Aku menutup novel di tanganku dengan perasaan senang. Tersenyum puas saat aku membaca novel tersebut hingga selesai, dan mendapati si tokoh antagonisnya mati terbunuh oleh tangan pangeran alias si tokoh utama pria dalam novel yang kubaca ini.Katakanlah aku jahat. Namun jika kalian membaca novel berjudul "You Are my Home" ini, kalian pasti akan merasa sama kesalnya denganku pada tokoh Eleanor Rossemarry. Bagaimana tidak? Eleanor adalah tokoh antagonis terjahat dan terkejam yang pernah aku temui di cerita - cerita novel yang kubaca selama ini. Dalam cerita, dia adalah putri kedua dari pasangan Duke dan Duchess Rossemarry yang cukup terpandang di kerajaan Vallesmeer.
Namun, nama belakang yang terpandang rupanya tak dapat menjamin sikap dan akhlak seseorang. Buktinya adalah Eleanor. Ia menyandang nama belakang Rossemarry yang terhormat, namun kelakuannya sehari - hari hanya identik dengan perlakuan semena - mena terhadap orang - orang di sekitarnya.
Dan tabiat buruknya itu semakin menjadi ketika adik tirinya tinggal bersamanya di mansion milik sang Duke. Tiada hari tanpa penyiksaan terhadap Isabelle oleh Eleanor. Hal itu tentu saja membuatku sangat - sangat benci kepada tokoh Eleanor ini.
Hah, namun untungnya, tokoh biadab itu telah dimusnahkan oleh sang tokoh pria utama yang ku gemari. Pangeran Elios de Vell, putra mahkota yang jatuh cinta kepada Isabelle hanya dalam pandangan pertama. Oh, sungguh kisah cinta yang indah bukan? Andai saja aku bisa memiliki kisah cinta seperti mereka ...
Oke baiklah, berhenti berkhayal Agatha, kau harus tidur sekarang.
Besok adalah hari wisudaku, dan aku masih terjaga di saat jam dinding di kamar kecilku ini menunjukkan pukul 2 dini hari. Bagus sekali Agatha!
Merutuki kebodohanku sendiri, aku pun menarik selimut hingga ke leher dan mulai terlelap hingga bunga tidur menghampiri.
***
"Agatha ..."
Samar - samar aku mendengar suara seseorang memanggilku dengan lembut. Aku hendak menyahut, namun suaraku menolak untuk keluar.
"Ini ... Tidak seperti yang kau kira."
Ugh,
Drtt ... Drrtt ... Drrrrtttt ...
Aku terbangun saat getaran dari ponsel pintarku mulai terasa mengganggu.
"Jam 05.15," gumamku saat melihat layar benda persegi empat dengan case berwarna silver itu.
Aku bangkit dari tidur, lalu mendudukkan diri di tepi ranjang. Masih memikirkan mimpi aneh apa yang sempat hinggap di alam bawah sadarku tadi. Aneh, perasaanku sangat sesak begitu terbangun. Aku ... Entah kenapa aku merasa begitu sedih ketika mimpi itu datang. Perasaan apa ini?
Aku hendak bangkit dari kasur single usang yang telah menjadi tempatku meluapkan penat selama empat tahun terakhir ini, namun aku malah terkesiap ketika melihat standing mirror yang berada tepat di depanku kini.
"Bagaimana bisa?" Aku menyentuh pipiku yang basah. Ya, aku ... Menangis. Entah karena apa, namun firasatku mengatakan ini ada hubungannya dengan mimpiku tadi. Aku berusaha mengingat kembali mimpi menyesakkan itu, namun yang ada kepalaku malah sakit dan terasa berkunang - kunang.
Ugh, ada apa denganku? Oh, tolonglah, aku sudah sering mengalami sakit kepala di pagi hari, namun tidak di hari wisudaku juga!
Meringis sebentar, aku hanya bisa pasrah dengan pusing yang melanda ini, dan memaksakan diri untuk bangkit. Aku berjalan dengan gontai menuju meja belajar, dan membuka salah satu lacinya untuk mencari obat sakit kepala yang selalu siap sedia di sana. Aku menaruh satu butir obat di lidah bagian belakang, lalu meneguk air yang tersedia di atas meja belajar yang merangkap sebagai meja makan ini. Maklum, kamar kosan tempatku tinggal ini hanya berukuran 2 × 3 meter persegi dengan kamar mandi dalam. Jadi tidak heran jika banyak barang - barang yang memiliki fungsi ganda, seperti meja tadi.
Jam tanganku sudah menunjukkan pukul 7 lewat 10 menit ketika aku tiba di aula wisuda. Syukurlah aku tidak terlambat. Pasalnya acara akan dimulai lima menit lagi, terlambat sedikit saja maka aku tidak akan diizinkan masuk dan mengikuti acara wisudaku sendiri. Sia - sia lah kerja kerasku untuk mendandani wajahku ini sejak subuh tadi.
Acara wisuda berlangsung dengan lancar. Aku benar - benar senang saat ini. Bagaimana tidak, aku dipanggil ke atas panggung sebagai mahasiswa lulusan cumlaude! Bayangkan!
Oh, aku sangat senang. Cita - citaku untuk terbebas dari kehidupanku yang sekarang telah terlukis begitu jelas di depan mataku saat nilai 4.00 tercetak di lembaran nilai yang kupegang kini. Apalagi ketika seorang general manager dari perusahaan ternama yang diundang ke acara wisuda universitasku langsung menawarkan untuk masuk ke perusahaannya sebagai sekretaris direktur keuangan. Aaaa aku sangat ingin berteriak saat itu juga, namun demi imej yang baik, aku menahannya sekuat tenaga. Baru setelah acara sudah selesai, dan aku sudah berada di jalan pulang, aku pun berteriak sesuka hati bahkan melompat - lompat seperti anak kecil yang mendapat permen sepabrik saking senangnya.
Aku tidak peduli dengan tatapan orang - orang yang melihatku dengan bingung. Aku hanya ingin menikmati euforia ini, walau sebentar saja.
Selamat tinggal kosan kecil, selamat tinggal kerja paruh waktu, dan selamat tinggal hidup susahh!!! Aku akan masuk ke perusahaan besar dan meninggalkan kehidupan penuh derita yang aku jalani selama ini sebagai anak yatim piatu.
Aku sangat senang, demi apapun! Namun ... Aku lupa. Ada sebuah kata - kata yang selalu aku dengar tanpa sengaja dari orang - orang di sekitarku. Jika kita merasakan senang yang teramat sangat, maka itu adalah pertanda kita akan merasakan kesedihan sebentar lagi.
Dan ... benar saja. Aku hampir menertawakan diriku sendiri ketika karma itu tiba. Tunggu, apakah itu bisa dinamakan karma? Aku tidak tahu. Yang ku tahu, ketika hendak menyeberang menuju halte di seberang jalan, tubuhku tiba - tiba saja terhempas begitu jauh hingga dengan bodohnya, aku pikir aku sedang terbang. Hahaha. Konyol sekali aku. Dan terkutuklah truk pembawa minyak yang menabrakku hingga aku merasakan sakit yang teramat sangat di sekujur tubuhku ini.
Dasar, jika sudah seperti ini, sekarang apa? Apakah aku harus mengucapkan selamat tinggal pada kehidupanku juga? Aku bahkan ... Belum memulai tahap pertama untuk ... Ugh, untuk ... apa? Aku tadi hendak berkata apa ya? Ugh, Aku tidak bisa berpikir lagi. Kegelapan terus memaksa untuk menguasai diriku. Apakah ... aku akan mati?
Ya, sepertinya begitu. Aku pasti akan mati. Selamat tinggal ... Dunia. Tuhan, tolong buat aku bahagia di kehidupan selanjutnya. Kumohon ...
***
A/n
Halo semua...
Ini mungkin cuma cerita absurd yang aku tulis kala gabut, tapi .. tetep, aku butuh dukungan dari kalian semua..
Jadi, terima kasih untuk kalian yang udah mau luangin waktu buat baca cerita ini☺️ dan luvluv❤️ segudang buat kalian yang udah mau nge vote dan bahkan komen di sini. Makasih yaaa..
Nantikan terus kisah Agatha selanjutnya yess☺️☺️❤️

KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Take Me Home!
FantezieAgatha adalah seorang gadis 21 tahun yang baru saja menyelesaikan studinya di sebuah Universitas ternama sebagai lulusan terbaik. Namun, menjadi lulusan terbaik dengan IPK sempurna nyatanya tak dapat membuat hidupnya yang adalah seorang yatim piatu...