Chapter 44

11.7K 705 38
                                    

Vote dan komennya, makasih<3

Happy reading♡


Pagi ini suram, wajah-wajah penuh kesedihan terlihat jelas diantara para manusia yang mengantarkan Pita dan Sean ke peristirahatan terakhirnya.

Shinta tak bisa menghentikan tangisnya ketika melihat jenazah pita dimasukkan ke liang lahat, dirinya bahkan pingsan membuat sedikit kepanikan tercipta disana.

Semuanya berdo'a, mengharapkan bahwa kedua insan itu ditempatkan pada tempat terbaik disisi Tuhan.

Pita dimakamkan tepat disebelah kuburan kakaknya-Aksa. Sedangkan disamping kuburan Pita terdapat kuburan Sean.

Semua yang mengantarkan Pita menuju rumah terakhirnya pulang terlebih dahulu, menyisakan Samuel, Shinta dan Alex yang masih sedia menatap gundukan tanah didepannya.

Shinta berjongkok, mengusap nisan bertuliskan nama Pita Alena Syahira.

"Hai sayang...kamu udah bahagiakan disana? tempatnya baguskan? kamu nggak bakal kesakitan lagi karena sekarang semua kesakitan kamu itu udah hilang," ujar Shinta sambil mengelus nisan milik Pita.

"Ada satu hal yang harus Tante kasi tau, seharusnya ini harus Tante kasi tau dari kemarin-kemarin. Tapi, melihat kondisi kamu yang nggak memungkinkan, Tante...Tante dan Om sepakat buat menunda untuk memberitahukan hal ini..."

"Maafin Bunda Pita...maafin Bunda...maafin Bunda..." Shinta menangis terisak, "Bunda adalah Bunda kandung kamu, sayang! maafin Bunda karena lalai dalam menjaga kamu, maafin Bunda karena selama ini Bunda nggak tau Keysha yang Bunda angkat sebagai anak Bunda sendiri justru menyakiti anak kandung Bunda sendiri..."

"Maafin Bunda sayang, maafin Bunda karena nggak tau kamu diperlukan tidak layak dengan orang tua asuh mu...maafin Bunda..." Air mata Shinta mengalir semakin deras.

Samuel merangkul bahu istrinya dan ikut berjongkok, Shinta mengerti, perempuan paruh baya itu bergeser dan membiarkan Samuel mengusap nisan pelan.

"Ini Ayah sayang...maafin Ayah, seharusnya kami tidak menutupi kasus ini, seharusnya Ayah terus..." Samuel tak bisa melanjutkan ucapannya, air matanya ikut tumpah.

"Kamu harus bahagia disana bersama orang-orang yang menyayangi kamu...nggak perlu khawatir, disana udah nggak ada orang yang bakal mukul kamu lagi, udah nggak ada yang bakal ngebentak dan memaki kamu lagi...disini Ayah sama Bunda bakal terus mendo'akan kamu."

"Kak Cipta pasti bakal sedih banget mendengar hal ini, sayang. Tapi takdir Tuhan nggak ada yang tahu, Bunda yakin pelan-pelan Kak Cipta bakal mengerti dan menerima semua ini walau sulit. Bunda-pun juga jujur kalau semua ini cukup membuat Bunda...sedih, marah dan kecewa. Tapi yang Bunda dan Ayah bisa lakukan hanyalah menyerahkan orang-orang yang telah menyakiti kamu selama ini, dan membiarkan hukum yang menjalani tugasnya..." Shinta memeluk suaminya.

"Ssssttt jangan menangis lagi, aku yakin Pita nggak suka ngeliat Bundanya nangis kayak gini..." Samuel menghibur Shinta walau saat ini dirinya juga sama terpuruknya.

"Ayah, Bunda dan Kak Cipta bakal sering-sering kesini...hadirlah didalam mimpi kami walau sebentar, sayang." Samuel mencium nisan itu lama.

"Maafin kami yang nggak mengenali kamu saat itu," ucap Samuel. Kemudian dia menuntun istrinya agar bangun menuju makam Aksa yang berada tepat disebelah Pita.

Shinta menaburkan Bunga diatas makam Aksa, "Nama kamu Aksa-kan?" Samuel berucap disaat Shinta selesai menaburkan Bunga diatas kuburan Aksa.

"Saya orang tua kandung dari Pita, saya sangat berterima kasih sekali karena semasa hidup kamu, kamu sudah banyak memberikan kasih sayang kepada anak saya, walau kamu tau Pita bukanlah adik kandung kamu..."

F I G U R A N  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang