Chapter 43

13.4K 754 59
                                        

Vote dan komennya para readers tercintahhh

Happy reading<3

Lorong rumah sakit yang sepi menandakan belum ada kehidupan subuh itu, tetapi Pita masih tetap bersikeras untuk bertemu dengan Cipta juga Sean.

Dengan penuh ketulusan Alex mendorong kursi roda gadis itu memasuki lift, untuk menuju lantai tiga dimana kamar inap Cipta berada.

Alex mengetuk pintu. Seseorang didalam sana langsung membuka pintu tersebut.

"Pita?" Samuel terkejut ketika mendapati wajah pucat Pita berada diambang Pintu.

"Pita mau ketemu sama Cipta, om."

Samuel mengangguk dan mempersilahkan keduanya masuk.

Pemandangan yang pertama dilihat oleh Pita adalah Shinta yang menangis sambil mengecup tangan anaknya beberapa kali.

Alex mendorong kursi roda Pita, menempatkannya tepat disebelah Shinta.

"Pita?" Reaksi yang diberikan Shinta sama dengan reaksi yang diberikan Samuel ketika melihatnya.

"Pita...maafin Pita Tante," ucap Pita pelan.

"Nggak sayang, kamu nggak salah. Apa yang dilakukan oleh Cipta adalah hal yang tepat," ujar Shinta.

"Tapi aku-lah penyebab Cipta jadi berbaring disini, Tan." Pita melirik kearah Cipta. Tubuh pemuda itu dipenuhi selang-selang penunjang kehidupan.

"Cipta sudah melakukan hal yang benar, sayang." Shinta mengelus puncak kepala Pita. Perempuan itu menoleh kebelakang tepat dimana Samuel berada.

Samuel menggeleng pelan, memberikan isyarat bahwa ini bukanlah waktunya.

"Maaf Tan, aku nggak tau kenapa Cipta bisa ikut terbaring disini, seharusnya hanya aku."

"Jantung Cipta terkena tusukan dari salah satu pria bertopeng yang ingin melukai kamu. Dan sekarang..." Shinta menggantungkan kalimatnya.

"Kenapa Tan?"

"Jantung Cipta lemah, sayang. Sekarang kami berusaha mencari pendonor jantung untuknya. Entah kami mendapatkannya atau tidak, itu semuanya sudah ada yang mengatur."

"Maafin aku, Tan..."

"Kenapa kamu terus meminta maaf? Cipta nggak bakal senang kalau seandainya dia ngeliat kamu kayak gini," ucap Shinta "Kamu mau jenguk Cipta kan?" Shinta berujar dengan nada getir.

"Iya, Tan. Aku harap kehadiran aku nggak mengganggu kalian dan..."

"Kamu bukanlah pengganggu, Tante sama Om keluar dulu, nanti kami masuk kesini lagi."

Pita mengangguk dan membiarkan Samuel serta Shinta keluar dari kamar inap Cipta.

"Gue juga keluar." Pita mengangguk lagi.

Ruangan putih sunyi itu menyaksikan kebisuan Pita. Mesin penunjang kehidupan milik Cipta memecahkan kesunyian ruangan putih itu.

Bermenit-menit Pita hanya mampu memandangi wajah pucat Cipta, dirinya belum mampu berkata-kata. Lebih tepatnya dia mau berkata tanpa harus mengeluarkan isakannya.

Dengan perlahan tangan berinfus Pita menggenggam tangan Cipta yang juga berinfus.

Dengan perlahan ibu jari pita mengelus punggung tangan Cipta lembut, takut usapannya menyakiti pemuda baik hati itu.

"Hai Cip." Pita berkata setelah dirasa dirinya tak bisa terus-terusan berdiam disana.

"Ada yang sakit? jantung lo pasti sakit kan?" Pita berucap walau tak ada yang menanggapinya.

F I G U R A N  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang