7

839 216 24
                                    

Jimin berdiri di halte sekolah yang sangat-sangat sudah sepi dari semua murid. Jam sudah melewati pukul lima sore. Ditambah keadaan cuaca yang sangat tidak mendukung. Sebentar lagi pasti akan menurunkan ribuan rintik air dari awan hitam.

Uang sisa kemarin masih cukup  jika digunakan untuk menaiki bus kali ini.

Matanya menyusuri ujung jalan, arah biasanya bus datang. Tapi tidak ada tanda-tanda kehadiran roda empat itu dari sana, bahkan taksi sekalipun tak ada melewati jalan depan sekolahnya itu.

Pasti karena hari mendung dan juga menjelang malam. Semuanya pasti sudah berhenti beroperasi dan akan berlanjut besok pagi.

Hembusan nafas lelah keluar dari bibir Jimin. Tas punggungnya pun hanya terisi oleh beberapa buku tulis. Tidak ada buku cetak, karena sudah disimpan di dalam loker miliknya.

Berlari cepat menuju rumah tidak ada salahnya bukan. Hitung-hitung berolahraga dan juga hemat uang.

"Semangat, Jimin!" Gumamnya menyemangati diri.

Kakinya membuat ancang-ancang dan bersiap akan melaju jika tarikan di tas punggung yang ia kenakan~tidak menahan. Sangat susah melihat siapa pelaku penarikan tersebut dikarenakan tarikan itu sangat terkesan terburu-buru. Mau tak mau dirinya ikut melangkah mundur mengikuti arah tarikan sembari mengoceh kesal.

"Hei! Lepaskan!"

"Tidak sopan menarik seseorang begini."

"Kamu ingin menculikku?!"

"Benarkah?! Kamu Ingin menculikku?!" Tanya Jimin mengulangi kalimat yang sama. Tarikan di punggungnya semakin erat dan kuat, ia merasa bahwa itu adalah jawaban dari pertanyaannya.

"Tidak apa. Dengan senang hati aku menyerahkan diri." Ujarnya, pemberontakannya berkurang. Begitu pula dengan langkah mereka yang tiba-tiba terhenti.

Jimin mengernyit bingung. Menyadari adanya kesempatan, ia segera menolehkan kepalanya. Daritadi ia sangat penasaran siapa gerangan yang menariknya. Dan kini sudah saatnya ia menyesal.

Menyesal berucap cerewet tadi dan juga menatap si pelaku yang tak lain adalah kakaknya sendiri. Park Yoongi.

"Kenapa?"

Jimin hanya bisa terdiam. Lebih tepatnya tak ingin menjawab. Lagipula tidak ada gunanya juga jika si pucat ini mengetahui alasannya.

"Jawab, Park Jimin!" Lagi-lagi suara Yoongi yang menginterusi. Bedanya kali ini penuh dengan penekanan.

Mata sipitnya memandang Jimin dengan tajam, telinga juga ikut memerah akibat menahan marah. Ia kesulitan mengontrol emosi, beginilah jadinya.

"Apa kamu sungguh bersikap seperti tadi jika seseorang menculikmu? KENAPA?!"

Jimin terkesiap mendengar nada keras bercampur emosi di akhir kalimat yang terlontar dari mulut Yoongi. Walaupun dirinya acap kali menerima ucapan keras, entah kenapa yang ia dengar kali ini membuat dirinya menjadi lebih was-was.

Memandang Yoongi yang bernafas dengan terburu-buru membalas tatapannya. Jimin berusaha bersikap setenang mungkin dan akan menjawab yang dipertanyakan dengan sejujurnya.

"Tentu saja. Walaupun tidak ada berniat buruk padaku pun, aku yang akan pergi jauh dari rumah itu." Jawabnya.

Jimin menyugarkan poninya, menengadah ke atas berusaha mengingat sesuatu. Helaan nafas panjang keluar dari mulutnya dan lalu berkata,

"Tapi aku pikir, aku masih membutuhkan kalian semua."

☆☆☆

Sekarang Jimin dan Yoongi berada di restoran seafood yang terletak tak begitu jauh dari rumah. Bukan Jimin yang ingin singgah di tempat ini, namun Yoongi. Dia memaksa Jimin untuk segera menaiki mobilnya saat si adik hendak melarikan diri.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang