Anomali

3 0 0
                                    

Kepulanganku dari kota istimewa dua hari yang lalu membuatku menjadi manusia yang cukup linglung. Empat puluh delapan jam mengurung diri di dalam kamar. Tak ada kesibukan di sekolah membuatku lebih memilih untuk tetap tinggal di rumah.

Selama dua hari itu pula aku hanya memainkan ponselku. Menunggu sesuatu yang entah apa itu. Hingga tiba-tiba aku berinngsut terbangun dari posisi sebelumnya.

Kak Rangga : "Gimana Jogja?"

Apa aku tidak salah baca? Apa ini benar Kak Rangga yang mengetik pesan sendiri? Apakah hanya bot yang biasa mengirimkan pesan seperti ini?

Aku menatap pesan itu beberapa menit. Terkejut dengan pesan yang seharusnya dikirimkan ketika aku sedang berada di Kota Jogja. Kak Rangga mengirimkannya tepat beberapa hari ketika aku baru saja tiba di rumah. Apakah ini sebuah kesengajaan?

Ilana : "Jogja masih di tempatnya, Kak. Ngga aku bawa pulang kok," balasku yang agak sewot.

Kak Rangga : "Alhamdulillah"

Aneh. Obrolan macam apa ini? Bisa-bisanya Kak Rangga hanya membalas dengan satu kata tahmid itu. Apa tidak ada yang lain? Apa tidak ada kata-kata lain yang lebih nyambung daripada sekadar "Alhamdulillah"?

Aku sebenarnya tidak terima diperlakukan seperti itu. Akhirnya aku membuka sebuah topik. Topik yang ingin aku sampaikan karena terlanjur sakit hati.

Ilana : "Gitu aja?"

Kak Rangga : "Em. Aku minta maaf ya."

Ilana : "Untuk?"

Kak Rangga : "Untuk pesanku beberapa hari yang lalu. Aku minta maaf udah keterlaluan. Sekali lagi maaf ya."

Ilana : "Udah aku maafin kok."

Kak Rangga : "Makasih ya."

Pesan itu hanya kubaca. Aku sedang bingung sendiri dengan ini semua. Tak lama kemudian, Kak Rangga mengirimkan pesan lagi kepadaku.

Kak Rangga : "Jadi, gimana?"

Ilana : "Gimana apanya?"

Kak Rangga : "Kita masih bisa bercandaan bareng lagi, kan?"

Ilana : "Kalau masih, gimana? Kalau engga, gimana?"

Kak Rangga : "Ya semua balik lagi ke Ilana."

Aneh (lagi). Bukannya merasa sakit hati, aku justru lebih memilih untuk memaafkannya dan berusaha untuk mengejarnya lagi. Aku masih ingin dekat dengan Kak Rangga. Apapun yang terjadi.

Ilana : "Ya udah."

Kak Rangga : "Ya udah apa?"

Ilana : "Ya udah. Kita masih bisa bercandaan bareng."

Kak Rangga : "Yeyy!"

Percakapan itu tetap berlanjut. Aku kembali mendominasi. Aku juga merasa aneh dengan diriku sendiri. Antara mau dan ragu.

Kenapa tidak dari kemarin saja Kak Rangga bersikap hangat kepadaku seperti ini?

Padahal sudah dikecewakan, tapi tetap saja mau berusaha untuk orang itu.

₰₰₰

Beberapa minggu setelah permintaan maaf dari Kak Rangga, aku masih saja kontak dengan orang itu. Lagi-lagi aku yang sering memulainya duluan. Membuka obrolan, menelponnya, mengirimkan pesan, hingga memancing perhatiannya.

Obsesi VirtualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang