40. Chaos

452 35 2
                                    


Haiiii✨✨✨

PTMH! akhirnya comeback lagii huhu..

Tolong maafkan author yang update-nya seabad sekali ini yaa😔🙏🙏

Makasih bangett buat kalian yang masih nungguin cerita ini up.. (LOPE SEKEBUN)

Masih ingat alurnya kan?

Kalau udah lupa yaudah gapapa, baca part sebelumnya lagi aja, gapapa yaa..

Oke dehh, sekian sambutan randomnya.. yok gass dibacaa✨✨✨





Happy readingg😍😍😍


Bug!

".... Ouch?" keluh Abercio ketika apel utuh berhasil mendarat di pipinya sebelum jatuh bergelinding di lantai kayu. Ditatapnya sosok Agatha yang berdiri di sisi lain meja dan menatapnya tajam. "Untuk apa itu tadi?"

"Kau masih bertanya?! Untuk apa, katamu??" Agatha kembali mengambil apel yang seharusnya menjadi perbekalan mereka hingga mereka kembali ke mansion Nona Callie tetapi kini malah beralih fungsi sebagai senjata untuk menghukum lelaki yang bahkan tak merasa bersalah atas perbuatannya. Apel merah itu melambung cepat mengenai dada Abercio yang sebenarnya lebih dari mampu untuk menghindar, namun tak ia lakukan.

"Kau pikir setelah mencium dan menghapus ingatanku seenak hati, aku harus bagaimana hm?! Berterima kasih? Memberimu pelukan dan apresiasi?! Begitu?"

"Yah, bukankah itu bisa dipertimbangkan?" Abercio mengedikkan bahu. "Lagipula kau juga tidak keberat-- AW! Heyy, heyy aw hentikan!"

Lemparan apel datang bertubi-tubi mengenai wajah, bahu, lengan dan apapun yang mampu Agatha sasar dari pria itu. Ia benar-benar marah besar. Wajahnya merah sepenuhnya. Jika berada dalam kartun animasi, ia bisa membayangkan asap keluar dari telinganya saat ini.

"Diam kau!" teriak Agatha marah. Dan juga malu. Ia tak ingin percaya pada Abercio, tetapi ingatannya malah menampilkan saat ia membalas perlakuan pria itu di Menara Sydshire.

Abercio mengangkat tangan tanda menyerah. "Sudah kubilang kau tidak akan suka dengan alasan mengapa ingatanmu kuhapus."

Agatha tak menjawab lagi. Pun tak melemparkan apel lainnya ke pria itu. Ia kembali membawa diri untuk duduk di kursi kayu putih sebelum menangkup wajah dengan kedua tangan, menjerit tertahan di sana. Lantas, ia memukul-mukul kepalanya sendiri dan mengatai dirinya bodoh berkali-kali.

Abercio yang sejak tadi menjaga jarak dari gadis itu, bangkit dari kursi di ujung meja untuk segera menghentikan tingkah Agatha yang duduk di ujung meja lainnya.

"Hentikan," katanya sembari menangkap tangan Agatha yang terkepal. "Kau menyakiti dirimu sendiri."

Berlutut dengan satu kaki yang menopang tubuh, Abercio bawa tangan gadis itu ke samping wajahnya sendiri. "Pukuli saja aku." Ia tatap netra Agatha yang memerah. "Maaf karena sudah menghapus ingatanmu. Ini salahku karena kurang teliti sampai kau mampu menyadari ada memori yang telah dihapus. Maaf, aku tidak akan melakukannya lagi."

Please, Take Me Home!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang