Kompetisi Terakhir

6 0 0
                                    

Rutinitasku pada hari Minggu ini agak berbeda dari hari Minggu biasanya. Pasalnya, hari ini adalah jadwal tim futsal putri SMA 1 Garuda bertanding lagi setelah kemarin dinyatakan memenangkan pertandingan. Seperti biasa, aku selalu mengintip layar smartphone-ku sebelum beraktivitas. Sebenarnya hanya untuk melihat tampilan layar depannya saja. Barangkali ada informasi yang datangnya selepas aku menjelajah ke dunia mimpi.

Benar adanya. Tampilan awal smartphone ku itu menampilkan selarik tulisan. 2 Messages from 1 Chat.

Siapa?

0821347xxxxxx : "Selamat pagi."

0821347xxxxxx : "Ini Ilana adik kelasnya Kak Boni, ya?"

Nomor tak dikenal. Nomor yang belum aku simpan di deretan kontak itu membuat dahiku berkerut. Aku terdiam beberapa saat sembari melamun. Menarik mundur beberapa kejadian belakangan ini. Barangkali aku melakukan kesalahan tertentu, menyebarkan nomor WhatsApp ku contohnya?

Kaget. Sontak aku langsung teringat saat dimana Kak Boni memberikan nomor WhatsApp-ku kepada Kak Rangga. Sial. Here we go again.

Berlagak slow response padahal ingin segera membalas pesan adalah salah satu penyakit akut sebagian besar perempuan. Aku ingin segera membalasnya. Namun, aku pun harus bisa menahannya. Tak kunjung membalas pesan dari Kak Rangga, aku justru bangun dari tempat tidurku dan melakukan ritual pagi seperti biasanya. Benar, aku berusaha mengabaikannya.

Aku mempersiapkan segala sesuatunya untuk hari ini. Membawa beberapa barang lebih banyak dari biasanya untuk keperluan kompetisi futsal. Sepatu futsal, kaos kaki selutut, pelindung lutut (deker), dan kaos tim dengan nomor punggung 7 sudah dipersiapkan sedari semalam. Setelah merasa tidak ada yang tertinggal, aku berpamitan dengan kedua orangtua-ku.

Seperti janji Bagas kemarin, ia benar-benar menjemputku tepat pukul 6 pagi di depan rumah. Tanpa basa-basi, langsung saja aku menghampirinya.

"Hai Gas. Maaf ya lama," sapaku saat pertama kali masuk ke dalam mobilnya. "Eh? Audrey sama Anwar mana? Kok ngga bareng?" tanyaku saat menyadari bahwa aura kedatangan mereka tidak terasa di dalam mobil ini.

"Oh iya. Mereka udah duluan, Lan. Katanya si tadi mau nyari sarapan dulu."

"Yaudah."

"Kamu gimana? Udah sarapan belum?"

"Udah kok tadi. Yuk, langsung berangkat aja."

Kurang dari satu jam kita sudah sampai di lokasi pertandingan. Ya, jalanan hari Minggu kali ini rupanya masih sedikit sepi. Setidaknya kami berdua tidak mendengar bunyi klakson yang berebutan di sepanjang lampu merah yang ditemui.

"Eh itu Audrey sama Anwar," ucapku reflek ketika melihat bayangan mereka berdua dari kejauhan.

Sebelum Bagas mematikan mobilnya, Revan, salah satu adik kelas kepercayaan Bagas mengetuk kaca mobil sebelah Bagas.

"Kak," panggilnya dengan tangan yang mengetuk pintu pelan.

Menyadari kehadiran Revan, Bagas buru-buru melepas seatbelt yang masih bertengger manis di badannya.

"Lan, kamu ke Audrey nya sendirian dulu ngga papa? Aku ada urusan sebentar sama Revan."

"Iya ngga papa."

Lantas kami pun membuka pintu kendaraan roda empat ini dan menuju ke tujuan masing-masing. Aku berjalan menghampiri Audrey dan Anwar yang masih berdiri di pintu masuk. Sayup-sayup, aku mendengar percakapan antara Revan dengan Bagas

Obsesi VirtualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang