu anak itu yang pasti di saat dia datang, Afga sudah memohon kepadanya untuk menyembuhkan Ansel bahkan Afga rela sujud di kakinya hanya untuk meminta ia menyembuhkan Ansel.
Padahal tanpa Afga meminta ia akan rela menolong Ansel apapun resikonya sebab Ansel itu begitu berpengaruh di hidupnya layaknya Buna dan Papanya. Tanpa Ansel, hidup Al akan semakin berantakan itu yang ia pikirkan.
Untuk kesekian kalinya ia menghela nafas dengan kasar. Kepalanya mendongak menatap langit hitam tidak ada tanda-tanda akan adanya Bulan dan Bintang dan ia merasa bahwa malam ini akan turun hujan.
"Ahh,"
Alkohol itu meluncur bebas di tenggorokannya, sedikit panas saat melewati tenggorokannya tapi itu membuat semakin candu dan ingin terus meminumnya. Al mematikan rokoknya dilanjut dengan merebahkan dirinya di lantai yang dingin, merentangkan dirinya menghadap awan.
Mata merah, pipi merah serta kepala pening karna alkohol itu tak membuat ketampanannya memudar, ia memejamkan matanya walau kepalanya pening ia masih sadar dan tak mabuk.
Untuk sementara waktu hingga matahari memancarkan cahayanya, Al berniat ingin mendinginkan kepalanya di rooftop rumah sakit ini. Biarkan saja Buna dan Papanya mencarinya atau bahkan temannya juga mencarinya, ia ingin tenang sebentar dari masalah yang menimpanya.
"Capek," Lirihnya pilu.
Al masih memejamkan matanya. "Gue capek. Gue mau tenang, gue mau bahagia."
"Kenapa susah," Lanjutnya
Beberapa menit hening, hanya suara angin saja yang ia dengar sampai akhirnya ia membuka mata saat seseorang duduk di sampingnya.
"Kapan?" Tanya Al pada seseorang itu.
Seseorang itu menaikan alisnya bingung membuat Al berdecak kesal.
"Sejak kapan lo disini?" Tanya Al dengan nada malas.
"Barusan."
Al terkekeh. "Bohong, gue tau lo mantau gue dari awal gue diam di rooftop, Firlan."
"Ketahuan ternyata," Balasnya tersenyum miring.
Hening
Tak ada jawaban dari Al. Al malah kembali memejamkan matanya dengan tangan sebagai bantalan nya. Firlan menatap Al dari samping ia tersenyum saat pertemuan pertamanya dengan cowok itu.
Cowok dengan kesombongan tingkat tinggi serta sering memamerkan uang yang selalu membuat ia malu dan emosi sekaligus tak ayal bahwa pertemuan pertamanya membuat ia dan cowok itu berteman. Ia tak kepikiran sama sekali untuk berteman dengan Al tetapi entah kejadian-kejadian yang membuat ia semakin dekat dengan Al dan akhirnya berteman baik.
"Ansel gimana?" Tanya Firlan penasaran sebab di saat dokter menjelaskan Ansel, ia terpaksa harus mengurus Administrasi.
Di saat ia akan kembali melihat Ansel, ia malah melihat Al membawa sebotol minuman serta bungkusan rokok bahkan Firlan melihat Al menaiki tangga bukan lift.
Entahlah Firlan tak tahu mengapa Al menaiki tangga darurat. Ia mengikuti temannya itu dari belakang sampai akhirnya ia sampai di rooftop. Ia melihat Al dari kejauhan tak mau mengganggu cowok itu, ia hanya memperhatikan Al dari kejauhan takut-takut Al melompat dari lantai limapuluh ini.
Al menghela nafasnya kembali, tanpa membuka matanya ia berkata. "Cukup parah. Darahnya terlalu banyak keluar hingga ia kekurangan darah."
"Ansel koma."
Ucapan Al membuat Firlan menegang, ia tak mengeluarkan suaranya. Terlalu syok apa yang ia dengar bahkan ia harus mencerna ucapan Al.
"Diva gimana?"
Al membuka matanya saat pertanyaan dari Firlan ia menatap tajam temannya itu. "Jangan bahas cewek itu. Gue muak!"
Firlan mengangguk menyetujui ucapan cowok di sebelahnya ini.
Al mendudukan dirinya. Ia meraih alkohol itu akan tetapi di saat ia akan meminumnya Alkohol itu malah di ambil oleh Firlan membut Alkohol itu tumpah tak tersisa. Al hanya menatap alkohol itu tanpa marah ke pada Firlan.
"Jangan sampai lo mabok Al. Nyokap lo sedari tadi nyariin lo, dia khawatir sama lo," Ucap Firlan.
"Gue udah bilang lo sama gue."Al tak menjawab ucapan Firlan ia hanya melamun, kepalanya begitu berisik membuat ia ingin sekali menjedotkan ke lantai hingga suara itu menghilang.
"Ansel bakal di pindahin ke Belanda. Dia bakal di rawat di sana yang fasilitasnya jauh lebih baik," Ucap Al tanpa menoleh ke arah Firlan.
"Bokap gue maksa buat pindahin Ansel ke negara itu. Gue udah coba negosiasi buat Ansel di rawat di sini selain gue mikirin Afga gue juga mikirin kalian, gue gamau kalian jauh dari Ansel."
"Tapi usaha gue nihil. Bokap gue tetep mau Ansel di rawat di Belanda, gue juga udah minta bantuan Nyokap tapi tetep gabisa padahal bokap selalu nurut sama nyokap gue. Apapun yang nyokap gue minta pasti di turutin," Al terkekeh. "Kecuali hal ini."
"Masalah gue terlali banyak. Gue capek Firlan," Keluh Al. Baru kali ini Firlan mendengar keluhan Al kepadanya.
Al menunduk. "Gue pengen istirahat dalam dunia ini walau sehari. Kenapa dunia ini sangat melelahkan?"
Al mendongkak menatap langit. "Diva udah jadi milik Agam. Tahta tertinggi yang dimiliki Diva udah di ambil sama Agam."
Firlan mengkerutkan keningnya. "Tahta tertinggi?"
Al mengangguk. "Tahta yang ada di setiap perempuan."
Kening Firlan semakin mengkerut, ia di buat terkejut kembali. Setaunya Diva bukan tipe orang yang kaya gitugitu, tipe murahan yang memberikan harta berharganya ke orang lain.
"Gue ga percaya."
"Gue juga ga percaya. Tapi liat tanda merah di tubuh Diva buat gue percaya bahwa dia udah milik Agam," Jelas Al. "Gue marah bahkan sangat marah tapi gue bisa apa-apa."
"Gue menyedihkan ya Lan?" Tanya Al kepada Firlan. Firlan hanya menggeleng tanpa menjawab ucapan Al.
"Ansel kapan ke Belanda?" Tanya Firlan
"Pagi ini."
"Pagi ini?" Firlan sedikit terkejut ia kita Ansel akan di pindahkan lusa nanti.
Al mengangguk. "Pake jet pribadi bokap."
"Lalu Afga?"
"Dia bakal pindah ke Belanda begitupun dengan bokap dan nyokap gue."
"Nyokap, bokap lo juga pindah terus lo diem di sini sendiri atau lo pindah ke apart?"
Al menengok ke arah Firlan. "Gue pindah ke Belanda. Besok siang."
"Hah!"
***

KAMU SEDANG MEMBACA
ALDERALD (END)
RandomAlderald Putra Mahadewa adalah cowok sejuta dewa memiliki kekuasaan, kekayaan, ketampanan, kepopuleran bahkan kematian. Di era modern ini siapa yang tidak tahu nama Alderald ketua preman di sekolahannya bahkan namanya tidak asing di telinga sekolaha...