57. Belanja Perlengkapan Bayi

1.6K 118 8
                                    

Jangan lupa VOTE and COMMENT 🔥
Share juga ke temen kalian 💗

⛔TYPO TANDAI!!⛔

✨HAPPY READING!!!✨

Sendari tadi siang hingga pukul sepuluh malam, Clarysa tidak mau beranjak sedikitpun untuk meninggalkan kursi tunggu di depan ruang rawat Revan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sendari tadi siang hingga pukul sepuluh malam, Clarysa tidak mau beranjak sedikitpun untuk meninggalkan kursi tunggu di depan ruang rawat Revan.

"Saa, kamu gak boleh kecapekan. Kasihan Dedeknya. Kita pulang yuk," Ajak Violin kesekian kalinya.

Clarysa menatap ibunya dengan pandangan kosong. "Aku mau nungguin, Kak Evan bangun. Aku gak mau ninggalin dia. Nanti kalo tiba-tiba ada yang punya niat jahat sama Kak Evan gimana?"

Ia pun kembali menatap pintu tersebut dengan tatapan sendu. Dalam tatapan itu menyiratkan seakan-akan bahwa banyak sekali harapan untuk sang suami bangun, namun kabar itu tak kunjung ia dapatkan.

"Gak bakal ada, Sa. Sekarang kita pulang, ya? Kasihan Dedeknya. Dia pasti capek ikut nungguin Papanya."

"Dia gak cepek, Bund. Justru selama ini yang bikin aku sanggup nungguin Kak Evan itu dia."

Violin menatap putrinya iba. Ia lalu menggenggam tangan Clarysa lembut, untuk menguatkan Clarysa menghadapi semua masalah ini.

"Dengerin Bunda, sayang. Kandungan kamu udah tujuh bulan, kamu harus udah mulai persiapan buat lahiran. Gak boleh kecapekan, gak boleh banyak pikiran, gak boleh sampek sakit. Kamu harus fokus sama persiapan melahirkan kamu."

Clarysa menatapnya dalam. "Aku gak bisa fokus kalo ini menyangkut nyawa suami aku, Bunda. Dia pria yang mau nerima segala kekurangan aku selain Ayah. Dia orang yang sabar banget kayak Bunda. Dia tegas, Bunda, tapi dia juga lembut. Dia benar-benar suami idaman aku. Aku gak mau kehilangan dia."

Violin tersenyum sendu. Ia lalu memeluk Clarysa dengan erat dan menangis bersama. Beberapa menit kemudian Clarysa melonggarkan pelukan mereka. Tangannya terulur untuk mengusap perut buncitnya.

"Dia nendang, Bunda." Adu-nya dengan suara serak bercampur lucu.

Wanita itu tertawa kecil lalu ikut mengusap perut putrinya dan dapat merasakan sebuah tendangan kecil dari sang jabang bayi.

"Cewek apa cowok yaa, nanti?" Tanya Clarysa sambil mengusap perutnya.

Violin tersenyum. Wanita itu sudah mengetahui jika Clarysa lebih memilih untuk menjadikan jenis kelamin anaknya sebagai sebuah kejutan.

"Maunya cewek apa cowok?"

Clarysa menatap ibunya lalu memandang lantai rumah sakit dengan pandangan kosong.

MY ANNOYING HUSBAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang