7. Morning Tea

13.3K 1.6K 55
                                    

Gambar hanya pemanis🍰

***

Gak nyangka pembaca Agatha mulai makin banyak gini, author terharu nih huhuhu...
(Mode melankolis = on)

Makasih yaa bagi kalian yg udah mau baca cerita ini...

Dan makasih juga karna udah mau nekan bintang buat "Please, Take me Home!" Aku jadi makin semangat buat ngelanjutin cerita Agatha nih😁

Pokoknya jangan bosen - bosen yaa..

Pengen minta emot 🍫 di paragraf ini dong soalnya author suka coklat wkwkwkwk ...

Oke sip ga usah dihirauin.. langsung baca aja yuk😊

Happy reading❤️❤️❤️

***

"Agatha," panggil seorang pria pada gadis yang baru saja meninggalkan ruangannya.

"Ya, pak?" Agatha yang merasa dipanggil pun menghentikan langkahnya yang baru menjauh beberapa meter dari ruangan sang dosen yang menjadi pembimbingnya dalam menyelesaikan skripsi.

"Ini, undangan buat kamu," ujar sang dosen yang mengulurkan sebuah amplop berbentuk segi empat berwarna rose gold dengan beberapa dekorasi sederhana di tiap sudutnya.

Agatha dengan ragu mengambil undangan tersebut. Napasnya terasa tercekat kala membaca dua nama yang tertera di sana. "Jadi, bapak beneran mau tunangan?" tanyanya yang masih berusaha mengeluarkan nada ceria.

Sang dosen dengan gelar Doktor itu terdiam sesaat sebelum menjawab. "Hm, begitulah. Jangan lupa datang. Di sana akan ada banyak orang - orang penting di dunia perbisnisan yang datang, termasuk CEO perusahaan incaran kamu," ujarnya.

"Beneran, pak? Wah ... Keren banget," tanggap Agatha. " Saya pasti datang, pak. Terima kasih karena sudah mengundang saya, pak," sambungnya.

"Ya," ucap dosen tersebut dengan anggukan kecil.

"Kalau begitu, saya pamit pulang dulu ya, pak, permisi," pamit Agatha yang hendak langsung berbalik, namun tertahan karena panggilan pria yang berbeda lima tahun darinya itu.

"Agatha," panggil sang dosen.

"Ya? Masih ada lagi, pak?" tanya Agatha heran. Tak biasanya dosen pembimbingnya yang terkenal cuek dan dingin itu terlihat ragu untuk berbicara, seperti saat ini.

"Itu... Kamu bisa panggil saya dengan Arion jika sedang berdua atau di luar kampus," ucap dosen dingin itu tanpa beban sama sekali.

"M-maksud bapak, saya panggilnya pake nama bapak sendiri tanpa embel - embel 'pak', begitu?"

"Ya," jawab Arion. "Saya hanya takut kamu sampai lupa dengan nama dosen pembimbing kamu sendiri kalau kamu panggil "pak" "pak" terus," sambungnya.

Dan Agatha hanya bisa terdiam karena kehilangan kata - kata.

"Kakak. Kak?? Kakak!"

Panggilan terakhir yang berintonasi sedikit tinggi itu berhasil menyentak Agatha dari lamunannya. Warna teh mawar pada cangkirnya membuat gadis itu tanpa sadar teringat dengan warna undangan tunangan dosennya sendiri yang kemudian membawanya pada lamunan panjang.

"Kakak melamun, ya?" tanya seorang gadis cantik yang kini menjadi teman Agatha menikmati teh pagi di taman mansion.

"Ah, maaf, Isabelle. Aku hanya ... Merasa sedikit pusing," dalih Agatha. "Tapi tidak apa - apa, aku bisa mengatasinya," sambungnya.

Please, Take Me Home!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang