18

770 175 27
                                    

Pemuda remaja itu tersenyum sangat lebar ketika kakinya barusaja menapaki wilayah busan. Berjam-jam menaiki kereta ternyata cukup melelahkan, terlebih beban tas punggung yang ia pikul.

"Kita cari makan dulu." Ucap sang kakak membuatnya tersenyum lebar dengan anggukan semangat.

Sejak hari itu, dirinya terluka cukup parah. Yoongi mengetahuinya karena Jimin sendiri memang tak berniat menyembunyikannya seperti pinta sang ayah. Jujur saja, kekhawatiran Yoongi adalah tujuannya agar bisa berada disini.

Terlalu ekstrem. Walau ayahnya terkena amukan Yoongi, kali ini Jimin berusaha untuk tidak merasa bersalah. Karenanya kedua pria itu terlibat percekcokan.

Sesekali Jimin berusaha untuk menghentikan ketika Yoongi mulai mengumpat terang-terangan yang berarti pemuda dewasa itu sudah tersulut emosi. Tak ada yang menjamin Yoongi tidak akan menjadi lebih kasar dari itu.

"Kau ikut kakak ke busan!"

"Tak perlu, bagaimana dengan pekerjaanmu, kak?"

"Kakak bisa buat alasan. Pria tua itu pasti tidak akan tinggal diam. Kau bisa saja mati jika tak ada aku disini."

Katakanlah Jimin licik karena tersenyum mendengar tutur kalimat tersebut. Rencananya total berhasil.

Bukan sepenuhnya terencana. Penumpahan emosinya kemarin memang benar adanya. Siapa juga yang tidak akan muak jika selalu disodorkan perintah dan keinginan yang tidak sesuai kemampuan. Respon ayah yang menyinggung 'juara umum' tentu membuatnya tak karuan.

"Kau lelah?" Tanya Yoongi meneliti wajah Jimin yang sejak tadi tampak melamun.

Jimin balas menggeleng, lantas kembali menyuapkan makannya. Menyibukan diri dengan kegiatannya tanpa mengangkat pandangan karena itu akan langsung bersitatap dengan Yoongi.

Ia bisa merasakan bahwa perhatian kakaknya itu masih tertuju padanya.

"Apa perutmu kembali perih?" Tangan Yoongi merogoh tas kecilnya dan Jimin tau apa yang akan dilakukannya.

"Tahan sebentar eum? Sampai di penginapan kita obati." Jimin tak merespon. Hingga Yoongi menyodorkan beberapa pil obat ke hadapannya.

Tanpa disuruh Jimin segera menelannya dengan bantuan air.

"Terima kasih." Untuk semuanya.

•••

Yoongi lebih memilih menyewa flat sederhana ketimbang penginapan mewah lainnya karena lokasinya tak terlalu jauh menuju kantor tempat ia bertugas. Lagipula mereka juga tak terlalu lama disana.

Dan sekarang pemuda dewasa berkulit putih pucat terrsebut tengah duduk di karpet yang bertepatan di depan televisi. Bukan menonton, justru Yoongi menyibukkan diri dengan ponsel miliknya.

Jimin mendekat sambil melirik sesekali. Menduduki tempat di sisi kanan Yoongi.

"Apa perutmu sakit lagi?" Tanya Yoongi mendadak karena menyadari keberadaan Jimin.

Dibalas gelengan kecil. "Aku tidak boleh duduk disini?"

"Siapa bilang?" Remot televisi mendarat di pangkuan Jimin. "Kakak mau tidur duluan. Jangan begadang!" Yoongi beranjak menjauh dari sana.

Jimin sendiri hanya bisa terbungkam melihat kepergian Yoongi. Padahal inginnya mengobrol santai. Melihat Yoongi yang tampak memberi jarak membuatnya tak nyaman.

Jelas begitu. Karena kini masih lah pukul 7 malam.

Namun ia berusaha berpikir positif. Mungkin Yoongi kelelahan sepanjang perjalanan, ditambah pula mengurus luka lebam yang ada di sekitar perut dan pinggangnya bekas pukulan tempo hari.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang