Titik Balik

12 1 0
                                    

Malam keakraban telah berakhir beberapa menit yang lalu. Kak Titan, kakak pendamping kelompokku, menyarankan kami agar segera beristirahat di tenda. Kami menuruti kata Kak Titan.

Usai masuk ke dalam tenda selama kurang lebih satu jam, rasa kantuk tak kunjung datang menghampiriku. Aku bahkan iri kepada temanku yang sudah bisa mendengkur. Terlelap.

Sudah kepalang kesal karena tak bisa tidur, aku keluar dari tenda. Berniat mencari udara malam dan apa saja yang dapat membuatku mengantuk di malam ini.

Aku menilik jam tangan. Pukul dua belas malam. Bintang-bintang masih berada di singgah sananya di atas sana.

Tak jauh dari tempatku berdiri, aku melihat sosok lelaki yang sedang duduk di atas bongkahan kayu panjang. Memandang langit dan membelakangiku.

Aku melangkah menuju ke sosok itu. Ingin tahu siapa gerangan yang bernasib sama denganku. Tak bisa tidur mungkin?

Semakin mendekat, aku melihat dirinya sedang memegang cangkir berisi kopi panas. Ia terlihat kedinginan, namun kopi itu mungkin berhasil menghangatkannya. Mungkin kehangatan dari kopi dan api di belakangnya itulah yang membuatnya masih bertahan di malam yang cukup dingin ini.

"Kak?" panggilku.

"Eh, Lan. Kok ada disini?" Tanya lelaki itu sembari menempuk bongkahan kayu di sebelahnya, memberi tempat untukku duduk. "Ngga bisa tidur kah?"

"Iya. Kak Zavier sendiri kenapa belum tidur?" Tanyaku sembari duduk di sebelahnya.

"Seperti biasa. Saya selalu mencuri kesempatan ini setiap berkegiatan di alam bebas," kata seorang lelaki yang akrab dipanggil Pier itu.

"Langit malam dan bintang?" kataku menebak.

"Tepat sekali."

Aku mengangguk. Menghela napas panjang.

"Sebentar saya buatkan minuman dulu," katanya sambil beranjak dari tempat duduknya.

Aku sedikit merasa tidak enak menerima perlakuan Kak Zavier itu. Padahal ia seniorku, tapi aku justru merepotkannya.

"Nih. Kamu suka kopi kan?" kata Kak Zavier sembari memberikan satu cangkir kopi hangat kepadaku.

"Makasih, Kak," jawabku.

Kami sama-sama mengecap kopi panas yang ada di hadapan kami. Hening seketika menyelimuti atmosfer kami. Angin yang bertiup pada malam itu bahkan bisa terdengar oleh kedua telingaku.

"Saya boleh tanya sesuatu?" tanya Kak Zavier membuka obrolan.

"Boleh."

"Saat pertemuan MAPALA pertama kali, kamu kenapa ngeliatin saya sampai sebegitunya?" tanya Kak Zavier serius. "Sebelumnya saya minta maaf karena sudah menunjuk kamu di depan banyak orang, mungkin itu bikin kamu malu."

"It's okey. Sudah kumaafkan."

"Lalu? Apa alasannya? Soalnya yang saya tahu, selama ini kamu tidak pernah memberi tahu saya alasanny," tanya Kak Zavier.

"Kak Zavier mirip dengan seseorang," ucapku dengan satu helaan napas.

"Seseorang? Siapa?"

Aku membisu. Tak tahu bagaimana harus menyampaikannya.

"Kak Zavier juga ngga akan tau," kataku berusaha bersikap biasa saja.

Obsesi VirtualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang