25. Unplanned Plan (1)

5.7K 661 11
                                    

Holaaa, duh, lama banget ya
Maaf ya guyss

Langsung baca aja deh, cuap² di akhir aja hehe

Selamat membaca 😊

***

Scene sebelumnya..

"Kau... Kau.. kau Robin hood, kan?!" tanya Agatha lagi. Tangannya mendekap mulut dengan ekspresi takjub, tak percaya, dan.. berharap agar lelaki itu menjawab 'iya'. Namun, pria di depannya itu hanya menatapnya bingung. Terdiam dengan kening yang mengernyit heran.

"Maaf, My Lady. Sepertinya anda salah mengingat saya sebagai orang lain," ucap pria itu.

"Apa? Tidak mungkin, aku yakin sekali kalau kau Robin Hood yang waktu itu!" Agatha bersikeras dengan keyakinannya.

Pria itu nampak tersenyum geli, namun berusaha ia tahan. "Ah, mungkin ada kesalahpahaman di sini, My Lady," ujarnya.

"Nama saya Abercio. Abercio Venium. Salam kenal, Lady Eleanor."

***

Abercio tersenyum geli memandang kepergian si gadis merepotkan dari ruang tamu. Beberapa saat lalu setelah memperkenalkan diri sebagai Abercio, Eleanor tetap bersikeras menyebutnya sebagai Robin Hood. Namun, ketika Abercio bertanya di mana, dan kapan mereka pernah bertemu, Eleanor tidak dapat menjelaskannya. Bukan tidak tahu ataupun tidak ingat, tetapi gadis itu lebih terlihat ragu untuk menjelaskan.

Hingga akhirnya, perdebatan kecil yang diakhiri dengan kekalahan Eleanor--karena Abercio berhasil mematahkan argumen gadis itu yang menyebut Abercio sebagai Robin Hood--pun membuat gadis bergaun putih itu memilih undur diri dari ruangan, dan meminta pada tuan Killian untuk mengantar Abercio ke kamar tamu yang kosong di mansion ini.

Langkah Eleanor yang dipercepat agar ia bisa segera menghilang dari ruang tamu itu lantas membuat Abercio tak dapat menahan tarikan di sudut-sudut bibirnya hingga ia tersenyum tanpa sadar.

"Ah, rupanya dia masih mengingat julukan konyol itu," batinnya.

"E-ehm, mari saya antar ke kamar anda, tuan." Celetukan tuan Killian--sejenak setelah bayangan Eleanor menghilang dari balik tembok itu, lantas menyadarkan Abercio dari kekonyolannya--tersenyum sendiri--dan segera mengatur air mukanya menjadi datar kembali. Semoga saja si butler tidak melihat wajahnya saat tersenyum tadi.

"Pelayan akan membawa barang-barang anda ke kamar, jadi silakan ikuti saya, tuan," ujar Killian saat melihat dokter itu hendak mengangkat kopernya sendiri.

"Ah, tidak perlu. Saya hanya membawa koper kecil ini, jadi saya akan membawanya sendiri," tolak Abercio seraya mengambil koper kecil yang sejak tadi tak ia biarkan menjauh sedikitpun darinya.

"... Baiklah, tuan." Walau sedikit heran karena dokter di depannya itu tak membawa koper lainnya--mengingat ia akan berada di mansion ini hingga dua minggu kedepan--Killian hanya mengangguk membiarkan dokter itu berlaku sesukanya. Butler itu pun melangkah menuju sayap kiri mansion dengan Abercio yang mengikuti. Killian sengaja memilihkan dokter muda itu kamar yang jauh dari kamar nona Eleanor yang terletak di sayap kanan bangunan.

Karena kesan pertama yang kurang baik dari si dokter--tersenyum memandangi nona Eleanor tanpa permisi alias diam-diam--Killian memutuskan untuk menjauhkan nonanya dari dokter pengganti yang sedikit mencurigakan ini.

Ya, Killian memang sempat melihat dokter itu tersenyum memandangi sang nona bahkan hingga bayangan nonanya menghilang dari ruang tamu.

"Jadi.. saya dengar nona bungsu Rossemarry sedang sakit. Apa itu benar, tuan Killian?" tanya Abercio walau ia sebenarnya telah mengetahuinya.

Please, Take Me Home!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang