Bianca, Slyvie dan Kyla memasuki kantin dan mereka pun duduk di tempat yang seperti biasa mereka duduki. Lalu setelah itu, mereka mulai menyeruput minuman yang sudah di pesan.
"Bryan kenapa, sih? Dia marah sama gue? Ah, bodo amat, lah. Ngapain juga gue mikirin dia?" batin Bianca.
"Eh, Guys! Kalian liat, tuh. Cewek yang duduk di seberang kita," ucap Slyvie tiba-tiba.
"Mana, Vie?" tanya Kyla.
"Itu, Kyl. Di depan mata lo!"
"Mana sih, Vie? Yang mana?"
"Itu k--"
Ucapan Sylvie terpotong karena Bianca sudah lebih dulu menyekap mulutnya, "Berisik!"
"Kan, ini di kantin, Ca. Makanya berisik. Kalau mau sepi, ya di kuburan," sambar Kyla namun ucapannya diabaikan oleh Bianca.
"Garing, lo!" sewot Sylvie, "Mending kita samperin tuh cewek, gue gak suka gayanya. Sok cantik," lanjutnya sambil beranjak dari tempat duduk.
Kyla yang melihat sahabatnya sudah lebih dulu beranjak dari tempat duduk, ia pun mengikutinya. Walaupun ia tak tahu apa yang akan dilakukan oleh Sylvie.
"Bian, ayo!" ajak Kyla sambil menarik lengan Bianca.
Ketiga gadis itu pun mulai berjalan ke arah seseorang tersebut, namun kali ini Bianca terlihat sedikit berbeda dari biasanya.
Ada apa dengan Bianca?
Sesampainya di tempat sasaran. Bianca, Sylvie dan Kyla langsung melingkari gadis tersebut yang tengah asik menyantap semangkuk baso.
"Siapa nama lo?" ucap Sylvie dengan ekspresi datar.
Gadis itu terdiam sambil menundukkan kepalanya.
"Iya, siapa nama lo?" imbuh Kyla menaikkan satu alisnya, padahal ia tidak tahu apa yang terjadi saat ini. Itulah Kyla, gadis polos yang hanya bisa mengikuti semua kelakuan sahabatnya.
"Kalau ditanya, jawab!" ujar Bianca datar tanpa melihat ke arah gadis tersebut.
"Jawab!" sentak Sylvie yang membuat sorot mata seisi kantin tertuju ke arahnya.
"Eh, liat, tuh! Gengnya si Bianca lagi kumat," tutur salah satu murid kepada temannya.
"Udah lah, biarin, mending kita liatin aja. Jangan sampe kita kena bully juga kayak si Melisa," jawab temannya.
"M-meli-sa," ucap gadis itu dengan terbata-bata, "To-long jangan bul-ly saya," sambungnya sambil memberanikan diri untuk menatap ketiga gadis yang saat ini berada di dekatnya.
"Vie, sebenernya kita lagi ngapain, sih? Terus, gue harus apa?" bisik Kyla kepada Slyvle.
Slyvie menghembuskan nafasnya kasar setelah mendengar ucapan sahabatnya itu.
"Gue gak akan ngebully lo, tapi gue minta satu hal sama lo, jan--"
Ucapan Sylvie lagi-lagi terpotong oleh tangan Bianca yang menutup mulutnya.
"Gak usah sok cantik," bisik Bianca kepada gadis itu dengan lirikan mata yang cukup tajam, dan langsung meninggalkan kantin tanpa memperdulikan kedua sahabatnya yang kebingungan dengan kepergian Bianca.
"Lo," ucap Sylvie sambil mengangkat dagu Melisa, "Harus inget itu!" lanjutnya dan pergi meninggalkan kantin terutama Kyla.
"Lah, kok? Kok, gue ditinggal, sih?" batinnya heran, "I-inget, tuh!" papar Kyla sambil bergegas meninggalkan gadis tersebut.
Melisa akhirnya bisa bernafas lega, setelah melihat Bianca, Kyla, dan Sylvie pergi menjauh dari dirinya, "Allhamdulilah ...."
"Vie! Tungguin gue!" panggil Kyla yang berhasil menemukan sahabatnya itu, "Kok, lo ninggalin gue, sih?" sambungnya setelah ia sudah berjalan setara dengan Sylvie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Should Me?
Teen FictionYang selalu kulihat, kehidupan seseorang itu layaknya seperti 'Setelah turun hujan, terbitlah pelangi yang indah'. Namun mengapa aku berbeda? Pelangi yang indah? Itu tidak ada dalam kamus hidupku. Kehidupan keluargaku saja bagai diterpa badai. Naasn...