"...kayaknya kita cuma sampai sini aja, ya".
Satu bar pesan yang dikirimkan oleh mantan pacarku sukses menampung banyak pertanyaan di kepala. Kau mungkin tahu bagaimana rasanya saat sedang bersantai mengecap kopi panas di malam hari lalu tiba-tiba diseruduk oleh keputusan sepihak. Bebal. Rasanya tampungan pertanyaan itu kini sudah menjalar kemana-kemana tanpa arah dan tanpa jawaban.
Keputusan sepihak itu disampaikan kepadaku pada tahun lalu tepat di akhir bulan Desember. Tepat ketika hujan sedang deras-derasnya, angin sedang kencang-kencangnya, badai sedang menggelegar-gelegarnya, dan orang-orang sedang berlomba mencari penghangat untuk tubuhnya.
Kala itu, aku sedang duduk tepat di depan perapian dengan ditemani secangkir kopi panas. Secangkir kopi panas di genggaman tangan kanan dan sebuah smartphone di genggaman tangan kiri. Semuanya hampir terasa lengkap ditambah dengan alunan bunyi hujan di luar rumah. Ya, hampir terasa lengkap.
Mungkin semua ini akan terasa lengkap jika kita diberi kabar oleh orang yang kita sayang. Sepanjang menikmati kopi panas pada saat itu, aku jadi kepikiran dengan pacarku yang belum memberikan kabar seharian. Sebenarnya bukan hanya kabar pacarku saja yang sedang ku khawatirkan, melainkan aku memiliki perasaan yang tidak enak tentang dirinya dan tentang kegiatan yang sedang ia jalani.
Rasanya agak tidak adil jikalau aku menceritakan kronologisnya saja tanpa menyebutkan nama. Sebelum lebih jauh, pacarku ini bernama Bagas. Ia merupakan salah satu cowo yang baru kuketahui keberadaannya setelah 2 tahun berada di bawah atap sekolah yang sama. Entah kemana saja diri ini.
Kami baru saling kenal ketika secara tidak sengaja ia melihatku berjalan ke arah perpustakaan dengan membawa buku berjudul "Tan Malaka", sebuah buku dengan genre heroik. Saat itu, aku yang berjalan menuju perpustakaan untuk mengembalikan buku tersebut terpaksa menghentikan langkah karena sebuah panggilan.
"Hei!" Panggilan itu sukses membuat langkahku terhenti. Aku yang berjalan seorang diri dengan mata minus 1,5 ini tentu saja ragu dengan panggilan itu. "Apakah panggilan itu untukku? Atau orang lain di belakangku?" Aku bertanya-tanya dalam hati.
Sempat terdiam beberapa detik, aku memutuskan untuk memutar badan. Ternyata dia memang memanggilku. "Kenapa baru memanggilku setelah aku melewatinya? Bukannya dia tadi hanya duduk di kursi depan kelasnya tanpa peduli denganku yang berjalan di hadapannya? Ada apa?" Ucapku di dalam hati.
"Itu judulnya apa?" Ia berbasa-basi. Menunjuk sebuah buku yang kubawa. Aku yakin betul dia sudah membaca judul buku yang tebal dan cukup besar itu semenjak aku melewati dirinya.
"Oh, ini judulnya Tan Malaka." Aku menjawab singkat. Ia hanya mengangguk, tidak bertanya lebih lanjut. Langsung saja aku berjalan menuju perpustakaan.
Tidak ada yang menyangka bahwa kami saling bertukar pesan satu hari setelah kejadian tersebut. Dan kita pasti sudah tau bagaimana selanjutnya. Kami berpacaran.
Bagas adalah salah satu anggota Perhimpunan Pecinta Alam Garuda (PPA Garuda) di sekolah kami. Postur tubuhnya yang tinggi dan tegak menjadi ciri khas tersendiri. Ia memang cocok berdiri di deretan manusia pecinta alam dengan postur tubuh yang kuat itu.
Namun, di sisi lain, memiliki pacar yang masuk dalam perhimpunan pecinta alam juga tidak kalah menguji adrenalinnya. Aku sering dibuat khawatir olehnya. Tak kunjung berkabar setelah ditinggal mendaki gunung, tak kunjung mengirimkan pesan ketika berkegiatan arung jeram, tak kunjung memberi sinyal kehidupan ketika sedang menyusuri hutan adalah sebagian kecil dari kekhawatiran itu.
Akan tetapi, malam itu terasa berbeda. Entah mengapa, aku merasakan cemas yang tidak bisa kujelaskan. Kekhawatiran ini nampaknya lebih mengerikan daripada apa yang bisa kugambarkan. Untuk mengurangi debaran jantung akibat cemas, akhirnya aku mengirimkan pesan kepada Bagas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi Virtual
Fiksi Remaja🚧Wajib Follow Sebelum Baca🚧 Ilana, seorang cewe perfeksionis yang selalu berpikiran idealis, merubah pola pikirnya setelah diputuskan oleh Bagas (mantan kekasihnya sewaktu kelas 12). Lalu, kemudian ia bertemu dengan Kak Rangga di layar smartphone...