Matahari kembali bersinar. Walaupun terlihat cerah, angin dingin masih tetap menerpa. Yaya berjalan ke arah ruang ibunya dengan hanfu merah muda yang melekat pas di tubuhnya. Rambutnya ia kucir seadanya dan dihiasi tusuk giok putih susu yang menambah kecantikannya. Rona merah di wajahnya memancarkan aura yang menenangkan, bahkan setiap pelayan yang berpapasan dengannya tidak akan bisa memalingkan pandangannya dari gadis cantik ini.
Yaya berhenti sebentar di kumpulan bunga mawar. Ah, sangat indah! Merah menantang. Penuh dengan aura kecantikan, namun bunga ini berhasil memasang pelindung yang kuat berupa duri untuk melukai orang yang memetiknya.
'Jika kau mencintaiku, jangan ambil aku dari tempatku. Rawatlah aku agar aku tumbuh subur dan membawa keindahan dalam hidupmu.' Mungkin seperti itu kata bunga mawar itu. Entahlah, dirinya juga tidak bisa bahasa bunga.
"Eh, kau dengar ucapan pria itu?"
"Siapa?"
"Tuan Wu."
"Ah, kenapa nona memilih pria buta itu? Padahal pangeran sangatlah tampan," sahut pelayan itu. Di taman bunga yang dipenuhi bunga mawar, ada 3 pelayan yang saling sahut menyahut membicarakan dirinya.
"Katanya dia hanya menemani nona kita," lanjutnya.
Yaya mengernyitkan dahinya. Sial, baju mereka sama. Dari arah belakang ia tidak bisa melihat dan mengenali pelayan itu.
"Mana mungkin? Jika hanya menemani nona ke perbatasan, tidak mungkin nona membatalkan dekrit kekaisaran."
"Kau tidak percaya? Kemarin aku mendengar nyonya bertanya, sejauh mana hubungan kalian...."
"Lalu, Tuan Wu menjawab apa?"
Yaya berjalan di belakang ketiga pelayan itu. Menyedekapkan kedua tangannya, matanya fokus ke arah orang di depannya.
"Kita hanya teman, Nyonya. Karena Nona Ling temanku, aku memiliki kewajiban untuk menjaganya." Yaya menimpali pembicaraan mereka. Ucapan itu yang dikatakan Wu Yang saat ditanya oleh ibunya.
Ketiga pelayan itu menoleh ke arahnya. Yaya tersenyum dengan lebar, menyambut tatapan terkejut mereka.
"Begitu, kan, jawabnya?" tanya Yaya memancing.
"Nona, ampun, Nona!" ketiga orang itu berlutut di hadapan Yaya.
"Kenapa? Kayaknya hiburan kalian satu-satunya yaitu membicarakan orang lain, ya?" tanya Yaya dengan wajah yang masih dihiasi senyuman.
"Nona, kami siap dihukum," ucap salah satu dari mereka.
"Eh, kenapa minta dihukum? Aku tidak ada niatan menghukum kalian, tapi kalian minta hukuman. En, sebentar aku pikirkan....." Yaya berpura-pura berpikir dengan kerasnya.
"Apakah kalian bisa menjahit pakaian?"
"Bisa, Nona!" seru mereka serempak.
"Baiklah, besok datang ke ruangan ku, ya! Kita belajar menjahit bersama."
"Baik, Nona!"
"Nona, kau tidak ingin memukul kami dengan papan?" tanya satu orang dari mereka. Ketiga orang itu masih menundukkan pandangannya.
"Aduh, sini berdiri!" Yaya membimbing ketiga pelayan yang awalnya berlutut di hadapannya untuk berdiri.
"Kenapa aku harus memukul kalian?"
"Karena kami membicarakan Nona dengan Tuan Wu," ketiga pelayan itu berucap secara bersamaan. Gila, kompak. Ikut MisterChef pasti mereka menang.
"Ya'er!" panggil Ling Jin dari sebrang taman.
KAMU SEDANG MEMBACA
General's Daughter from Future
Historical Fiction[bukan novel terjemahan] AWAS YA KALAU PLAGIAT. ANE SANTET ONLINE NIH :) Maria Su Han. Keluarga dan teman dekat biasanya sering memanggilnya Yaya, seorang anak perempuan keturunan China-Indonesia yang merupakan mahasiswa Jurusan Ekonomi di Universi...