Chapter 17

7.7K 523 23
                                    

Masa skor Pita sudah berakhir. Itu tandanya gadis itu akan kembali bersekolah hari ini. Rasa senang menjalar ke hatinya. Ini yang dia inginkan, walaupun Pita tahu berbagai tatapan akan dilayangkan kepadanya, itu tidak masalah. Yang terpenting raga nya tak akan lagi mendapatkan warna warna mengerikan di sana.

Seperti biasa, Pita akan memoleskan concelear yang kemudian di tutupi bedak untuk menyamarkan bekas bekas kebiruan yang bersarang di wajahnya.

Tak butuh waktu lama. Pita turun ke bawah mendapati sang papa dan mama berada di meja makan dengan makanan yang sudah tertera tapi di sana. Pita mengagumi mama nya. Walaupun wanita paruh baya itu adalah seorang pembisnis dia tidak lupa dengan kewajiban nya menyiapkan segala kebutuhan keluarga, atau lebih tepatnya kebutuhan suaminya.

"Pagi pa, ma." Tidak ada yang menyahut perkataan gadis itu. Yang seperti ini sudah biasa terjadi. Hingga akhirnya suara Sinta menghentikan kegiatan Pita yang baru saja akan duduk di samping sang mama.

"Mau ngapain kamu?" Pita sempat bingung dengan pertanyaan mamanya namun tak urung gadis itu menjawab.

"Mau sarapan kek biasa, sama mama sama papa."

"Siapa yang ngebolehin kamu sarapan sama kami?" Bram berkata tanpa melepaskan tatapannya pada makanan di depannya.

"Tapi pa, aku biasanya kan sarapan sama kalian."

"Makan di belakang."

"Ma?" Pita memohon pada sang mama tapi tak ada reaksi dari wanita paruh baya itu.

"Saya harap kamu tidak tuli."

"Please pa, biarin aku sarapan bareng sama kalian. Kita udah jarang bahkan nggak pernah lagi makan bareng semenjak kemat-"

Prrranng

Dentingan sendok mengejutkan Pita membuat perkataan gadis itu terpotong seketika.

"Kamu sarapan di belakang atau tidak sarapan sama sekali?"

Ya Tuhan, Pita ingin menangis sekencang-kencangnya saat ini juga. Bentakan sang papa, orang yang selalu di juluki superhero di dalam keluarga nya itu kini berubah.

"Aku selesai." Bram beranjak dari kursinya ingin meninggalkannya tempat itu. Tapi sepertinya Dewi Fortuna masih mau berbaik hati menyelamatkan Pita saat itu juga.

Bel rumah Bram berbunyi menandakan ada seseorang di luar sana yang menunggu Pintu rumah itu terbuka.

"Biar aku yang buka." Ucap Sinta kepada suaminya. Bram tampak tak mau berdua dengan anaknya di ruang makan dan lebih memilih untuk mengikuti istrinya dan melihat siapa orang yang berada di luar pintu rumahnya.

Pintu terbuka, membuat seseorang yang sudah menunggu di baliknya tersenyum lebar.

Bram memperhatikan baju yang di pakai pemuda itu. Dengan cepat dia sudah bisa mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang baru saja ingin dia lontarkan.

Sean yang di tatap sedemikian rupa oleh Bram menggaruk belakang kepala canggung.

"Pagi om. saya temannya Pita, mau ngajak Pita bareng ke sekolah." Ucap Sean.

"Nak Sean, masuk dulu." Sinta menatap suaminya "Ini Sean yang kemarin mama ceritain ke papa."

"Jadi kamu yang bawa putri saya pergi?"

"Saya bawa jalan jalan om, saya kembaliin juga. Nggak saya bawa pergi secara permanen."

"Saya juga ingin membiarkan putri saya pergi dengan kamu secara permanen." Kecuali ke pangkuan Tuhan.

Sean hanya tersenyum canggung. Membuat Sinta terkekeh kecil.

"Nak Sean masuk dulu. Pita nya ada di dalam lagi sarapan." Sean mengangguk kemudian masuk bersama Sinta dan juga Bram yang terpaksa masuk dan bertemu dengan wajah menyebalkan putri kesayangannya itu lagi.

F I G U R A N  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang