Sahabat

2 0 0
                                    

《20:00》

[Rumah Azzam]

Orang-orang yang berada di dalam rumah tersebut tengah asik menikmati weekend di ruang keluarga sambil menyantap beberapa makanan dan selingan obrolan layaknya satu kelompok yang sedang berdiskusi.

"Bun, gimana hasil check-up kemarin?" tanya Azzam.

Namun, yang menjawab adalah Michell, "Jauh lebih baik, Nak."

"Kamu tidak ada acara bersama Bryan dan teman-teman yang lain?" lanjutnya.

"Iya, Sayang, kamu tidak pergi jalan-jalan?" selip Syajirah sambil mengelus puncak kepala si anak.

"Nggak, Bun, Yah. Emang Azzam lagi gak mau keluar aja. Azzam mau kumpul bareng Bunda sama Ayah, hehe ..." balas Azzam.

"Anak kesayangan Bunda baik sekali," ujar Syajirah yang langsung memeluk tubuh anaknya diikuti oleh Michell yang bergegas memeluk istri dan juga Azzam, anak sambungnya.

Kebahagiaan selalu menyelimuti keluarga Azzam. Kedamaian, ketenangan, dan kehangatan yang membuat suasana semakin teduh tanpa ada goresan permasalahan yang merusak keluarga tersebut.

Bagaimana dengan Bianca?

Saat ini Bianca sudah berada di rumah sakit, sejak sore tadi sekitar pukul 17:00 WIB. Namun gadis itu belum menemui Mariam dan Reiki yang berada di dalam ruangan. Ia hanya duduk di kursi yang sudah tersedia di depan ruangan itu.

"Gue masuk gak, ya? Tapi nanti kalau mama marah, gimana?" tanya Bianca dengan dirinya sendiri, "Tapi, gue udah duduk di sini berjam-jam. Masa iya, gue gak masuk?" sambungnya. Ia pun akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam. Ia beranjak dari kursinya dan langsung membuka pintu ruangan yang ditempati oleh Mariam.

Reiki yang menyadari kehadiran Bianca langsung beranjak dari tempat duduknya, "Nak, kamu ke sini dengan siapa?"

"Sendiri," jawabnya singkat.

Mariam sebenarnya melihat kehadiran Bianca, namun perempuan itu langsung memalingkan wajahnya ke arah lain dan enggan berbicara sepatah katapun dengan anaknya.

"Gimana keadaan Mama? Udah enak-kan?" tanya Bianca sambil berjalan perlahan mendekati Mariam.

Karena tidak mendapat respon dari sang ibunda, Reiki pun menjawabnya, "Nanti malam insyaallah mamamu pulang, Nak."

"Oh." Seperti biasa, Bianca selalu membalas ucapan Reiki dengan singkat tanpa melihat ke arah lawan bicara.

"Yaudah, Bian pulang ya, Mah? Bian tunggu Mama di rumah," ucap Bianca yang mencoba untuk mencium tangan Mariam, namun dengan cepat perempuan tersebut langsung memindahkan tangannya.

Bianca hanya menghela nafasnya lembut sambil berjalan meninggalkan ruangan itu. Bianca langsung berlari menuju tempat parkir. Setelah gadis itu sudah berada tepat di depan mobilnya, seketika tangisnya pecah. Hati yang terasa sangat sakit, pedih melihat perlakuan Mariam yang selalu mengabaikan dan membenci dirinya.

"G-gue gak boleh nyerah. Gg-gu-gue harus berusaha buat banggain mamah. G-gu--" Bianca tiba-tiba menghentikan ucapannya, gadis itu bergegas masuk ke dalam mobil dan menundukkan kepalanya lalu menempelkannya di stir mobil.

Bianca tidak kuat menahan tangis. Sedari tadi ia terus berpikir, apa kesalahan dirinya hingga diperlakukan seperti ini oleh mama kandungnya sendiri? Mengapa Mariam selalu membenci Bianca?

Beberapa menit kemudian, Bianca menancap gas mobilnya, memutuskan untuk meninggalkan basement rumah sakit.

*****

Sesampainya di apartement Slyvie...

Iya, Bianca berniat menginap di apartemen milik sahabatnya hingga esok hari.

Why Should Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang