Muara

29 1 0
                                    

Malam keakraban yang dilaksanakan satu hari lalu selama dua malam di campsite Gunung Halimun itu memberiku banyak pelajaran. Mulai dari packing, mendaki, melihat bintang, hingga pulang kembali tempat asal.

Sekarang aku berada di asrama. Merenungi setiap jengkal peristiwa yang terjadi selama malam keakraban itu.

Kenzia, yang sempat melihatku duduk bersama Kak Zavier di malam itu, bertanya kepadaku dan meminta penjelasan.

"Lan, ngomong-ngomong, lu ngapain waktu itu duduk sama Kak Pier dah?" tanya Kenzia saat sedang melipat bajunya.

"Ngobrol aja."

"Ish. Padahal gue cariin lu sampe panik. Takut lu diculik kolong wewe. Eh ini malah lagi berduaan."

"Haha. Ya kebetulan aja si sama-sama belum bisa tidur," kataku sembari memainkan smartphone.

"Masa si cuma itu doang? Jangan-jangan lu ditembak sama Kak Pier, ya? Jangan-jangan kalian udah jadian?" tebak Kenzia yang sudah kelewat jauh.

"Engga, kok," kataku santai.

"Tapi kalau lu sama Kak Zavier jadian, ngga papa juga si. Gue dukung seratus persen," kata Kenzia sembari mengangkat jempolnya. "Soalnya kata kating gue, Kak Pier itu dingin banget sama cewe. Selektif gitu deh."

Aku mendengar pernyataan Kenzia dengan seksama. Sepertinya memang demikian.

"Sebenarnya kita ngga boleh gampang percaya dengan seseorang, Ken. Tapi yaudah kita lihat dulu kedepannya gimana," kataku menanggapi.

"Apalagi yang perlu dilihat, Lan? Jelas-jelas Kak Pier selalu ada saat lu butuh. Ya kan? Lu ngga lupa kan kalau dia selalu bantuin lu selama kita kegiatan di lapang?" tanya Kenzia.

Aku memikirkan beberapa kejadian seperti yang dibilang Kenzia tersebut. Kenzia ada benarnya.

Bosan menggeser layar smartphone, aku beranjak berdiri dari kasur dan berniat mencuci pakaian kotor.

Selang beberapa lama, ketika aku berdiri dan membersihkan tas carrier, aku merasakan ada sesuatu yang mengalir deras dari hidungku. Seketika aku langsung mengusap hidungku. Dan benar saja, aku mimisan.

"LAN?! ITU KAMU MIMISAN. BANYAK BANGET LAGI. DUH INI GIMANA." Kenzia yang panik dengan keadaanku buru-buru memanggil Maria dan Fatin yang kebetulan sedang mandi.

Sebelum mereka datang, pandanganku sudah kabur dan segalanya terasa gelap saat itu juga.

(Beberapa saat kemudian).

"Ken, ini dimana?" tanyaku kepada Kenzia.

Aku benar-benar asing dengan tempat ini. Dinding berwarna putih yang disekati gorden hijau ini bak rumah sakit yang sering dijadikan tempat untuk shooting film.

"Kita lagi di klinik, Lan. Tadi kamu mimisan banyak banget sampai pingsan," ucap Fatin sembari mengelus punggung tanganku.

Aku yang mendengar itu agak sedikit kaget. Pasalnya, jikapun mimisan, aku tidak sampai pingsan seperti ini.

"Kata dokter, kamu kecapean. Butuh banyak istirahat," kata Maria kepadaku.

Aku mengangguk paham.

"Oh iya, di depan ada Kak Pier. Boleh gue suruh masuk ngga?" tanya Kenzia.

"Kak Pier? Kok dia ada disini?" tanyaku sembari mengerutkan dahi.

Obsesi VirtualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang