Matahari mulai terbenam, awan hitam mulai menutupi langit. Tanda malam hari akan tiba dalam hitungan menit.
Kyla yang sedari tadi berada di apartemen Sylvie, belum juga pulang.
"Vie, kira-kira Bian di mana, ya?" ucapnya sambil menyantap snack kentang di genggamannya.
"Gue juga gak tau, Kyl. Gue khawatir sama tuh anak," jawab Sylvie yang duduk di atas sofa sambil menyeruput minuman soda.
"Kita gak mau nyari Bian? Nanti kalau Bian sendirian gimana? Kalau Bian diculik? Kasian Bian, Vie ..." oceh Kyla dengan ekspresi ketakutan.
"Ya--ya gak mungkin, lah!" bantahnya, Sylvie pun merasa takut dengan ucapan Kyla tadi, tapi ia mencoba untuk tetap tenang.
Kyla yang mendapat jawaban dari Sylvie langsung terdiam, menundukkan kepalanya namun masih saja fokus menyantap cemilan kesukaannya.
Tring... tring... tring...
Dering ponsel Sylvie terdengar dari arah meja makan. Dengan cepat gadis itu mengambilnya, "Nomor siapa, ini?" ujarnya saat melihat layar ponsel yang tidak terdapat nama si pemanggil.
Sylvie pun mengangkatnya, "Halo?"
"Buruan ke sekolah, latihan!" ucap si pemanggil dari dalam telepon yang langsung memutuskan sambungannya.
"Halo? Halo?!" sahut Sylvie namun si pemanggil sudah terlebih dahulu menutup sambungannya.
"Siapa, Vie?" sambar Kyla dari arah sofa.
"Orang sinting," balasnya pelan.
"Hah? Apaan, Vie? Lo ngomong apaan, sih?" ucap Kyla penasaran karena tidak mendengar ucapan Sylvie.
Sylvie langsung berjalan menghampiri sahabatnya itu, "Lo sinting, Kyl!" ujarnya sambil melanjutkan langkahnya menuju kamar.
"Kyla sinting? Emang iya?" kata Kyla sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Sylvie pun membuka pintu kamarnya, namun tiba-tiba ia teringat sesuatu. Gadis itu langsung membuka ponselnya, dan membuka grup chat yang bertuliskan nama KCI RCS. Grup chat paskibra di sekolahnya.
Satu persatu Sylvie membaca pesan di grup tersebut, "Mati gue!" ucapnya yang baru saja teringat, bahwa seharusnya ia berlatih paskibra hari ini, untuk persiapan lomba yang akan diadakan sebentar lagi.
Gadis itu bergegas mengganti pakaian, sekaligus membawa keperluannya di tas gendong kecil yang biasa ia gunakan untuk pergi.
"Kyl, gue harus ke sekolah," tutur Sylvie sambil memakai sepasang sepatu putih.
"Sekarang? Ini udah malem, Vie!" elak Kyla.
"Lo mau ikut atau nggak?"
"Kalau Kyla gak ikut, nanti Kyla sendirian di apartemen Vie. Tapi, kalau Kyla ikut ... ah, ikut aja, deh!" batin Kyla.
Kyla beranjak dari tempatnya, "Gue ikut!" Dirinya ikut memakai sepatu di samping Sylvie.
Sesampainya di sekolah...
Jarum jam sudah menunjukan pukul 18:10 WIB, sudah mulai malam memang. Tapi khusus ekskul yang akan mengikuti lomba, selalu berlatih sampai larut malam.
Lapangan sekolah sudah dipenuhi dengan anak paskibra, yang mungkin menunggu kehadiran Sylvie.
Gadis itu berlari menghampiri sekumpulan anak yang tengah berbaris rapih, "Maaf, Coach. Saya telat," ucap Sylvie sambil menundukkan kepalanya.
"Masuk barisan!" pinta si Coach tanpa memberikan hukuman apapun kepada Sylvie.
"Siap, Coach!"
Kyla yang masih berdiam diri sambil memandang Sylvie berlatih, mulai bosan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Should Me?
Roman pour AdolescentsYang selalu kulihat, kehidupan seseorang itu layaknya seperti 'Setelah turun hujan, terbitlah pelangi yang indah'. Namun mengapa aku berbeda? Pelangi yang indah? Itu tidak ada dalam kamus hidupku. Kehidupan keluargaku saja bagai diterpa badai. Naasn...