Chapter 13

8.8K 630 5
                                    

Hi readers! Ada yang masih setia sama cerita author nggak? Kalau ada makasih banyak banyak hehehehe. Happy reading.

Sudah dua hari Pita berada di kamarnya. Tak seorang pun dari kedua orang tua nya masuk sekedar bertanya apakah dirinya sudah makan atau belum atau bagaimana keadaan nya sekarang.

Perut nya terasa sakit belum lagi rasa pening yang menjalar ke kepalanya membuat Pita terbaring di atas kasur tak berdaya.

Pintu kamarnya terbuka, Pita tak mengira bahwa sang Mama akan masuk ke dalam kamar milik nya.

Wajah yang pucat itu kini menyungging kan senyum "Mama," ucap Pita.

"Jangan senang dulu. Saya kesini bukan karena saya peduli atau kasihan sama kamu," wajah Pita yang semula tampak berseri kini muram kembali "Di luar sana ada Sean, kamu kenal dia kan?" Pita mengangguk "Jangan perlihatkan lebam kamu, segera bersiap dan turun ke bawah." Mamanya berbalik, Akan tetapi, wanita paruh baya itu malah memberikan peringatan yang sukses membuat Pita merinding.

"Sampai kamu memperlihatkan wajah menyedihkan mu itu, dan memperlihatkan lebam atau luka di wajah kamu itu, Saya dan suami saya tidak akan segan segan memberikan kamu hukuman yang lebih dari ini. Kamu paham?"

"I...iya, Ma" tak ada pilihan lain selain menurut kepada Mama nya atau Pita akan mendapatkan hukuman yang lebih dari sebelumnya.

Mamanya berbalik meninggalkan Pita sendiri yang berjalan tertatih-tatih ke arah kamar mandi. Butuh waktu cukup lama untuk gadis itu bersiap, lalu segera turun ke bawah sesuai dengan perintah sang mama tadi.

Sean yang melihat Pita turun dengan baju santai yang cukup menambah kesan cantik pada Pita tersenyum menampilkan sederet gigi putih bersih miliknya.

"Hi Sean." Sapa Pita sambil mendekati Sean.

"Hallo Pit, gimana kabar lo?" tanya Sean sedikit berbasa-basi karena yang dia lihat Pita cukup baik hari ini. Pita menoleh sebentar ke arah ibu nya yang juga sedang tersenyum ke arah nya. Akan tetapi, senyum itu bukan lah senyum seorang ibu ke pada anak nya senyum itu adalah senyum peringatan.

"Hum...kabar gue baik, selalu baik."

"Gimana nggak baik orang yang ngerawat lo aja seorang Mama yang sangat pengertian." Sean terkekeh kecil melihat Vera yang berada di depannya tersenyum canggung.

"Nak Sean bisa aja." Vera memainkan perannya sebagai seorang ibu yang baik dengan cukup bagus.

"Sean kalau punya Mama kayak Tante, Sean pasti senang banget. Tapi sekarang Mama Sean udah berada di sisi Tuhan, tempat terbaik semua manusia." Pita yang mendengar ucapan Sean tersentuh dan mengelus bahu pemuda itu sebentar.

Pita memang tak merasakan bagaimana rasanya kehilangan seorang ibu, tapi dia tau bagaimana rasanya hidup tanpa kasih sayang seorang ibu.

"Nggak apa-apa, Pit. Itu udah kejadian beberapa tahun lalu. Gue juga ikhlasin Mama gue." Sean tersenyum tak ingin memperlihatkan kesedihannya "oh iya, Tan, soal yang tadi apa boleh?"

"Oh, boleh Nak Sean."

"Ayo, Pit." Sean berdiri tapi Pita masih menunggu penjelasan dari Sean maupun Mama-nya.

"Gue ngajak lo jalan-jalan, dan ya Tante Vera ngebolehin kita keluar. Jadi, let's go!"

"Sana pergi, kasian Sean udah nunggu dari tadi. Kamu sih lama banget siap-siap nya." Vera merangkul bahu Pita dengan sedikit mencengkeram kedua bahu gadis itu.

"Ayo Tante antar ke luar." Sean berjalan mendahului Vera dan Pita.

"Kalau kamu sampai buka mulut ke Sean awas aja kamu! Paham?" Peringat Vera yang kemudian di angguki samar oleh Pita.

F I G U R A N  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang