Yaya tersenyum ringan, matanya mengarah satu pohon yang menarik perhatiannya. Daunnya berguguran, ah, daun Maple! Sangat indah, daun yang merupakan simbol cinta itu sekarang berguguran dengan anggunnya.
"Menurutmu?" tanya Yaya akhirnya.
Hanya senyum tipis di bibir Han Yu Xia.
"Pangeran, bahagia bukan hanya dengan pasangan. Kau hidup dengan baik dan mencapai semua cita-citamu itu juga merupakan kebahagiaan." Yaya merapikan anak rambutnya yang diterpa angin.
Han Yu Xia menatap mata sipit Yaya, mata itu seakan-akan menghipnotisnya untuk terus menikmatinya.
"Namun, alangkah baiknya jika cita-citamu ikut memberi dampak baik bagi orang lain," lanjut Yaya. Membalikkan kepribadian orang itu tidak semudah membalik kerak telor yang tinggal dibalik wajannya. Jika saja orang di depannya ini akan membahayakan di kemudian hari, dirinya bisa menanamkan kebaikan saat ini juga. Tidak ada yang salah untuk sebuah usaha.
"Aku bahagia jika sesuatu yang aku inginkan itu berada di genggamanku," balas Han Yu Xia.
"Itu namanya egois!" seru Yaya keceplosan. Ah, sepertinya gadis itu lupa jika orang di depannya merupakan manusia yang tidak memiliki hati nurani.
Pangeran Mahkota sedikit mengelus dada, bahkan hanya nona ini yang berani menaikkan suara di hadapannya.
"Ah, maaf. Aku tidak terbiasa mendengar itu," ucap Yaya meminta maaf.
Yaya menatap Han Yu Xia sungguh-sungguh, bagaimana cara menghilangkan pikiran dangkal dari pangeran tampan ini.
"Dulu ayah kandungku pernah berkata, kau dapat memperhitungkan segalanya, tapi kau tidak bisa menghitung hati orang." Yaya berkata lirih.
Dulu daddy-nya selalu menanamkan hal ini padanya maupun pada Mario. Siapapun bisa saja menganalisis apa yang akan terjadi, namun siapapun tidak bisa mengetahui niat hati terdalam orang lain.
Han Yu Xia tersenyum sinis, "Aku bisa saja mendapatkan mu."
"Tapi kau tidak mendapatkan hatiku," timpal Yaya seketika. Kedua tangan Han Yu Xia mengepal dengan begitu eratnya.
"Lalu apakah aku harus jadi buta agar kau menyukai ku?" intonasi Han Yu Xia akhirnya meninggi juga. Pria itu sudah berdiri, menatap protes ke arah Yaya.
Yaya menatap mata Han Yu Xia dalam-dalam.
"Aku menyukai siapa saja. Jika aku tidak menyukaimu, aku tidak mau berbicara denganmu. Dari awal kita bertemu, aku sudah pernah berkata, kekerasan bukan jalan yang pantas untuk di unggulkan. Jika kau menganggap ku tidak menyukaimu, maka aku bisa berbuat demikian." Yaya berdiri dari duduknya. Kedua kakinya sudah siap melangkah meninggalkan bangku taman yang ia singgahi.
"Kau berani mengancam benwang?"
"Bukan mengancam, hanya saja, aku ingin kau paham hati orang yang katanya kau akan miliki sepenuhnya. Manusia tidak ada yang sempurna. Jika tidak ingin kau di rendahkan orang lain, seharusnya kau tidak merendahkannya juga. Karena kau sudah tahu rasa direndahkan itu tidak enak, maka jangan merendahkan orang lain."
Han Yu Xia menatap kepergian Yaya dengan lekat. Apa yang membuat wanita itu lebih menyukai pria buta dibanding dirinya yang sempurna ini? Pria itu menyusul langkah kaki Yaya, mempercepat langkahnya agar segera sampai pada sosok itu.
"Waktu kau menerima dekrit kekaisaran, apa yang kau pikirkan?" tanya Han Yu Xia tiba-tiba. Yaya menoleh ke belakang.
Apakah sekarang momen mengingat hari-hari kemarin? Orang ini alasan datang untuk meminta bantuannya, namun ternyata ada maksud lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
General's Daughter from Future
Historical Fiction[bukan novel terjemahan] AWAS YA KALAU PLAGIAT. ANE SANTET ONLINE NIH :) Maria Su Han. Keluarga dan teman dekat biasanya sering memanggilnya Yaya, seorang anak perempuan keturunan China-Indonesia yang merupakan mahasiswa Jurusan Ekonomi di Universi...